Assalamualaikum teman-teman, kali ini saya juga akan kembali mereview buku Acehnologi volume tiga, karya bapak Kamaruzzaman Bustamam Ahmad Ph.D namun kali ini yang ingin saya review adalah mengenai tradisi berguru di aceh. Pada bab 28.
Yang pertama sekali di kupas pada bab ini adalah mengapa apa yang di ajarkan dosen hilang dan tidak membekas seketika dosen keluar di kelas ? Memang sangat berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang yang belajar di pesantren, karena orang di pesantren lebih banyak menghabiskan waktu bersama guru, bahkan mereka menyerahkan kehidupan mereka kepada guru. Murid-murid juga selalu menyiapkan diri untuk mencerap ilmu . Saat guru akan berbagi ilmu yang mereka miliki. Dan murid di pesantren menghabiskan waktu mereka hampir 24 jam bersama guru mereka, sedangkan mahasiswa hanya 100 menit dalam satu minggu.
Pada bab ini lebih dilihat kepada bagaimana tradisi meugure atau berguru di aceh, dan tradisi meugure sudah menjadi nafas bagi rakyat aceh, bahkan orang-orang dianggap memiliki fungsi dalam masyarakat. Jika orang tersebut pernah berguru atau meugure kepada ulama atau guru baik di yayasan dan madrasah. Bahkan jika kita melihat pemimpin besar, tentu ada guru yang hebat di belakangnya yang selalu mengarahkan dan membagi ilmu dan hikmah, secara lahir hingga batin. Inilah menjadi bukti bahwa meugure menjadi begitu penting.
Tradisi meugure bahkan menjadi fondasi bagi kekuatan masyarakat aceh, di aceh pula ada istilah jak meudagang pergi berdagang, istilah ini digunakan untuk mencari ilmu, istilah untuk berdagang disebut meukat oleh orang aceh, dan juga tradisi, meukat disini hanya berlangsung satu hari dari seminggu. Maka tradisi ini disebut dengan istilah uroe ganto ata uroe peukan. Karena hanya berlangsung sehari. Rakyat aceh tidak membawa uang, mereka hanya membawa hasil tanaman dan ternak mereka untuk dijual agar dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Proses diatas disebut dengan hareukat. Dan istilah hareukat ini tidak boleh diaplikasikan secara berlebihan. Karena yang menjadi tujuan dari hareukat adalah bereukat atau barakah dalam bahasa arab. Dan jika hasil dagang yang didapatkan tidak sesuai aturan agama maka disebut dengan hana bereukat atau tidak berkah. Orang aceh juga melakukan shadaqah dan kenduri karena diyakini akan membawa berkah terhadap harta mereka.
Adanya tradisi meugure juga menjadikan suatu lembaga untuk mencari jejak spirit keacehan. Bagi masyarakat aceh, dayah adalah pusat dari ilmu pengetahuan, bahkan alumni dari pesantren juga mendirikan dayah di seluruh aceh, tradisi ini juga memperjelas bagaimana ilmu pengetahuan di kembangkan di aceh, sistem pendidikan dari dayah juga bertujuan menjadikan diri seorang kokoh, dan ini hanya terjadi di aceh, di luar aceh, bahkan orang-orang tidak terlalu besar minat akan belajar di pesantren, padahal seharusnya ilmu agamalah yang harus lebih ditekankan dalam kehidupan, dengan belajar di pesantren. Kenapa harus di pesantren, karena dari pesantren mampu menjadikan seseorang memiliki jiwa yang memiliki spirit.
Pada orang aceh, pola pikir meugure pada berdagang adalah sistem berpikir yang diajarkan oleh endatu orang aceh, seperti yang diajarkan kepada turunannya, bahwa hidup tidak hanya dengan mencari ilmu tetapi juga membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan seseorang yang sukses, bukanlah mereka yang mampu mewariskan harta yang melimpah, melainkan dia mampu mewarisi pengetahuan dan sistem berpikir pada generasi berikutnya. Dan semua itu bisa di dapatkan melalui tradisi meugure.
Masyaallah.. Alhamdulillah sekarang kita masih bisa bercengkrama dengan para ulama, ngak bisa di bayangkan jika islam jaman sekarang tanpa adanya peranan mereka..