Reuni Mini di Warung Kopi
Buka bersama kali ini sangat berkesan bagi saya pribadi. Soalnya, bukber ini saya hadiri bersama teman-teman alumni SMUN 1 Gresik 2001 (Smunsa). Sejak lulus dari sekolah, kami belum pernah berkumpul lagi secara massal, 17 tahun lamanya! Itulah yang membuat bukber ini menjadi terasa semakin spesial.
Sebelumnya, tepatnya pada akhir bulan April lalu, ada salah seorang kawan yang berinisiatif membuat grup Whatsapp Alumni Smunsa Gresik 2001. Hanya dalam kurun waktu seminggu, separuh dari jumlah alumni Smunsa Gresik 2001 bergabung. Separuh dari separuh lainnya bergabung belakangan, dan separuh dari separuh yang tadi entah di mana rimbanya.
Melalui grup WA, sebagian member cowok yang sudah berada Kota Pudak (julukan Gresik), bersepakat untuk melepas rindu sekaligus buka bersama. Bagi yang masih di tanah perantauan, akan dijadwalkan kembali agenda ketemuan setelah Hari Raya Idul Fitri.
Tempat yang disepakati adalah Kopi Kelir, sebuah warung kopi semimodern pada Kamis (07/6/2018) jam lima sore. Kopi Kelir dipilih karena tempatnya yang berada di tengah kota. Jadi, yang tempat tinggalnya kebetulan berada di pinggiran, tak perlu jauh-jauh ke belahan pinggiran lainnya. Selain itu, Kopi Kelir tempatnya juga luas.
FYI, Gresik, walaupun menyandang predikat sebagai Kota Santri (julukan lain), adalah surga dunia warung kopi. Bahkan, kota ini dijuluki Negeri 1001 Warung Kopi. Padahal, data resmi yang dirilis pada tahun 2017 oleh Pemerintah Kabupaten Gresik, adalah berjumlah 4.700 warung kopi. Mestinya, julukan itu diubah saja jadi Negeri 4.700 Warung Kopi.
Sebetulnya, Kopi Kelir ini lebih tepat disebut kafe. Tapi, orang Gresik tak suka kafe. Karena, penyebutan kafe itu 'haram' hukumnya bagi orang Gresik. Jadi, kalau mau punya usaha kafe di Gresik, sebaiknya ditulis besar-besar 'warung kopi' atau tak laku.
Selain itu, sejatinya orang Gresik itu tidak benar-benar gemar minum kopi. Kami hanya suka nongkrongnya saja. Buktinya, kalau sudah di warung kopi, yang dipesan adalah es teh. Padahal itu warung kopi, bukan warung es teh. Satu lagi kebiasaan cowok Gresik, apabila sudah ngopi, bisa lalai durasi hingga lupa anak dan istri. Termasuk kesempatan bukber kali ini.
Pada momen perdana reuni kecil-kecilan itu, aku, Ambon dan Arif datang lebih awal tepatnya sekitar pukul 16.45 WIB, guna memesan meja. Kami bertiga memang paling sering bertemu di warung kopi. Bahkan, kami ini boleh disebut sebagai ronin-nya warung kopi. Soalnya, kami tak punya satu klan khusus untuk mengabdi. Kami acap kali mengembara dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya.
Tak lama kemudian, satu per satu kawan lama ini akhirnya datang. Agak ramai, foto bersama, share ke grup WA. Datang satu lagi, tak terima belum difoto, foto lagi lantas share ke grup WA. Begitu terus sampai orang yang terakhir datang.
Sangat senang sekali bertemu rekan-rekan setelah hampir dua dekade lamanya tak bersua. Kami pun saling bersalaman, berpelukan hingga memanggil nama julukan. Ada yang dipanggil Ambon karena warna kulitnya. Ada yang disapa Jaran karena bentuk wajahnya. Ada pula yang diseru Singkek karena matanya yang sipit.
Kami pun mulai bernostalgia tentang masa-masa sekolah. Bertanya kabar kawan lainnya, hingga saling sindir mantan lagi gebetan. Padahal, manusia-manusia ini sudah berkepala tiga, bapak-bapak! Tapi itu tak menghentikan kebiasaan saling ejek kami. Tak seperti kaum Hawa yang saling lempar pujian, kaum Adam malah berbalas ledekan.
Kabar-kabar kawan seatap ini sungguh hebat. Ada beberapa yang mengabdi sebagai laskar bangsa, dan ada pula yang menjadi prajurit korps Bhayangkara. Banyak juga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil. Tak ketinggalan pula seorang kawan insyinyur yang bekerja di Uni Emirat Arab, seorang lagi melanjutkan kuliah di Belgia, hingga ada yang jadi pengusaha pupuk kandang. Padahal, mereka-mereka ini dulunya bandel, sering bolos, kerap alpa tugas dan terkadang balap jalanan.
"Yak opo nasib negoro nek arek-arek iki sing nyekel?" usil pegawai kantoran kepada mayor di TNI AD.
"Awas kon. Tak cor, tak buak nang laut!" balas sang mayor lantas terbahak.
"Bagaimana nasib negara kalau kawan-kawan ini yang bertanggungjawab."
"Awas kamu. Aku cor, (terus) aku buang ke laut!"
Di tengah perbincangan sengit itu, aku pun menawari teman-teman wacana untuk patungan mendirikan bendera warung kopi sendiri. Sebuah klan otonom yang panji kebesaran Alumni Smunsa Gresik ’01 akan berkibar di seantero jagad Kota Santri.
Maksud saya, dengan banyak yang sudah sukses, patungan Rp1 jutaan tentu tidak berat. Jika ada seratus orang almuni yang bersedia, modal Rp100 juta sudah siap untuk dikelola. Apalagi, selain berbisnis, warung kopi ini memiliki misi sosial mengentaskan kemiskinan teman-teman yang belum beruntung.
Warung kopi alumni ini bisa menjadi tempat berbagi informasi, rejeki dan lowongan pekerjaan. Bagi yang masih menganggur, bisa bekerja sebagai pelayan untuk sementara, sembari mencari nafkah lain yang lebih bisa menjamin kesejahteraan.
Sederhananya, warung kopi ini akan menjadi markas besar para alumni SMAN 1 Gresik 2001. Jadi, kalau hendak bertemu teman seangkatan, tak perlu susah-susah mencari. Tinggal datang saja ke warung kopi, bersualah dengan sahabat satu alumni.
Kawan-kawan pun tertarik dengan wacana mendirikan klan warung kopi yang saya sampaikan. Mereka meminta saya untuk membuat proposal business plan-nya. Saya menyanggupi dan berjanji, proposal selesai dan siap dikirimkan via surat elektronik pascalebaran. Insya Allah.
Setelah itu, obrolan kembali liar membahas Chelsea Islan, Mobile Legend sampai berselisih siapa yang terbaik antara Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Pada akhirnya, kami pun pulang pukul 02.00 WIB lebih sedikit.