Nasib PMTOH: Dari Teungku Adnan Hingga Agus Nur Amal

in #indonesia7 years ago

PMTOH adalah salah satu seni teater tutur paling populer di Aceh pada era 1980-an hingga awal 1990-an. Namun, konflik Aceh kemudian mengubah segalanya. Tadinya para seniman bisa bebas melakukan pertunjukan pada malam hari, termasuk berkeling dari satu kampung ke kampung lain, selama konflik mereka harus berdiam diri di rumah. Kalau ingin melakukan pertunjukan seni mereka terpaksa melakukannya siang hari.

TgkAdnanPMTOH 2.jpg

Teungku Adnan PMTOH | Foto: Repro dari internet

Teungku Adnan PMTOH, salah satu seniman tutur yang oleh seorang arkeolog dari Amerika Serikat Profesor John Seger menyebutnya sebagai trobadur, termasuk yang harus banyak berdiam diri di rumah ketika konflik itu. Jumlah pertunjukannya tetap bisa dihitung dengan jari. Paling-paling, ia berpentas pada saat hajatan atau mengisi acara-acara seremonial.

Tapi tidak demikian dengan Agus Nur Amal. Alumni jurusan Teater Institut Kesenian Jakarta itu tetap bisa mementaskan PMTOH di mana saja di Jakarta. Tentu saja PMTOH yang dibawa Agus telah mengalami banyak perubahan dari PMTOH yang dibawa Teungku Adnan, tempat ia meuguree (berguru) dulu. Seperti diketahui, selama beberapa bulan Agus mengikuti ke mana pun Teungku Adnan pergi untuk berjualan obat atau berpentas.

Teungku Adnan menyajikan hikayat, terutama hikayat klasik Aceh seperti Hikayat Malem Diwa, Hikayat Gumbak Meuh, Hikayat Panglima Tibong, dengan gaya konvensional. Ia bermonolog membaca hikayat dengan irama atau rima yang tertib, dengan bantuan properti yang menyerupai aslinya. Misalnya, ia menembak menggunakan senapan yang terbuat dari kayu. Berkelahi menggunakan pedang dari kayu. Bahasa pengantaranya adalah bahasa Aceh.
Agus Nur Amal - foto Indonesian Film Center.jpg

Agus Nur Amal dan properti pentasnya.| Foto: Indonesian Film Center

Selain itu, dalam membaca hikayat, ia sambil duduk. Sejumlah orang, yakni anaknya duduk di bagian belakang, sebagai orang yang membantu menyiapkan properti untuk keperluan pentasnya. Teungku Adnan bisa menirukan beragam suara, termasuk suara senapan. Ia bisa mengubah warna vokal dan dialegnya sesuai dengan tuntutan cerita dalam hikayat itu. Kalau ia sedang melokonkan tokoh perempuan, maka suaranya pun akan segera berubah menjadi perempuan, termasuk penampilan dan propertinya.

Namun Agus melakukan sejumlah perubahan. Sebagai pengantar, ia menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, ia menggunakan properti sehari-hari, seperti sapu, gayung air, kantong kresek, dan benda-benda lain. Benda-benda itu bisa berubah-uban fungsi. Gayung bisa menjadi (menyimbolkan) pesawat, pada saat lain bisa berubah menjadi perahu. Begitu pula benda-benda lainnya. Kantung kresek misalnya bisa menjadi awan, namun pada saat lain bisa menjadi simbol lain lagi.

Dari sisi cerita, Agus tidak berangkat dari kisah hikayat klasik, tapi narasi yang diciptakannya sendiri. Misalnya Hikayat Fansuri Menjala Ikan. Ia membacanya seperti membaca hikayat, namun ia tidak terlalu mementingkan tertibnya rima dan diksi, tidak seperti pada hikayat klasik. Ia juga menyelipkan humor-humor atau narasi komedikal yang memancing orang untuk tertawa dan merasa akrab dengan pertunjukannya.

Dengan kata lain, properti yang digunakan Agus jauh lebih lebih sederhana dibandingkan properti Teungku Adnan. Teungku Adnan bisa berkali-kali berganti kostum selama pertunjukan. Agus tidak. Ia tetap memakai satu kostum, namun ia hanya berganti asesorisnya saja. Misalnya ketika ia menggambarkan tokoh anak kecil, ia tinggal memakai topi anak SD. Ketika berperan sebagai perempuan, ia cuma menyematkan selendang di kepalanya.

Agus memodifikasi semuanya. Ia membawakan hikayat tidak dalam posisi duduk sebagai mana Tengku Adnan, tapi ia bisa berjalan-jalan mengelilingi penonton. Bahkan, ia bisa mengajak penonton terlibat dalam cerita. Tidak hanya terlibat berada di luar panggung, dalam beberapa kasus, ia bisa mengajak penonton untuk ikut masuk ke panggung.

Sebenarnya, Teungku Adnan PMTOH juga belakangan tidak lagi hanya membawa hikayat-hikayat klasik. Ketika masa Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, ia diajak berkeling oleh sang Gubernur untuk membawa hikayat dengan sisipan pesan-pesan pembangunan. Bahkan, ia pernah terlibat mengisi sejumlah kampanye sebuah partai politik pada era gubernur itu.

agus nuramal 1.jpg

Pentas Agus Nur Amal | Foto: Internet

Sementara Agus Nuramal, karena ia berangkat dari narasi hikayat "baru", yang diciptakannya sendiri, ia pun kerap menyisipkan beragam pesan dalam penampilannya. Misalnya, pesan-pesan penanganan bencana, mencintai lingkungan, bahkan bisa menyisipkan pesan-pesan politik, seperti soal pemilu dan konflik di partai politik.

Meski berbeda, kedua orang ini berangkat dari hikayat yang dipopulerkan oleh satu nama: Mak Lapeh. Muhammad Yahya, nama lengkapnya, adalah seorang ulama di Manggeng, Aceh Selatan (kini masuk Kabupaten Aceh Barat Daya). Namun, ia lebih dikenal dengan nama Mak Lape. Dia-lah yang mempopulerkan Hikayat Dangdeuria.

Pertanyaannya: siapa kini yang masih merawat kesenian dangderia dan PMTOH dalam bentuk aslinya? Tentu saja ada yang kadang memainkan, tapi belum tampak ada yang konsiten menekuninya seperti halnya Teungku Adnan. **

MUSTAFA ISMAIL | @MUSISMAIL,
Menulis tesis S2 di Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
tentang PMTOH pada 2013.

Sort:  

Jadi ingat masa kecil, dulu tgk adnan sering tampil mengisi acara malam tujuhbelasan ditempat saya tinggal. Masih ingat sekali tutur kata dan gerak-gerik beliau diatas panggung membuat kami tertawa terpingkal-pingkal...
Terima kasih pak @musismail

Iya, saya juga sering menonton pentas Teungku Adnan ketika kecil. Saya menulis ini pun seperti bernostalgia dengan masa kecil. Kini sudah lama tidak melihat PMTOH seperti dimainkan Teungku Adnan. Ini mencemaskan -- jangan sampai kesenian ini hilang tanpa yang serius dan konsisten memainkan dan merawatnya.

Lahir dan besar di Taman Sari Banda Aceh membuat saya menikmati pertunjukan dua orang PMTOH jika pentas di depan rumah stau di Blang Padang.

Semoga seni bertutur Aceh ini ada yang melestarikan agar tidak lenyap ditelan masa.

ya bang. Kita punya pengalaman yang sama. Tgk Adnan PMTOH berpentas di mana-mana.

Semoga diberikan kesehatan buat bang Agus agar bisa terus menerus mengadakan pentas seni Aceh di Jakarta seperti kegiatan beberapa bulan lalu.

Amin. Agus adalah penerus PMTOH dalam ciri yang lain. Semoga Agus sejak kini juga melahirkan generasi baru untuk PMTOH versinya. Sementara untuk PMTOH asli versi Tgk Adnan hingga kini belum terlihat ada yang serius menekuninya. Semoga segera terlihat ada penerus.

Baru tau ni sejarah yg benarnya,,, trims pak mus udah berbagi,,,

Tesis yang keren bung Mus. Mari kita bacakan Alfatehah untuk Trobador Dunia, Tgk Adnan PMTOH sambil kita selalu rindukan cerita-cerita terbaru bang Agus, semoga kesenian Aceh terus berjaya dimanapun berada.

Seingat saya pmtoh sosok seniman tutur yang tak tergantikan sampai saat ini...beruntung aceh masih punya agus dan balia...