Ruangan Aula Sultan Malikussaleh, Universitas Malikussaleh (Unimal) Desa Reuleut Timu, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara dipenuhi sekitar 300 peserta, Sabtu (23/12/2017). Mereka mahasiswa dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), guru dan staf di kampus itu.
Di luar gedung sesekali suara petir menggelegar, disertai angin dan hujan yang mengguyur semakin deras. Hari itu, mereka menggelar seminar nasional dengan mengusung tema Siapakah Guru Sesungguhnya?
“Terlalu banyak persoalan sistem pendidikan kita, mulai dari tidak konsisten kurikulum, hingga persoalan indikator penilaian semua mengacu standar nasional. Padahal, sarana dan prasaranan pendidikan tidak standar nasional di seluruh pelosok,” kata Walida, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Universitas Malikussaleh.
Pernyataan Walida ditimpali Dekan FKIP Unimal, Ferry Safriwardi. Dia menyebutkan perlu pembenahan rekrutmen guru di tanah air. “Selama ini, mahasiswa di FKIP itu mayoritas yang lulus pilihan kedua atau ketiga. Sedikit sekali yang memilih FKIP sebagai pilihan pertama dalam seleksi calon mahasiswa baru di tanah air,” katanya.
Untuk itu, dia bersama Forum Dekan FKIP se Indonesia meminta Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) agar merubah pola rekrutmen. “Misalnya dites minat dan bakat, kalau tak lulus tes ini bisa memilih jurusan lain. Jangan jurusan yang menciptakan calon guru,” terangnya.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Aceh Utara, Zulkarnaini, menyebutkan kabupaten itu memiliki 15.600 guru. Hanya 5.000 guru berstatus pegawai negeri sipil. Selebihnya berstatus kontrak dan bahkan honor dengan sebutan Lillahitaala. “Kontrak ini gajinya 300 ribu per bulan, yang honor Lillahitaala itu tergantung kebaikan kepala sekolah, tak ada gaji tetap. Kesejahteraan perlu dibenahi selain kompetensi guru,” sebutnya.
Dia menyebutkan, bagaimana mungkin guru bisa mengajar dan mendidik dengan baik generasi Indonesia jika kesejahteraan jauh dibawah upah minimum.
“Soal peningkatan kompetensi juga penting. Masalahnya, tidak semua daerah mampu menyiapkan dana untuk pelatihan kompetensi ini,” sebutnya.
Selain itu, amanah UU Sistem Pendidikan Nasional, yaitu 20 persen dana APBN/APBD untuk sektor pendidikan juga belum maksimal dilaksanakan. “Idealnya 20 persen dari nilai APBD itu tidak termasuk gaji guru. Selama ini, 20 persen itu termasuk gaji. Maka, sampailah 20 persen dari dana APBN/APBD untuk sektor pendidikan,” terangnya.
Diskusi forum itu terus berjalan. Mereka berharap guru sejahtera, profesional dan menghasilkan anak didik yang beretika. Mereka berharap sejahtera, berharap agar pendidikan Indonesia satu hari semaju negara Finlandia.
That miris menye ta ingat keu guru honor.
pedih jenderal