Silsilah Keturunannya :
T. R. MUDA LATHIF (adik T. Chik Ben Pasu), bin T. Chik H. Nyak Ngat (T. Chik H. Ahmad), bin T. Chik Pogah, bin T. Chik M. Husin, yaitu keturunan dari Keujruen Chik/Hulubalang Negeri Meureudu, Kabupaten Pidie, Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sekarang.
Lahirnya :
Lahir di Negeri Meureudu, pada tahun 1818 M.
Perjuangannya :
Ia salah seorang putera Hulubalang yang berjiwa pahlawan Islam, karena aliran darah ayahnya T.Chik H. Nyak Ngat yang telah membangun Pusat Pendidikan Islam "Dayah Tinggi Pante Geulima Meureudu" bersama dengan Tgk. Chik Pante Ya'qub (ayah Tgk. Chik Pante Geulima H. Ismail), pada tahun 1801 M; dan menyusul membangun rumah wakaf Meureudu untuk para Jama'ah Hajji di Syamiyah kota Makkatil —Mukarramah, bersama dengan Tgk. Chik Di Blang (kakek = ayah dari ibu Tgk. Chik Pante Geulima H. Ismail), pada tahun 1845 M.
Maka sejalan dengan aliran darah dan keinginannya itu, ia mengikuti pergerakan/perjuangan Panglima Besar/Tertinggi Kerajaan Aceh Darussalam : Tuanku Hasyim Banta Muda (putra Tuanku 'Abd Kadir =Laksamana Kerajaan Aceh).
Atas kepercayaan penuh dari Panglima Besar itu, T.R. Muda Cut Lathif diangkat menjadi salah seorang wakilnya dengan gelar: "Syamsul—'ali Amirul—bahri wal-barri”/wakil kepala Staf/Laksamana Muda Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1863 M, yaitu di zaman Sulthan Ibrahim Mansur Syah (1857 — 1870).
Setelah itu T.R. Muda Cut Lathif ditugaskan menempati/ mengawasi Markas besar di perbatasan Aceh dengan Sumatera Timur, yaitu "Markas Pulau Kampai", bersama dengan Tuanku Raja Itam - (adik Tuanku Hasyirn Banta Muda), pada akhir tahun 1863M itu.
Daerah tugasnya itu adalah meliputi : Tamiang, Teluk Aru, Besitang, Seruway, Langkat, Hamparan Perak, Serdang, Batu Bara, Asahan, Siak, dan lain-lain.
Adapun pulau kampai, adalah sebuah pelabuhan yang strategis yang dipersiapkan oleh panglima besar Tuanku Hasyim Banta Muda, untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan serangan dari penjajah Belanda ke Daerah Aceh.
Diantara negeri-negeri yang dalam pengawasan kerajaan Aceh adalah Kejeruan Pulau Kampai yang dikuasai/dipimpin oleh seorang panglima Aceh bernama Panglima Nya’ Hasan, yang diangkat oleh raja Tamiang. Kejeruan Pulau Kampai inilah yang penuh mendukung perjuangan dan pertahanan Aceh.
T.R. Muda Cut Lathif, tetap mendampingi panglima besar dalam membangun benteng-benteng/kubu-kubu pertahanan di Tanjung Pura, Gebang, Besitang, Bogak/ Tamiang, Pasir Putih, Manyak Pait, dan lain-lain.
Kubu Pertahanan Pulau Kampai dan sekitarnya di bawah pengawasan T.R. Muda Cut Lathif, merupakan pertahanan yang sangat tangguh/kokoh, sehingga wilayah Teluk Aru itu tidak berani didekati Belanda, karena dipukul mundur oleh peluru meriam pasukan Aceh di markas Pulau Kampai. Disamping itu, Raja Bentara Seruway yang ayahnya di bunuh Belanda dalam tahanannya, T. Chik Sungei Yu, Datuk Besitang dan lain-lain, sangat setia membantu perjuangan Aceh.
Diceritakan, bahwa Tuanku Hasyim Banta Muda, T.R. Muda Cut Lathif dan beberapa panglima lainnya, memiliki “ilmu ma’rifat pedil dan pedang”. Dengan ilmu ini sasaran tembakan dapat mengena tanpa perlu membidik; asal dapat dilihat maupun dapat didengar sasaran atau suaranya saja, meskipun tembakan diarahkan kejurusan lain. Mungkin keadaan yang aneh inilah dapat menakutkan dan menggagalkan Belanda mendekati/mendarat ke Pulau Kampai itu, jika pahlawan-pahlawan Aceh yang berilmu itu masih berada di sana.
Berhubung dengan usaha-usaha Belanda yang sangat lemah ekonominya waktu itu dapat merayu dan memberi harapan yang gemilang dimasa mendatang, maka sebagian besar dari Raja-raja di Sumatera Timur memberikan “konsensi tanah” kepada Belanda untuk pertanian tembakau, dengan perjanjian panjang/lama (lange verklaring).
Dengan ini, baik materiel maupun politik, merupakan suatu point untuk kemajuan Belanda dalam menghadapi pasukan Aceh. Lalu Belanda meniupkan berita palsu, bahwa dalam tempo yang sesingkat-singkatnya akan menyerang Aceh, dengan maksud agar Aceh sibuk menjaga/mempertahankan pantai yang terdekat dengan Ibu Kota Kerajaan Aceh, sehingga tidak sempat membantu daerah-daerah di Sumatera Timur , maka pada tanggal 17 September 1865, Belanda mendaratkan pasukannya di Kampung Rawa, dan pada tanggal 18 September 1865 besoknya dengan kapal perang “Bassoon” Mayoor Heemsker dan Resident Netscher, mendapat Tanjung Balai/Asahan yang telah dikosongkan karena perpindahan rakyat keluar dari daerah itu.
Kemudian Belanda melanjutkan penyerbuannya ke Benteng Pulau Kampai yang dalam pimpinan T.R. Muda Cut Lathif dan Tuanku Raja Itam; lalu benteng yang bersejarah itu jatuh ketangan musuh pada akhir tahun 1865 itu. Dan berturut-turut sesudah jatuh Asahan yang dipimpin oleh Sulthan Ahmad Syah (dari keturunan Sulthan Aceh), jatuhlah pula Panai, Bilah, Kota Pinang, Kualuh dan lain-lain.
Sesudah itu T.R. Muda Cut Lathif, panglima-panglima dan prajurit-prajurit kerajaan Aceh kembali keinduk pasukannya di Ibukota Banda Aceh Darussalam, kecuali sebagian prajurit-prajurit itu sesudah penaklukan Aceh oleh Belanda, kembali lagi ke pulau Kampai, sehingga keturunan mereka telah menjadi rakyat di Pulau itu yang sekarang telah berstatus Kecamatan.
Beberapa lama setelah itu, pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda mengumumkan perang kepada kerajaan Aceh Darussalam di Zaman Sulthan Mahmud Syah (1870 – 1874 M). maka T.R. Muda Cut Lathief segera pulangke Meureudu, menjumpai Tgk. Chik Dipante Geulima, untuk meningkatkan latihan militer yang terdiri dari siswa-siswa dayah tinggi Pante Geulima dan penduduk/rakyat disekitar Meureudu; lalu diberangkatkan ke Ibukota Banda Aceh Darussalam, pada pertengahan tahun 1873.
Atas perintah Panglima Besar Tuanku Hasyim Banta Muda, maka pasukan Tgk. Chik Dipante Geulima ditempatkan didaerah Krueng Daroy. Diantara panglima-panglima yang ikut pasukan ini adalah T. Bentara Peukan (Putra kandung T.R. Muda Cut Lathif, berusia 25 tahun), Panglima Perang Meureudu Pakeh, Panglima Muda Lila Teupin Raya dan lain-lain.
Pada tanggal 26 Desember 1873, terjadilah pertempuran sengit yang disebut: "Perang Lampoh Teubee" ditepi sungai Peunayong Banda Aceh, dimana hampir semua tentera Belanda tewas, diantaranya: Kapten P.F.T. LA Fors, Mayoor H.Y.V.Lith, Kapten L.F. Nix, Letnan P.D.W. Wilkens, Letnan C.C.T.J. Nirschman, Letnan J.K. Koot dan lain-lain.
Akibat kerugian besar ini, Belanda terpaksa mengosongkan kembali pertahanan Lambuk yang baru di duduki kemarinnya.
Diceritakan, bahwa batang—batang tebu yang keras itu sengaja di tanami oleh orang Aceh dalam bentuk barisan yang bengkok—bengkok dan bersimpang siur, padat dan rapat; untuk memancing supaya Be
landa datang ke sana secara bersembunyi dalam rumpun bambu dan prajurit-prajurit Aceh mengintipnya.
Setelah pengintip—pengintip itu mengetahui, bahwa pasukan terakhir Belanda telah selesai di daratkan ke sana lalu diperintahkan barisan api membakar perahu-perahu penyeberangan sungai yang digunakan mereka. Maka para Panglima dan prajurit—prajurit Aceh yang telah memiliki "ilmu ma'rifat bedil dan pedang", di-antaranya T. Bentara Peukan, Panglima Muda Lila, T. Paya, T. Cut Malem, T. Ibrahim dan lain—lain, keluar dari tempat persembunyiannya, mulai mencencang/menebas serdadu—serdadu Belanda itu, sehingga jatuh bertumbangan bersama—sama dengan rumpun tabu dan taurnya yang terpancung putus. Musuh tak mampu menembak dengan senapannya yang panjang di waktu itu.
Pada tahun 1879, Pusat Kerajaan Aceh dipindahkan ke "Keumala Dalam" Pidie. Maka Sulthan Mahmud Daud Syah (usia 10 tahun), T. Panglima Polem Muhammad Daud Syah, T.R. Muda Cut Lathif, Tuanku Raja Keumala (Tuanku Musa), Tgk. Chik Di Pante Geulima dan lain—lain, ikut pindah ke ibu kota Kerajaan Aceh yang ke—dua itu. Selama tinggal di sini Tuanku Raja Keumala pernah berguru pada Tgk. Chik Di Pante Geulima.
Dan sebelum itu, pada tahun 1878, Tgk. Chik Di Tiro Muhammad Saman telah membangun "Kuta Aneuk Galong" diwilayah 22 mukim. Pada tahun 1879, Panglima Polem Mahmud Cut Banta meninggal dunia di Lamsi (dimana Pusat Kerajaan di Keumala).
Pada tahun 1880, T.R. Muda Cut Lathif bersama dengan Tgk. Chik Di Pante Geulima membangun kuta/benteng—benteng pertahanan di sekitar Negeri Meureudu (Beuracan, seunong, Ulim dan lain—lain) dan ikut membantu pertahanan di Kuta Gle Batee Iliek Samalanga.
Tidak berapa lama setelah itu, berturut—turut diduduki Belanda; Pidie dan sekitarnya; akhirnya jatuh Meureudu; lalu Kuta Bue Teungeut (rumah/kubu pertahanan T.R. Muda Cut Lathif) dirampas bersama tanahnya mulai dari tepi sungai Meureudu di sebesebeTimur sampai ke rumah T. Chik Meureudu yang masih ada sampai sekarang di sebelah Barat.
Sesudah meninggal Tgk. Chik Di Tiro Muhammad Saman dan di kebumikan di Mureue Indrapuri tahun 1891, maka pada tahun 1896, berhijrahlah T.R. Muda Cut Lathif menuju ke kampung Teupin Mane pedalaman Negeri Bireuen untuk melanjutkan perjuangannya di sana sedangkan Tgk. Chik Di Pante Geulima, hijrah ke Samalanga, guna ikut serta dengan para 'Ulama dan pahlawan—pahlawan lainnya, untuk mempertahankan Kubu Pertahanan yang megah "Kuta Gle Batee - Iliek", hingga akhir hayatnya syahid pada tahun 1901. Dan satu tahun beliau berada di Teupin Mane, mangkat pula Panglima besar Tuanku Hasyim Banta Muda yang dimakamkan di Mesjid Padang Tiji tahun 1897.
Terakhir, setelah 37 tahun (1863 — 1900) dalam perjuangan di dalam dan di luar daerah Aceh, maka dalam suatu inspeksi kemeliteran menuju tanah Gaya, tiba—tiba sesudah menerima informasi bahwa Belanda akan mendarat di Bireuen beliau jatuh sakit berat; lalu berpulang ke—Rahmatillah dan dimaqamkan di 'Kampung Teupin Mane Bireun Kecamatan Jeumpa sekarang, pada tahun 1900.
(T.R. Muda Cut Lathif ini telah dimasukkan ke dalam "inventarisasi nama—nama pejuang di Aceh, Nomor 19" pada "Seminar Perjuangan Aceh sejak tahun 1873 sampai dengan Kemerdekaan Indonesia" di Medan, mulai tanggal 22 sampai dengan 25 Maret 1976).
Meureudu, 31 Juli 1988
Pencatat
( DR . YA'QUB 'ALI )
Catatan : Pencatat adalah cicit kandung
T.R. Muda Cut Lathif tersebut.
Sumber: Grup WA
Di era modern seperti sekarang ini, tidak banyak yang mengenal sosok seperti beliau. BAgus sekali @khairilafdhal 👍🏻
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by khairilafdhal from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.