This post is published in Steemit on purpose since we are no longer be able to find it in the intenet. This statement is part of Peace Aceh history that relates to MoU Helsinki which was born on August 15th, 2018. Thus, the initiate to upload this monumental statement is part of action to preserve and taking care the history of Aceh, Indonesia.
Post ini sengaja di publish di Steemit karena tidak bisa lagi ditemukan di internet. Padahal pernyataan ini menjadi bagian dari sejarah perdamaian Aceh yang terhubung dengan MoU Helsinki yang lahir pada 15 Agustus 2005. Jadi, inisiatif mengupload pernyataan bersejarah ini sebagai bagian dari menjaga dan merawat sejarah Aceh, Indonesia.
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji-pujian bagi Allah SWT, karena dengan rahmat Nya lah kita hari ini berada di sini untuk mengakhiri konflik yang telah menyebabkan demikian banyak penderitaan bagi bangsa Acheh.
Presiden Ahtisaari, Yang Terhormat para Menteri, para Duta Besar, para tetamu kenamaan, tuan-tuan dan puan-puan,
Atas nama bangsa Acheh, Wali Negara kami Tengku Hasan di Tiro, dan semua anggogta GAM di Acheh dan yang tersebar di seluruh dunia.
Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada CMI dan Presiden Ahtisaari bagi usaha mereka membantu kami hingga sampai ke taraf ini, di mana kita sekarang mempunyai persetujuan perdamaian untuk Acheh.
Saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Uni Eropa bagi dukungan dan komitmennya untuk proses perdamaian ini, dan bagi persetujuannya untuk membentuk Missi Monitoring Acheh yang akan memantau pelaksanaan perjanjian ini.
Tanpa usaha dan kerja kedua organisasi tersebut, proses ini tidak akan mungkin ujud.
Saya juga mesti mengucapkan terimakasih kepada seluruh bangsa Acheh untuk kesabaran mereka dalam melalui masa-masa yang begitu susah, dan saya dengan segala rendah hati menerima pernyataan-pernyataan dukungan dan i’tikad baik yang mereka telah sampaikan kepada GAM untuk keberhasilan proses perdamaian ini.
Saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada delegasi Indonesia dengan siapa kami telah melibatkan diri dalam perundingan selama enam bulan.
Saya berterimakasih kepada mereka bagi kesediaan mereka mencoba mencari jalan melalui berbagai masalah yang mesti dihadapi dalam proses perdamaian ini.
Sekarang kami sudah sampai ke hari tamatnya perundingan-perundingan selama enam bulan itu, yang ditujukan untuk mencapai perdamaian bagi masa depan Acheh.
Tetapi lebih penting lagi, kami telah sampai ke hari ini setelah 30 tahun GAM berjuang untuk memerdekakan bangsa Acheh.
Kita telah sampai pada hari ini setelah hampir tiga dekade menderitai kekerasan militer dan penindasan terhadap bangsa Acheh.
Bangsa Acheh mempunyai tradisi yang membanggakan dalam menentang agressi dari luar. Dan kami juga bangga mempunyai tradisi keadilan.
Perjuangan yang telah kami lancarkan selama bertahun-tahun itu adalah untuk mencapai keadilan bagi bangsa Acheh. Tidak ada perdamaian di Acheh karena tidak ada keadilan di Acheh.
Apa yang kami harapkan akan tercapai dengan menandatangani perjanjian ini adalah satu permulaan proses yang akan membawa keadilan bagi bangsa Acheh.
Keadilan artinya menjamin bahwa rakyat mempunyai hak bersuara dan bahwa suara mereka itu didengar dan keinginan mereka diikuti.
Ini berarti pembentukan satu sistem politik yang menggalakkan kebebasan berbicara, memperkembang banyak pendapat dan kesempatan ikut serta dan diwakili sepenuhnya dalam proses politik yang demikian itu.
Ini artinya, tuan-tuan dan puan-puan, jalan satu-satunya untuk menjamin perdamaian di Acheh adalah dengan melalui pelaksanaan demokrasi yang sejati.
Demokrasi yang sejati tidak menghambat pembentukan partai-partai politik – ia menggalakkan pembentukan partai-partai politik.
Demokrasi yang sejati tidak membatasi ruang pemikiran-pemikiran yang memberi penerangan kepada partai-partai tersebut – ia menggalakkan berkembangnya berbagai pemikiran.
Dan demokrasi yang sejati tidak berlutut di hadapan kekerasan – ia adalah alat untuk mengakhiri kekerasan dan ketidak-adilan.
Untuk mencapai perjanjian damai ini, Gerakan Acheh Merdeka telah membuat banyak konsesi.
Ia tidak memberikan konsesi-konsesi demikian itu selama ini karena ia tidak percaya konsesi-konsesi tersebut akan menggalakkan perdamaian, keadilan dan demokrasi; ia telah memberi konsesi-konsesi tersebut sekarang ini karena konsesi-konsesi itu merupakan bagian dari proses kompromi dengan satu sistem politik yang masih dalam taraf transisi.
Republik Indonesia belum mencapai taraf reformasi yang penuh dari hari-hari gelap Orde Baru. Tetapi perjanjian ini adalah satu langkah penting bagi Indonesia dalam menjauhkan diri dari hari-hari gelap itu.
Perdamaian adalah penting bagi Indonesia supaya ia bisa belajar untuk hidup tenang dengan segala betuk yang berbeda yang ada dalam dirinya. Untuk waktu yang terlampau lama, perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri Indonesia itu hanya dibenarkan sejauh ia bersesuaian dengan interpretasi nasionalis yang sempit.
Interpretasi ini telah mencoba untuk memaksakan satu identitas tunggal ke atas keterbedaan Indonesia. Percobaan ini telah gagal. Dan ketika ia gagal ia telah diikuti oleh penindasan.
Interpretasi nasionalis yang sempit ini tidak membenarkan adanya keadilan. Ia tidak membenarkan adanya demokrasi yang sejati.
Puan-puan dan tuan-tuan;
Untuk adanya perdamaian yang kukuh di Acheh, rakyat Acheh mesti dibenarkan untuk memilih wakil-wakil mereka sendiri dari kalangan partai-partai politik mereka sendiri untuk melaksanakan pemerintahan mereka sendiri.
Dengan kebijaksanaannya, Pemerintah Indonesia telah menyetujui usul ini. Ini adalah hasil besar perjanjian ini, dan inilah yang akan menjamin dengan sebaik-baiknya adanya perdamaian yang berkelanjutan di Acheh.
Walau bagaimanapun, tuan-tuan dan puan-puan, adalah naif untuk tidak mengakui masih terdapat banyaknya cabaran-cabaran terhadap perdamaian di Acheh.
Untuk sampai ke titik persetujuan ini telah diperlukan kerja keras. Tetapi kami tahu bahwa kerja keras yang sebenar-benarnya masih berada di hadapan kami.
Persetujuan ini perlu dilaksanakan dengan betul. Perlu dipatuhi bukan saja ketentuan-ketentuannya yang tersurat tetapi juga i’tikad baiknya yang tersirat.
Artinya, ketika sesuatu masalah mungkin timbul, jawaban kepada masalah tersebut tidak akan merupakan interpretasi-interpretasi hukum daripada perjanjian ini.
Jawabannya mesti menurut i’tikad perjanjian, yaitu mencari penyelesaian-penyelesaian yang akan memperkembang keadilan, demokrasi yang sejati, dan perdamaian yang berlanjutan.
Perjanjian ini menentukan bahwa sebahagian besar issu-issu harian akan diserahkan kepada pemerintah Acheh. Tetapi GAM telah mengakui bahwa beberapa wewenang di Acheh tetap berada di dalam tangan pemerintah Republik Indonesia.
Menimbang sejarah Acheh, yang paling pentuing dari issu-issu itu adalah ’pertahanan’.
GAM telah menerima untuk tetap berada di Acheh apa yang dinamakan tentera organik yang akan memusatkan tugasnya pada pertahanan luar negara.
Namun demikian, jumlah tentera yang akan tetap berada di Acheh itu tidak nampak bersesuaian dengan keperluan-keperluan yang biasa daripada struktur territorial militer Indonesia. Pada akhir proses ini, akan ada tentera yang berpangkalan di Acheh dalam jumlah dua kali lebih banyak dari yang ada di wilayah-wilayah Indonesia yang lain.
Kenyataan ini tidak dapat diperjelas oleh pemusatan tugas pada pertahanan luar, dan ia tidak membentuk kepercayaan bagi niat-niat TNI.
Oleh karena itu, ke seluruh bangsa Acheh akan bergantung pada Missi Monitoring Acheh untuk menjamin bahwa pasukan-pasukan tentera tersebut tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bukan termasuk dalam pertahanan luar.
Itu artinya, tentera Indonesia berkata bahwa ia tidak lagi akan membunuh dan menyerang rakyat Acheh. Sekarang kami menyerukan kepada Missi Monitoring Acheh untuk menjamin memang demikianlah halnya.
Keprihatinan yang lebih besar, walau bagaimanapun, adalah tentang adanya kelompok-kelompok milisi di Acheh. Gerakan Acheh Merdeka menyatakan keprihatinannya yang mendalam tentang berlanjutannya keujudan milisi-milisi bentukan TNI di Acheh, walaupun persetujuan perdamaian Acheh telah ditandatangani.
Menurut perjanjian ini, Pemerintah Indonesia akan bertanggungjawab untuk melucuti senjata-senjata yang tidak sah dari grup-grup atau pihak-pihak yang tidak sah.
Ini artinya polisi Indonesia akan bertanggungjawab untuk melucuti senjata milisi. Tetapi Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan pernyataan yang membantah ujudnya milisi di Acheh. Oleh karena itu, menurut logikanya, tidak perlu ada perlucutan senjata mereka. Namun demikian, kami tahu, bahwa organisasi-organisasi milisi memang ujud di Acheh, dan bahwa mereka berkaitan langsung dan didukung oleh tentera Indonesia.
Terdapat sekitar 10,000 anggota milisi yang aktif yang berkaitan dengan TNI di Acheh. Susah dipercayai bahwa Polisi Indonesia akan melucuti senjata milisi yang telah diberikan kepada mereka oleh TNI. Menurut laporan-laporan yang kita peroleh dari Acheh, pihak milisi telah menyatakan baru-baru ini akan membunuh anggota-anggota GAM setelah mereka meletakkan senjata. Kalau GAM mempertahankan diri dari serangan-serangan milisi tersebut, itu akan menjadi alasan yang memang dicari oleh TNI unuk melancarkan kembali operasi-operasi militer mereka terhadap GAM.
Ini akan mengakhiri proses perdamaian.
Sebagai kita semua tahu, TNI mempunyai sejarah yang lama dalam menggunakan grup-grup milisi untuk menyerang para aktivis dan warga sipil di Acheh. Ia juga telah melakukan hal ini di tempat-tempat lain, di Timor Timur, di Papua, di Maluku dan di Sulawesi Tengah.
Kita memang sudah selalu faham bahwa berhasilnya perjanjian damai ini akan sangat bergantung pada dukungan masyarakat internasional dan perhatian yang diberikan oleh media internasional.
Kami sekarang menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menyatakan tentangannya terhadap kelanjutan kehadiran milisi di Acheh pada saat kita bekerja sekarang ini untuk perdamaian.
Dan kami meminta dengan segala rendah hati kepada media internasional untuk terus memusatkan perhatian mereka atas kehadiran milisi di Acheh, supaya para milisi itu tidak dapat melakukan kekejaman-kekejaman dengan leluasa tanpa didedahkan ke seluruh dunia.
Seperti kata Presiden Ahtisaari yang diucapkannya dalam ronde terakhir perundingan, proses perdamaian ini memerlukan loncatan keyakinan dari pihak GAM. GAM telah melakukan loncatan keyakinan ini untuk membolehkan Acheh membangun kembali setelah bencana tsunami yang begitu dahsyat yang telah membunuh begitu ramai saudara-saudara kami.
Dan loncatan keyakinan ini telah dilakukan oleh GAM untuk memberikan kepada bangsa Acheh kesempatan untuk membangun masa depan yang lebih baik dan lebih cerah bagi mereka sendiri, anak-anak mereka dan generasi-generasi yang akan datang.
Sementara kami berharap tidak akan ada banyak masalah di hadapan kita dalam kita melaksanakan proses perdamaian ini, kami juga maklum bahwa tugas ini tidak mudah.
Untuk menjamin kejayaan proses perdamaian ini, kami perlu tetap waspada. Kami perlu bekerja keras. Dan kami memerlukan jasa baik dan kerjasama Pemerintah Indonesia. GAM tetap komitmen akan satu masa depan bagi Acheh yang majemuk dan demokratik, dalam mana keadilan dan kedamaian berlaku.
Sekarang kami meninggalkan hari bersejarah ini dan melangkah ke arah satu perjalanan yang jauh yang kami harapkan akan mebawa ke arah masa depan yang lebih baik.
Kami berharap hari-hari kegelapan dan keputusasaan sekarang telah berada di belakang kami; dan kami yakin akan hari-hari yang penuh harapan dan cerah berada di hadapan kami, sekiranya itulah kehendak Tuhan.
Terima kasih.
good post !!
Mantap bang risman,semoga tidak terjadi lagi hal-hal yang demikian di bumi aceh cukap sudah penderitaan rakyat aceh, yang selama konflik tiada hari tanpa air mata, untuk kedepannya kita do, a kan semoga aceh damai tentram amin ya Allah. Sukses selalu buat @rismanrachman, salam santun dari saya
Wawancara itu adalah peristiwa penting 👍
Yg mana
mantap bang risman, salam kenal bang. saya akun baru disini.. @rismanrachman