Jakarta adalah kota jasa-global yang terhubung dalam jaringan ekonomi dunia. Namun di sisi lain kualitas hidup di kota ini masih rendah dan berpengaruh negatif terhadap kompetensi Jakarta dalam persaingan kota global dunia. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup kota, namun perubahan guna lahan Jakarta dapat memegang peranan penting mengingat ia dapat memicu perubahan multisektoral untuk mencapai hal tersebut.
Kota Jakarta merupakan modern automobile city (auto city=kota mobil) yang memiliki guna lahan yang tidak sustainable. Hal ini diantaranya terlihat dari pemisahan fungsi-fungsi kota seperti komersial, perkantoran dan pemukiman; dalam zona yang berbeda. Guna lahan yang tidak mixed use ini mengakibatkan rendahnya efisiensi perjalanan. Pusat kota terlalu didominasi oleh fungsi komersial dan perkantoran sehingga lapangan pekerjaan terkonsentrasi disana.
Jalan raya (highway) adalah komponen utama auto city. Highway memungkinkan pembangunan menyebar dan suburbanisasi penduduk kaya dari pusat kota untuk menempati perumahan fungsi tunggal di area pinggiran dan kota-kota satelit dan akhirnya melahirkan urban sprawl. Namun, area perumahan ini hanya menjadi bedroom suburbs dan mengirimkan jutaan komuter ke Jakarta setiap hari sehingga memperparah masalah transportasi Jakarta.
Guna lahan yang tidak sustainable juga berpengaruh buruk pada ekonomi kota. Hal ini dapat dilihat dari borosnya konsumsi lahan dan sumber daya seperti bensin. Menyebarnya urban form juga berbuntut pada besarnya biaya pembangunan infrastruktur seperti jaringan air minum dan jalan. Desain kota dan transportasi publik cenderung terabaikan karena investasi auto city sebagian besar dikerahkan pada infrastruktur jalan. Dari sisi sosial, dominasi kendaraan pribadi menyebabkan hilangnya dominasi manusia terhadap ruang kota sehingga menghilangkan vitalitas urban urban di pusat kota dan menciptakan lingkungan yang rentan bagi pejalan kaki. Masyarakatnya juga cenderung terpisah secara spasial berdasarkan kelas sosio-ekonomi sehingga menyebabkan segregasi sosial yang curam, terutama di pusat kota.
Solusi sustainability yang paling relevan dengan situasi dan masalah Jakarta sekarang adalah pembangunan berorientasi transportasi publik yang dikombinasikan dengan guideline kebijakan penataan ruang A, B, and C location policy. Strategi komprehensif ini akan mengkombinasikan perubahan guna lahan sekaligus sistem transportasi.
Untuk memulainya, Jakarta perlu lebih serius untuk menerapkan konsep mixed use development dan menciptakan desain urban berkualitas. Konsep ini menuntut fungsi-fungsi kota diletakkan dalam radius jarak berjalan kaki dan bersepeda dari titik-titik pemberhentian transportasi publik.
Sistem kereta api (kereta bawah tanah, tram dan light rail) sangat cocok diterapkan karena kepadatan wilayah urban Jakarta yang mencapai lebih dari 140 jiwa per hektar (JDA 2009) sangat ideal untuk sistem ini. Secara ekonomi, stasiun dan pemberhentian kereta api (tram dan light rail) yang berkualitas jauh lebih efektif sebagai sumber bangkitan ekonomi baru daripada jalan raya (Newman dan Kenworthy, 1999). Dalam jangka waktu panjang, kebijakan ini akan menyebarkan lokasi kerja namun terkonsentrasi di sub-center yang perlu dibangun di sekitar stasiun dan halte. Pusat kota dan sub-pusat (sub center) akan dihubungkan oleh jaringan kereta api urban yang jauh lebih lancar, reliable dan efisien dibandingkan dengan bus dan mobil. Sub center baru juga perlu dibangun di dekat kota satelit untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap mobil. Sistem transportasi ini akan berperan besar dalam perubahan guna lahan Jakarta secara luas.
Bus-bus dan angkutan lokal seperti mikrolet tidak perlu khawatir karena mereka dapat berfungsi sebagai feeder dan melayani area yang tidak terjangkau sistem kereta api. Lingkungan berkualitas bagi pejalan kaki dan non-motorized transportation (sepeda dll) memegang peranan penting karena sistem ini perlu dikombinasikan dengan moda berjalan kaki. Kebijakan ini sekaligus akan mengembalikan dominasi manusia terhadap ruang kotanya, mengembalikan vitalitas urban Jakarta dan mengurangi kejahatan urban karena meningkatnya pengawasan alami terhadap ruang kota. Jaringan jalur hijau kota perlu dirancang ulang untuk mengatasi panasnya iklim mikro Kota Jakarta. Ruang-ruang publik juga perlu didesain ulang sebagai pusat atraksi dan untuk memicu tatap muka dan interaksi kebetulan (accidental interaction) untuk meningkatkan hubungan sosial masyarakat.
Sementara itu, kebijakan lokasi A, B dan C dapat mengkombinasikan penggunaan transportasi publik yang berorientasi rel dengan jalan raya dengan konsep “bisnis yang tepat di tempat yang tepat”. Lokasi A adalah lokasi bagi aktivitas yang berorientasi publik, seperti rumah sakit, kantor, fasilitas pendidikan dan tempat rekreasi. Aktifitas semacam ini memerlukan transportasi publik (transit) yang berkualitas sehingga sangat ideal untuk dikombinasikan dengan sistem kereta api. Lokasi B adalah pusat aktifitas yang memerlukan akses transit dan jalan raya sekaligus, seperti pusat penjualan perabot dsb. Lokasi C adalah pusat produksi, seperti pabrik, industri pengolahan dan warehousing yang memerlukan akses jalan raya yang baik untuk transportasi mereka seperti truk dan sebagainya.
Konsep sustainability menawarkan banyak solusi pembangunan untuk penataan guna lahan dan transportasi. Diantaranya adalah dua konsep yang ditawarkan di atas. Banyak jalan menuju Jakarta yang lebih sustainable. Masalahnya adalah kemauan, kapan dan bagaimana kita memulai perjalanan tersebut.
-2010-
This post received a 2.11% upvote from @randowhale thanks to @rikiputra! To learn more, check out @randowhale 101 - Everything You Need to Know!