Cerita di Kapal Fery dari Pulau Banyak menuju Singkel

in #indonesia7 years ago

Kapal berangkat hampir jam tiga sore. Entah apa yang mereka tunggu, yang jelas kapal sesak oleh wisatawan yang membludak yang sepertinya datang dari Medan. Cara bertutur bahasa Indonesia mereka agak berdengung, seperti mereka mengeluarkan suara dari hidung, namun agak kasar. Yah. jelas mereka orang Medan yang terpapar logat iklan televisi yang didominasi oleh gaya bahasa orang Bandung yang lebih "nyunda" yang dihiasi imbuhan "oh," "oh," "ho," "oh" atau orang Jakarta yang lebih 'ammiyah (anak gaul) dengan "loe," "gue"nya. Aku duduk sendiri dengan memboking dua bangku di bagian pinggir. Satu bangku ku pakai untuk meletakkan kue bolue buatan adikku satu bangku untuk kududuki sendiri. Sedangkan bangku sebelahku diisi oleh seorang ibu dan anaknya. Aku tidak bisa mengelak karena memang kapal sedang padat dan penuh dengan penumpang.

Ibu itu hanya mengenakan kaos tang top atau singlet, dengan memamerkan kulit yang putih mulus dengan tubuh kurus dan ramping. Sedangkan anak perempuannya terlihat sangat aktif melompat naik turun kursi, sampai-sampai kue bolue yang kuletakkan sebagai pembatas antara aku dan ibunya, hampir terinjak olehnya. Aku tidak mencoba basa-basi dengan ibu muda tersebut, lantaran aku yakin hanya akan membuat dia risih. Kebetulan ketika itu, aku hanya mengenakan celana jeans sobek, kaos merah dan topi, mirip gembel, atau backpacker kehabisan ongkos.

Lagi pula aku tidak mau mengambil resiko "dicurigai," gara-gara pdkt sama tante. Dengan tampilanku yang semi-gembel, orang-orang kampung yang ada di kapal, banyak yang mengenalku, yang artinya mereka juga mengenal bapakku.

Untuk menghilangkan jenuh, aku menapafukuri leptop, membaca atau menulis, seperti yang biasa kulakukan mengisi waktu kosong. Ya. Sejak leptop diturunkan oleh Tuhan ke muka bumi, plus hape androit, rasanya aku jarang mengalami kebosanan. Benda sederhana tersebut telah menemani hari-hari sepiku selama bertahun-tahun. Aku bisa menonton, membuka file-file photo, mendengarkan musik atau rekaman-rekaman kajian ilmiah dari leptop. Aku juga bisa membaca buku-buku pdf yang belum sempat aku beli edisi fisiknya dan meresume bagian-bagian yang aku anggap penting. Aku bisa menulis apa saja di leptop ini.

20180401_172326.jpg

Dulu, aku suka mengedit photo. Tapi kini, sepertinya aku tidak bisa lagi. Karena mengedit photo memerlukan kejelian, kesabaran dan waktu yang lama.

Sebuah perjalanan panjang dari Kepulauan Banyak menuju Singkel yang ditempuh sekitar 4 sampai 5 jam. Ya. Orang tuaku memang tinggal di Pulau Banyak. Sudah hampir 20 tahun kami disana. Tepatnya ketika aku menginjak kelas 4 SD. Sebelumnya kami tinggal di Teluk Ambon, sebuah kampong di pinggir sungai Singkel yang sekarang ditinggal penduduknya setelah dua tahap eksodus. Eksodus pertama pada tahun 2003-2004 ketika kampung itu kedatangan kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Ketika itu setengah dari penduduk Teluk Ambon mengungsi dan kemudian menetap di kampung-kampung diseputaran kota Singkel seperti kampung Suka Makmur, Siti Ambia dan Pulo Sarok.

Eksodus kedua dan menandai berakhirnya eksitensi Teluk Ambon adalah pada tahun 2004-2005 ketika terjadi gempa maha dahsyat di Singkel yang membuat ketinggian tanah turun sedalam lebih dari satu meter. Sisa setengah penduduk kemudian mengungsi. Terakhir, penduduk dimasukkan dalam bagian BRR yaitu program pemerintah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias pasca Tsunami yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Maka dibuat kampung-kampung untuk menjadi lokasi baru bagi penduduk sepanjang aliran sungai seperti Teluk Ambon, Kuta Simboling dan Rantau Gedang.

20180401_165220.jpg

Adapun kedua orang tuaku, mereka memang sudah pindah ke Pulau Banyak sejak tahun 1996.
Meski demikian kami sekeluarga -kecuali bapakku- selalu belum mampu untuk menjadi warga Pulau Banyak seutuhnya.

Sort:  

Mantap bro. Jangan berhenti lagi, takat terus😁😁😁

Mohon dukungannya pak bro... jangan sampai hendaknya menyingkil menjadi menyingkir he he

Boleh kah aku numpang ketawa? Wkwkwkwkwk

silahkan komandan... selagi tawa belum dilarang...

saya suka baca cerita traveling, boleh lah lain kali di kupas lagi, minta terus dukungan dari djamidjalal

saya suka baca cerita traveling, boleh lah lain kali di kupas lagi, minta terus dukungan dari djamidjalal

saya suka baca cerita traveling, boleh lah lain kali di kupas lagi, minta terus dukungan dari djamidjalal

terimakasih bang ,,,, sya juga suka cerita traveling,,, sekarang saya lagi dibimbing sama djamidjalal