Kebersamaan adalah suatu keniscayaan. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Sejak di dalam kandungan hingga dimasukkan ke dalam liang lahat, dia akan memerlukan orang lain. Untuk dilahirkan ke dunia ini, kita perlu sosok ibu. Untuk mendapatkan ilmu, kita perlu sosok guru. Untuk mendapatkan suatu posisi, kita perlu ada orang yang mengakui dan mengangkat. Tidak mungkin manusia tidak perlu akan bantuan dari manusia lain.
Bagaimana dengan kondisi ini dalam alam maya? Sejak Artificial Intelligence diperkenalkan, manusia sudah beralih keperluannya, tidak lagi begitu memerlukan jasa manusia, tetapi sudah dapat dibantu oleh teknologi. Pertama kali saya membeli tiket pesawat secara on-line pada salah satu maskapai di negara tetangga, saya keluar keringat dingin. Karena jangan sampai saya melakukan kesalahan saat booking pesawat. Pernah terjadi salah klik, akhirnya beberapa rupiah uang saya masuk ke sistem maskapai tersebut. Jebakan dalam transaksi online kerap terjadi. Pihak penyedia jasa online selalu mengamankan diri dengan pola “S & K Berlaku."
Saya sempat panik, ketika pertama kali menggunakan fasilitas e-banking di Australia. Karena saya takut, kalau tidak berhasil login, maka saya tidak dapat mengakses akun bank. Karena itu, ketika membuka web login ke akun bank, saya harus konsentrasi penuh. Sebab kalau salah menggunakan fasilitas e-banking tersebut, saya harus sabar dalam beberapa hari, akun saya akan dibekukan, karena dianggap sebagai “orang asing” di hadapan rekening bank sendiri. Dengan pola AI ini, manusia akan belajar secara otodidak. Tentu saja pasti disitu ada “kepanikan” dan “keluar keringat dingin” manakala beberapa kali mengalami kegagalan. Salah klik bisa membawa berkah atau petaka.
Pengalaman bertransaksi on-line memang telah menghilangkan bantuan langsung dari manusia. Kita menjadi begitu otonom. Hampir 10 tahun terakhir, kehidupan on-line telah mengubah cara saya memandang dunia. Saya harus hapal user name dan password. Kebersamaan saya dengan dunia on-line telah menyebabkan memori otak saya hanya mengingat angka dan huruf yang konon harus dirahasiakan. Sekarang saya harus menghapal sekian user-name berikut dengan passwordnya berbagai akun di alam maya. Hal ini belum lagi dengan tren masyarakat kartu, yang pernah saya kupas dalam Harian Serambi Indonesia.
Ketika pertama kali mendapatkan alamat e-mail, saya selalu menanti siapa yang akan mengirimkan e-mail kepada saya setiap hari. Setiap masuk warnet, saya bertanya ‘apakah hari ini ada e-mail masuk.’
Walaupun sebenarnya saya tidak punya alamat e-mail orang yang harus saya kirim e-mail terlebih dahulu. Pengalaman tersebut dimulai sejak awal-awal tahun 2000-an. Setelah hampir 17 tahun di dunia maya, sekarang hampir setiap hari ada e-mail yang masuk ke akun e-mail saya. Mulai dari sampah hingga sumpah. Mulai dari promosi hingga emosi. Pengalaman ini mirip dengan pengalaman pertama menggunakan HP, dimana saat itu, saya selalu menanti kalau sewaktu-waktu ada orang yang akan menelpon saya. Sekarang, saya terkadang harus me-reject telpon-telpon yang masuk. Kalau selain penipuan juga berisi promosi-promosi yang menyita waktu, kalau dijawab.
Ketika memakai HP, dahulu orang beramai-ramai memamerkan nada sambung. Pernah ada masa dimana orang suka memamerkan nada sambung di ruang publik. Bahkan nada sambung diperjual belikan. Sekarang, hampir semua orang sudah memakai pola silent untuk bunyi nada sambung. Saya membayangkan, ketika memberikan seminar di hadapan ratusan orang, kalau HP atau android mereka tidak diubah menjadi mode silent, maka suasana seminar saya persis seperti di pasar saham. Karena bunyi nada sambung akan membuat ruang seminar seperti orkestra nada sambung. Karena tidak ada lagi nada sambung yang diperdengarkan oleh pengguna, maka setiap 3-5 menit sekali, mata kita akan menoleh pada HP atau telepon pintar. Begitulah teknologi mengubah perilaku manusia.
Kalau pengalaman di atas diterapkan pada hubungan sesama dengan manusia juga akan mengalami pola yang sama. Kita semakin punya banyak kawan. Teman sekolah terkoneksi. Teman sekampung pun terhubung kembali. Semua masa lalu sudah direcovery oleh sistem teknologi informasi. Koneksi dengan manusia menjadi hidup kembali. Kata ajaib yaitu ‘koneksi’ kemudian menjadi kata yang cukup sakti dalam kehidupan saat ini. Koneksi ini menciptakan ruang persahabatan baru di antara sesama manusia. Ruang persahabatan inilah yang kemudian mengambil kehidupan kita untuk selalu saling terkoneksi. Bentuk koneksi ini membuat satu sistem relasi sosial secara on-line pula. Salah satu istilah yang paling sering dimunculkan adalah “yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh.”
Pada gilirannya ruang tersebut pun menciptakan hirarki sosial di alam maya. Hirarki inilah yang membuat seseorang diketahui status sosialnya di dunia maya. Dalam postingan sebelumnya, telah dikupas tentang reputasi dan dampak keberadaan seseorang di alam ini. Semua hal ini berawal dari pola manusia memerlukan bantuan dari manusia lainnya. Namun, karena pola ini menciptakan ada yang di atas dan di bawah, maka hirarki sosial pun terbentuk. Dalam dunia maya, hirarki terbentuk sesuai dengan jumlah poin dan jenis keanggotaan yang kita pilih. Karena itu, reputasi seseorang tergantung pada jenis kartu yang terdapat di dalam dompet mereka.
Teknologi informasi pun membantu hal tersebut. Sebagai contoh, kalau kita naik pesawat, maka akan dihitung jumlah berapa kali kita naik dan disebutkan kelas kita berdasarkan durasi. Setiap kali hendak booking atau cek in, maka kita akan diminta nomor ID yang tertera di kartu. Semakin tinggi poin kita, akan semakin beda pula bentuk pelayanan yang kita terima. Kondisi ini pun terjadi pada jenis kartu keanggotaan, mulai dari anggota baru hingga ke level VVIP. Istilah pun digunakan bermacam-macam. Bantuan yang diterima pun berdasarkan kelas kita yang tertera pada kartu tersebut. Kelas ini pun berlaku pada kartu debit dan kredit. Semua ditentukan pada jenis keanggotaan kita. Bentuk layanan yang diterima berbeda satu sama lain yang disesuaikan dengan level.
Hirarki sosial juga berlaku di Steemit. Uniknya, metafor yang digunakan dalam model hirarki ini adalah binatang. Terkejut dan kaget. Namun, karena platform ini dikerjakan melalui “proof of brain”, maka metafor apapun tidak akan bermasalah. Sebab, di sini dituntut the power of brain, the power of creativity, and the power of influence. Dari tiga aspek inilah pendapatan seseorang akan meningkat dan juga akan menempati posisi di atas dalam sistem hirarki.
The power of brain menghasilkan berbagai gagasan yang tidak pernah berhenti. Setiap saya membuka Steemit, selalu saja ada ide-ide baru yang menginspirasi. Ide ini jika dikoneksi antara satu sama lain, menghasilkan satu jejaring ide yang bersifat virtual. Nertworking of ideas pada gilirannya menciptakan tidal waves (gelombang besar) sebagai sebagai bentuk power of brain di abad ke-21 M. Inilah yang mendorong saya, untuk membaca beberapa ide yang menjalar di rimba Steemit ini.
Adapun the power of creativity memberikan dampak pada beberapa individu untuk mengatakan tentang keunikan dan kerendahan hati (humble), untuk mengais rezeki di ladang Steemit ini. Gambar akan membantu otak kanan, sedangkan teks akan dipahami oleh otak kiri. Inilah kenapa setiap postingan di Steemit, selalu mesti ada gambar. Ini untuk menenangkan otak kanan dan otak kiri sang pembaca. Sehingga kenikmatan itu muncul, jika selesai membaca satu postingan.
The power of influence juga bekerja sangat cepat di dalam menaikkan ketenaran seseorang dari tambang ide yang dia sebarkan di dalam rimba raya Steemit ini. Jadi, wajar ketika personifikasi binatang laut yang digunakan untuk menggambarkan reputasi seseorang. Karena, luasnya samudra itu tidak dapat diukur. Begitulah luasnya ide di dalam otak manusia yang kemudian disebarkan di dalam Steemit.