Mengingat bahwa al-Qur'an hadir mengambil posisi kitab suci yang terakhir memberikan bahwa kehadiran kitab-kitab suci sebelumnya tidak bisa lagi bisa diharapkan fungsi dan perannya untuk menjadi hidayah dan dan pembimbing bagi umat manusia. Sebagaimana kehadiran injil setelah zabur dan zabur setelah taurat. Bila kitab-kitab suci sebelumnya masih berlaku dan berfungsi secara efektif, maka apa gunanya Allah menurunkan kita suci lagi. Itu akan sia-sia. Allah Maha Suci dari segala bentuk kesia-siaan.
Kehadiran kitab suci baru yang teruji kualifikasinya dan benar-benar dipercaya datang dari Allah sebagai wahyu menegaskan dugaan kuat adanya masalab pada kitab-kitab sebelumnya, bukan pada subtansi makna, nilai dan ajaran kitab itu sendiri tetapi pada ulah manusia dan kepentingannya yang ikut ambil bagian didalmnya, hingga terjadi perubahan. Atau setidaknya kandungan nilai yang terdapat di dalam kitab tersebut tidak lagi mampu mengadaptasi kepada keseluruhan problem hidup manusia, mengingat kitab-kitab terdahulu diperuntukkan bagi komunitas terbatas dan tidak universal.
Kelahiran kitab suci baru yang dilatari alasan karena telah tercemarnya kita-kitab suci sebelumnya mendapati alasannya yang logis dan faktual. Asumsi ini mendapatkan kebenarannya pada kenyataan sulitnya menemukan keaslian kitab-kitab suci sebelum al-Qur'an yang secara otomatis muatan yang dibawanya tidak akan mampu mengakomodasi nilai-nilai kebenaran dalam menghadapi problem sejarah yang senantiasa melaju dalam perkembangan dengan pesat.
Maka menjadi pasti bahwa kehadiran al-Qur'an adalah perlu, penting dan dibutuhkan untuk meneruskan, menyempurnakan sekaligus mengoreksi kitab-kitab suci sebelumnya. Hal ini sangat beralasan mengingat :
Pertama, Al-Qur'an adalah kitab suci yang secara historia membuktikan keasliannya. Proses turunya al-Qur'an sebagaimana disebutkan di atas adalah melalui proses pencatatan secara teliti didukung oleh hafalan para sahabat Rasulullah Muhammad yang kemudian dilakukan upaya pengumpulan yang diawali oleh Abu Bakar dan dibukukan secara benar dan hati-hati oleh Usman bin Affan menjadi mushaf telah memberi jaminan keasliannya. Otentisitas yang tidak dilaragukan secara ilmiah ini memberi kelayakan al-Qur'an untuk menjadi standar kebenaran dalam melihat dan mengukur kbenaran kitab-kitab lainnya termasuk Al-Kitab. Otentik dalam pengertian tidak terjadi perubahan akibat dari kepentingan manusia atau pemeluk-pemeluk agama itu. Lalu bagaimana dengan Kitab Taurat, Zabur dan Injil sekarang? Apakah kitab-kitab itu masih otentik? Kalau begitu, apa ukuran-ukuran untuk menaruh sebuah kitab suci pada level otentik? Bagaimana Al-Qur'an berperan dalam memberikan nilai untuk sebuah otentisitas? Pertanyan-petanyaan ini penting berkaitan dengan arah kemana iman seorang muslim kepada kitab-kitab itu ditujukan. Iman adalah kesejatian bagi suatu keyakinan, maka ia harus mendapatkan obyek yang sejati pula. Kitab-kitab suci adalah obyek bagi peluru iman, maka ia harus benar sehingga iman seseorang itu juga menjadi benar. Masalah keotentikan Al-Kitab akan dikaji lebih luas dalam pembahasan bab berikutnya.
Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq