Perempuan Paruh Baya dan Uang Receh

in #indonesia7 years ago

koin.jpg
sumber: viva.co.id

Kisah yang akan kutuliskan ini berkenaan dengan dua perempuan. Pertama, kisah ini kualami sekitar lima tahun silam bersama sahabat karib, Niro Nhya Arsihena atau yang akrab kusapa Niroto. Sekarang, Niroto sudah pindah ke Bekasi dan kami sudah jarang bertemu. Kedua, perempuan tua dalam tokoh yang akan kuceritakan ini membuat kami menemukan rumus kebahagiaan. Bahwa kunci untuk berbahagia adalah dengan berbagi kebahagiaan kepada orang lain.

Niroto adalah sahabatku di kantor, ia pengajar MTK alumnus UNY. Karena parasnya yang menawan dan sangat peduli akan penampilan, banyak siswa laki-laki yang sangat senang belajar dengannya. Sebagai pengajar bimbel, kami sangat dekat dengan siswa sebab peran kami di kelas bukan hanya sebagai guru, melainkan sebagai teman belajar sekaligus pendidik. Maka siswa laki-laki yang sering menggodai kami di kelas seringkali mengajak kami nongkrong bareng, terkadang juga nonton bioskop bareng. Kami merasa kembali muda bila nongkrong dengan anak SMA.

aku niro 2.jpg
sumber: dokumen pribadi (Niro dan aku di rumah siswa dahulu kala)

Minggu siang itu Niro mengajakku jalan ke toko pakaian Mitra. Untuk membuang penat di bulan Ramadhan, aku pun menyetujuinya. Selain menemani Niroto, aku juga bisa cuci mata, siapa tahu aku menemukan pakaian unik yang cocok untukku. Namun aku tak membawa uang banyak, isi dompetku hanya Rp60.000,00.

Biasanya kalau ada pakaian yang kutaksir dan harganya melebihi uang di dompet, aku akan membayarnya dengan kartu debit. Untuk membeli barang yang terkadang harganya di luar prediksi, aku lebih memilih membayar dengan debit, sebab uangnya tak kelihatan dan takkan membuat sedih bila mengeluarkan banyak. Paling-paling efeknya hanya menyesal sebentar. Toh, bulan depan bisa belanja lagi.

Kami naik ke lantai dua dan memilih-milih pakaian. Aku memisahkan diri dari Niroto untuk mencari di deretan sebelah. Tak sengaja, mataku langsung tertuju pada seorang perempuan paruh baya berpakaian robek dan lusuh dayang sedang memunguti uang receh di dekat tangga eskalator. Aku semakin penasaran dengan perempuan itu. Di toko pakaian tersebut sangat jarang kutemukan perempuan dengan penampilan demikian. Kupandangi ibu-ibu itu dari kejauhan. Ia terisak sambil memunguti uang receh untuk ia letakkan di genggamannya. Sesekali tangannya berpindah ke matanya, seperti hendak menyeka air matanya.

Dalam hati aku bertanya-tanya, apa yang sedang dialami ibu itu? Setelah uang itu ia genggam penuh, ia lalu mengambil sebuah pakaian anak-anak sembari menghitung lagi uang recehnya. Aku sudah tidak tahu Niroto ada di mana. Kupandangi ibu itu lamat-lamat diam-diam. Perempuan itu tiba-tiba menitikkan air mata. Aku pun kebingungan sambil menduga-duga yang sedang dialami ibu itu. Apa barangkali uang perempuan itu tidak cukup untuk membayar pakaian yang hendak dibelinya tadi?

Aku mencari Niroto dan menceritakan perempuan itu. Kuajak Niroto mengamati perempuan itu dari kejauhan. Ia masih menangis sembari menghitung recehnya, lalu mengembalikan pakaian anak yang tadi ia pegang dan kembali ke dekat tangga eskalator. Rambut pendeknya yang tak terawat dan sendal jepit di kakinya seperti sedang merasakan kesedihan yang turut ia rasakan.

“Sepertinya ibu-ibu itu ingin membeli pakaian, Rini, tetapi uangnya tidak cukup. Menurutmu apa yang hendak kita lakukan?” tanya Niroto.

“Sedari tadi aku sudah menahan air mataku untuk tidak jatuh. Aku ingin memberikan uangku kepadanya agar ia bisa menebus pakaian itu,” ucapku.

“Berapa uang yang ingin kauberikan? Aku juga mau menyumbang untuknya,” jawab Niro. Aku sontak kaget mendengar ucapan Niroto.

“Aku cuma punya uang segini,” kukeluarkan uang berwarna biru dari kantongku dan kusisakan sepuluh ribu rupiah di kantongku.

“Baiklah, aku juga akan memberikan uang yang sama untuk ibu itu,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Niroto, sekarang sedang tanggal tua. Kalau kau beri uangmu, berarti kau tidak jadi membeli pakaian. Semalam katamu, uangmu masih tersisa seratus ribu dan kau hendak mencari pakaian seharga itu,”ucapku.

“Rini, kita kan sebentar lagi gajian. Barangkali uang ini memang rejeki perempuan itu. Lagipula aku masih bisa membeli pakaian bulan depan, kau juga semalam bilang ingin membeli pakaian,” katanya.

“Eeeeh, anu, aku juga bisa membelinya bulan depan. Uang ini aku titip padamu yah. Bilang saja uang ini darimu, jangan katakan separuhnya berasal dariku,” ucapku.

“Loh, kenapa? Aku tidak mau berbohong,” kata Niro ragu sambil mengambil uangku.

“Sudah, aku minta tolong padamu kalau uang ini kau berikan saja pada ibu itu, aku tunggu dari sini yah!” ucapku.
Niro menuju perempuan paruh baya itu dan memberikan dua lembar uang berwarna biru. Tiba-tiba wajah ibu itu sumringah. Aku bisa melihat bibirnya melengkung dari kejauhan. Tiba-tiba Niroto menujuku, sementara perempuan paruh baya itu menuju kasir untuk menebus beberapa potong pakaian.

“Niroto, ayo kita pulang!” ajakku. Niro mengangguk tanda setuju. Di perjalanan, Niroto bercerita kalau ibu itu sudah lama menabung untuk membelikan baju lebaran anaknya, tetapi uangnya tidak cukup. Makanya ia menangis karena merasa tak layak menjadi seorang ibu.

marie paugan.jpg
sumber: Marie Paugan

“Ia berkali-kali mengucapkan terima kasih padaku, padahal seharusnya, ucapan itu juga ditujukan untukmu,” kata Niro.

“Aku sudah mewakilkannya padamu,” ucapku sambil memboncengnya. Lalu kami menceritakan hal-hal yang membuat kami bergembira.

Kata Niroto meski uang kami tidak banyak, di mata perempuan paruh baya itu, nilai uang kami sangat banyak. Kami tidak merasa menyesal sudah memberikan sebagian uang kami. Justru kami bergembira atas itu.

“Cara membahagiakan diri sendiri itu sederhana, cukup berbagi kebahagiaan kepada orang lain,” ucap Niroto. Hari itu aku belajar banyak dari Niroto dan setelah mengingat-ingat kisah ini, aku tiba-tiba kangen Niroto.

Sort:  

Sedekah dapat menepis segala macam marabahaya... Ternyata konsep kebahagiaan sangatlah sederhana walaupun dengan keterbatasan uang tapi masih saling berbagi adalah kebahagiaan tersendiri....

Iya pak🐸🐸

inilah benang merah (utama) tulisan ini:

kunci untuk berbahagia adalah dengan berbagi kebahagiaan kepada orang lain.

Terenyuh juga bacanya. Semoga tulisan ini memberi inspirasi pembacanya untuk bisa berbagi kepada sesama makhluk.....

Hihi..inshaa allah😝😝

Cerita yang menyentuh. Jadi pengen nangis. 😢

Waduh jangan nangis, aku nggak punya tisu bang. 😝😝😝😝

Kisah yg humanis dan mengharukan.

Trims Pak Ahmadun🙏🙏

Uang receh
Kau bulat
Terbuat dari logam

Uang receh
Suara beradu
Nyaring pertanda banyak

Uang receh
Penyelamat mobil berbelok
Pembantu menyelesaikan masalah

Puisi yg manisss😍

Buat dalam bhs inggris cerita ini, nanti buat tag sndbox-aplha, atau kirim ke wa saya ya...

Beneran ya bang bahasa inggrisku masih ngawur bang, nanti aku coba. Makasih bang arbi yg baik🙏🙏

hidup itu seperti uang logam
meski satu bentuk krhidupan namun berbeda nasib setiap sisinya