Mas Toto Raharjo, Kucing Tetangga yang Tak Mau Pulang

in #indonesia7 years ago

dimazz azza.jpg
sumber: dimaz azza

Setiap kali empat kucing kecilku menyantap makanannya, hampir selalu ada seekor kucing yang menyerobot makanan mereka. Kucing itu bernama Toto, kucing jantan tetangga berusia sekitar enam bulan. Aku pernah sangat kesal kepada Toto sampai-sampai aku meletakkannya di atas pohon belakang rumahku, yang ketinggiannya kurang lebih dua meter. Bagi ukuran kucing, kukira ukuran pohon karet yang terletak di tepi kolam itu lumayan tinggi. Jika saja Toto tak hati-hati menuruni pohon itu, ia bisa saja terjerembap ke dalam kolam yang dalamnya selutut orang dewasa. Toto pernah nekat dan hendak melompat. Naas, badannya tertinggal setengah di dalam kolam.

Hampir beberapa bulan lamanya aku seringkali mengusir Toto, tapi Toto tak hendak pergi. Kupikir lamanya sudah hampir dua bulan. Meski sudah kuhukum berkai-kali, Toto akan tetap tidur-tiduran di atas keset kaki ruang tengah. Tempat itu memang merupakan tempat favoritnya. Tapi mengapa ia tak mau pergi sementara aku seringkali menghukumnya? Kupikir karena di rumah ada snack kucing yang selalu ia incar.

Suamiku juga sangat geram terhadap Toto. Sudah bosan kami seperti orang gila yang marah-marah kepada binatang. Bila tertangkap basah si Toto sedang menyerobot makanan kucing-kucing kecil, suamiku pasti akan mengejarnya. Toto lari tunggang langgang. Namun beberapa jam setelah itu, seolah tak bersalah, Toto tampak telah merebahkan tubuhnya kembali di atas keset kaki di ruang tengah. Meski begitu, bila malam tiba, Toto biasanya mengendap-endap ke dapur guna mencuri, tapi ia tak hendak tidur di rumah setelah kenyang.

toto1.jpg
sumber: dokumen pribadi (Toto sedang bermain)

Suatu hari, aku menyadari tindakanku bahwa selama ini aku telah salah memperlakukan Toto. Mungkin ia sangat ingin tinggal bersama kami. Aku pun mencari tahu keberadaan keluarganya. Toto ternyata adalah anak bungsu dan memiliki tiga saudara, yang memiliki warna bulu sangat berbeda dengannya. Toto berbulu putih abu-abu hitam, sementara tiga saudara lainnya dominan berbulu kekuningan. Di rumah asalnya, ia bukannya tak diberi makan.

Aku tak tahu apa alasan jelasnya ia seringkali ke rumah kami. Aku hanya berpikir barangkali Toto sangat kelaparan. Tiba-tiba saja aku merasa berdosa. Aku mulai menyalahkan diri sendiri. Selama ini, aku sudah menganggap empat kucing kecilku adalah keluarga. Kupikir jika Toto adalah kucing tetangga yang kelaparan, meski ia suka mencuri makanan kucing-kucing kecilku, dan aku mengetahui ia kelaparan namun kuabaikan, aku adalah seseorang yang sungguh konyol. Atau mungkin bisa kukatakan aku adalah seorang binatang yang bersembunyi di tubuh manusia.

“Jika tetanggamu kelaparan, apa kamu tega membiarkannya demikian? Jika kau tak memberinya makan, ia akan kelaparan terus-menerus dan bisa saja ia menjadi lemah dan mati. Jika demikan, tentu saja kau yang akan menanggung kutukannya nanti,” ucapku kepada diri sendiri. Aku kemudian merenung kembali. Kata-kata itu berseliweran dalam kepala hingga terbawa tidur.

“Jika kucing tetanggamu lapar itu sama artinya bahwa tetanggamu sedang kelaparan. Apa kau tega membiarkan tetanggamu kelaparan? Kau sungguh bukan manusia.” Aku membuka mata dan melirik ke arah jam weker di sebelahku. Ternyata hanya mimpi dini hari. Aku melanjutkan tidur.

Rasanya aneh, entah bagaimana ceritanya, hari itu jadwal makan pagi keempat kucingku. Hampir setiap pagi, Toto pasti datang. Bila pintu belum kubuka, ia pasti akan mengeong dan mencakar-cakar pintu sebagai kode. Ternyata bunyi kuku yang melekat di pintu kayu sudah terdengar berulang-ulang, ditambah pula dengan suara meongnya yang khas. Kubukakan pintu, Toto menciumi kakiku, lalu kuajak ia menuju dapur. Aku menahan tubuhnya agar tak mencuri makanan kucing kecil.

Setelah kucing-kucing kecil selesai makan dan banyak sisa makanannya, kulepaskan tubuh Toto. Ia pun melahap dengan cepat. Bila makanan itu habis kutambah kembali. Dalam sehari, Toto selalu datang tiga kali, tepat di jam makan kucing kecilku. Bila aku tak memberinya makan, ia akan tiduran di antara pintu penghubung ruang tamu dan dapur. Kini, usai makan pun ia masih melakukannya.

Aku selalu memegangi tubuhnya dengan erat. Lalu kulepaskan tubuhnya menuju sisa makanan. Saat akhir pekan dan suamiku libur dari kampus, ia melihatku membiarkan Toto memakan makanan kucing-kucing kami. Suamiku marah besar dan hendak mengejar Toto. Toto yang ketakutan dan bersiap mengeluarkan kekuatannya untuk menyelamatkan diri, lantas kutangkap dan kuselamatkan. Kami beradu mulut. Suamiku yang sangat sayang dengan empat kucing kecilnya tentu saja meradang melihat Toto.

“Jika tetanggamu lapar, apa kau akan membiarkannya kelaparan?” tanyaku.

Suamiku tiba-tiba menjawab, “Mi, Toto ini seekor kucing. Dia bukan tetangga kita. Dia adalah kucing tetangga kita yang sering mencuri makanan anak-anak.”

Satu minggu lebih, aku memberi makan Toto tanpa sepengetahuan suamiku. Beberapa kali ketahuan dan suamiku marah-marah. Hingga pada puncaknya malam itu, entah kenapa aku tiba-tiba seperti kerasukan jin.

“Jika tetanggamu mati akibat kelaparan dan kau mengetahuinya namun tak mau menolongnya, apa kau layak kusebut sebagai manusia?” Jika kau menganggap empat kucing kecil ini adalah keluargamu, mengapa Toto yang kucing tetangga tak kauanggap sebagai tetanggamu sendiri?” tanyaku serius dengan suara parau. Bayangan wajah suamiku seperti sedang berkaca di mataku. Kuku-kuku kaki Toto yang tajam sudah mencengkeram dadaku. Ia masih menggantung ketakutan di bahuku.

pixabay.jpg
sumber: pixabay

“Baiklah, Toto boleh makan di sini asal ia tak mengganggu empat kucing ini,” jawabnya. Alhamdulillah, akhirnya ia sadar juga. Semenjak itu, aku mengajari Toto agar makan setelah empat kucing kecil selesai. Kami pun membiarkannya tinggal di rumah. Toto sudah semakin akrab dengan empat kucing kecil. Karena tidak tega, aku memberinya tempat makan khusus agar mereka berbarengan menyantap makanan. Sekarang, bila suamiku mencampur makanan basah ke dalam nasi untuk kucing kecil, sisa makanan basah yang tertinggal di tangannya selalu dijilati Toto. Setelah itu, baru ia akan memakan snacknya. Mereka sudah akrab sejak Januari silam.

“Kucing ini sebaiknya namanya ditambah saja menjadi Toto Raharjo,” kata suamiku suatu malam di ruang tengah sambil mengelus-elus Toto.

“Loh, bukannya Raharjo itu nama teman kuliahmu?” tanyaku sembari tertawa. Lalu suamiku memanggilnya “Mas Toto”. Kupikir dia sungguh konyol. Kucing ini kan tidak memiliki suku. Mentang-mentang ia orang Jawa, lalu identitas Toto berubah sepertinya.

Sekarang, Toto hampir tak pernah pulang ke rumah asalnya. Dua kali ia pernah mencuri ayam gorengku, tapi ia mendapatkan hukuman serius dari suamiku, yakni mencelupkan kepalanya ke dalam air beberapa detik. Hukuman itu memang sungguh kejam, namun setelah itu aku pernah menguji Toto. Kuletakkan satu ayam goreng di samping kompor gas. Toto tahu bahwa ayam itu ada di sana, tapi ia tak hendak mencurinya. Toto sungguh kucing yang pintar. Toto mungkin sudah kapok mencuri, namun ayam itu kemudian dicuri empat kurcil kesayangan suamiku. Ia malah mendiamkannya tanpa memberi hukuman sedikit pun. “Uh, dunia ini sungguh tidak adil,” pikirku.

Toto sugguh tak mau pulang. Pernah beberapa kali pemiliknya mendatangi rumah kami dan mengambilnya. Aku yang setengah nyesek hanya bisa menatapnya dari jauh. Namun dalam hitungan jam, Toto kembali lagi. Alangkah senangnya hatiku. Bisa jadi karena empat kurcil-kurcil ini bulunya sama dengan warna bulu Toto. Atau juga ia merasa nyaman tinggal bersama kami. Aku cuma membatin mungkin saja kucing tahu bau manusia yang memelihara kucing. Mas Toto Raharjo sekarang sudah menjadi salah satu kucing kesayangan. Kukatakan pada suamiku bahwa ada dua penyair yang bernama Toto: Toto Sudarto Bachtiar dan Toto S Radik.

“Sssssssssttt, jangan kencang-kencang, nanti ada yang tahu bahwa sesungguhnya Mas Toto ini calon penyair di dunia perkucingan,” ucapnya. Aku terpingkal-pingkal.

Setelah Toto, sekarang aku sedang menghadapi dua kucing tetangga, yang juga kelaparan. Namanya Coco dan Telon. Mereka tak lain adalah saudara Toto. Apa mungkin Toto memberi tahu saudaranya bahwa di rumah kami ada makanan kucing yang bisa dicuri? Sayangnya, dua kucing ini masih memusuhi empat kurcil kesayangan suamiku. Sementara Toto, ia sudah sangat akrab dengan empat kucing ini.

toto.jpg
sumber: dokumen pribadi (Toto dan empat kucing kecil kami: Si kembar Mal Mul, Momon, dan Macan))

Kami sering membiarkan Coco dan Telon mencuri makanan. Bahkan terkadang, kami sengaja melatakkan makanan untuk mereka curi. Setelah itu, kami akan mengusirnya pergi.

Sort:  

kucing yang sangat manis.; )
sudah saya upvote.

Makasih😝😝

ceritanya menarik. asli. beda tipis ama kucing ada di rumah kami. tak ada nama dan tak mencuri. heeeee.
kisah Toto yang mensteemit.
keren @puanswarnabhumi . di tunggu cerita menarik lainnya.

Hihi mksih😍😍

Sebuah cerita yang lumayan panjang, dan aku lahap sampai tuntas! Suka dengan kisah ini!

Aku juga penyayang kucing, Mba. Sygnya sejak di Bandung, ibuku tak ingin lagi ada kucing atau binatang apa pun di rumah kami.

Padahal dulu di Aceh, sblm tsunami, ada 11 ekor kucing yang bersama kami.

Salam untuk Mas Toto Raharjo dan 4 krucil ya, Mba. Pasti mrk menggemaskan ya? 😊

Hihihi makasih Mbak Syantik😘😘😘

Aku juga punya kucing 2 ekor, Golden dan Richy. Sisa makanannya sering dihabiskan kucing liar, kubiarkan saja.
https://steemit.com/funny/@ngartof/zz01icg8

Asyik nanti aku datangi😜😜

Inspirasi menulis bisa datang dari apa saja, termasuk kucing.......

Benar pak. Makasih😸😸😸😸

Asik ceritanya. Mengingatkan pada 'Irving Delight' Art Buchwald 👍

anakku juga senang banget sama kucing. kadang kucing yang nyasar -- boleh jadi "dibuang" oleh empunya -- suka dia ambil dan dikasih makan.

Sungguh anak yang mulia😄

Salam untuk Toto, Coco dan Telon. Semoga bisa segera menulis petualangan mereka. Hehehe

OMG..! Diksimu jeng! Cool deh! Uenak tenan baca ne....salam sukses ya...keep fighting.

Makasih kapten