http://sekilasinfoaceh.blogspot.com/2014/03/bahasa-aceh.html?m=1
Pagi semuanya,, melanjutkan pembahasan yang kemarin. Kali ini penulis buku Acehnologi akan berbicara seputar makna dan peran bahasa aceh dalam kehidupan masyarakat Aceh. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya bahasa Aceh masih terasa minim dari segi keeksistenannya. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan bahasa aceh tidak begitu banyak diminati oleh para pestudi bahasa. Di Aceh sendiri mempelajari bahasa aceh kiranya hanya sebatas sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar atau sekolah menengah, tidak dipelajari secara khusus dan berkelanjutan hingga Tingkat perguruan tinggi. Hal ini tentunya berbeda dengan bahasa bahasa lain yang ada di Nusantara, seperti adanya Sastra Melayu, Sastra Jawa, dan Sastra Sunda. Tentunya hal ini dirasa cukup mengkhawatirkan, pasalnya selain bahasa aceh sudah jarang digunakan sebagai bahasa pengantar, juga sudah sangat sedikit sekali Karya yang ditulis dalam bahasa aceh. Ini kemudian menyebabkan keberadaan bahasa aceh lebih dikenal sebagai bahasa rakyat ketimbang bahasa resmi protokoler. Sebagai perbandingan, di Aceh dalam setiap momen resmi maupun tidak, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Sementara di Jawa penggunaan bahasa jawa masih kita dengar, baik dalam acara resmi maupun tidak resmi. Bahasa kromo yang sangat tinggi makna dan falsafah nya, sering di perdengarkan ke publik dalam acara acara resmi di Jawa. Beberapa keluarga di Jawa, masih menggunakan bahasa ibu mereka dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia, sudah menjadi bahasa ibu bagi anak-anak di Aceh. Ini pula yang menyebabkan kekuatan daya tawar bahasa aceh tidak lagi memiliki dampak atau pengaruh yang cukup besar dalam tatanan berpikir orang aceh pada era modern ini.
Penulis kemudian menyatakan bahwa posisi bahasa dalam kajian antropologi merupakan bagian dari budaya dan identitas suatu komunitas atau etnik. Biasanya para pakar antropolog ketika ingin mendalami pikiran suatu masyarakat, mereka cenderung memulai dengan mamahami bahasa yang di gunakan dalam masyarakat tersebut. Proses ini, bukan semata untuk memahami pengaruh bahasa dalam kehidupan sosial , tetapi juga konsep-konsep dan simbol simbol yang digunakan oleh masyarakat tersebut. Jadi, tidak mungkin memahami pola pikir masyarakat , tanpa memahami bahasa terlebih dahulu. Di sini terlihat bahwa untuk mendapatkan world view masyarakat, seorang peneliti harus melakukan penelitian yang cukup mendalam.
Selanjutnya, penulis memaparkan asal usul bahasa yang dikategorikan ke dalam tiga teori besar. Pertama, aliran teologis yang menggagap manusia bisa berbahasa karna anugrah Tuhan dan pada mulanya Tuhan mengajarkan pada Adam, nenek moyang seluruh manusia. Kedua, aliran naturalis yang memandang bahwa kemampuan berbahasa merupakan bawaan alam, sebagaimana kemampuan untuk melihat, mendekati, maupun berjalan. Ketiga, aliran konvensionalis yang menyebutkan bahwa bahasa merupakan produk sosial. Kemudian dijelaskan pula bahwa fungsi bahasa adalah sebagai media untuk memberikan makna dari sekian tanda atau signs bahasa juga merupakan bagian dari komunikasi atau relasi sosial serta merupakan bagian dari ekspresi manusia.
Setelah menyampaikan beberapa uraian tentang pentingnya bahasa, kita diajak untuk membayangkan bagaimana nasib suatu kebudayaan dan peradaban jika mereka tidak lagi mempergunakan bahasa mereka baik secara formal maupun informal, karna faktanya fondasi kebudayaan dan peradaban adalah bahasa. Dengan kata lain,ketika bahasa aceh tidak lagi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakatnya, maka dapat dipastikan bahwa kebudayaan Aceh juga sirna walaupun tidak bisa dikatakan bahwa peradaban Aceh juga akan ikut menghilang.
Pada akhirnya penulis berupaya untuk membangkitkan kembali semangat berbahasa dan berbudaya Aceh dengan cara: pertama, perkenalkan kembali jati diri ke-Acehan pada generasi muda. Kedua, menjadikan bahasa Aceh sebagai bahasa kebudayaan di provinsi ini. Ketiga, meyakinkan masyarakat Aceh bahwa bahasa Aceh adalah bahasa endatu, dan generasi tempoe doeloe di Aceh telah berhasil menoreh sejarah peradaban yang sangat gemilang. Keempat, melakukan berbagai kajian mengenai bahasa Aceh secara khusus dan mendalam. Kelima, membuka dialog kebudayaan untuk memperhadapkan kekuatan filosofis bahasa Aceh dengan bahasa bahasa lain di dunia ini.