Sabtu kemarin, 20/01/2017 terbentuklah duet maut untuk memajukan dunia literasi Aceh, yaitu duet apik Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Lhokseumawe dan media sosial keren yang anti plagiat bernama Steemit. Saya tak hadir dalam acara itu karena sedang mengerjakan tugas penelitian di Sumatera Utara. Meski demikian, sebagai salah satu anggota FAMe Chapter Lhokseumawe, tentu saja saya bangga dengan kelas FAMe kemarin. Apalagi kelas FAMe kemarin dihadiri langsung oleh salah satu kurator Indonesia, Bang @aiqabrago dan steemians senior yang kerennya tak habis-habis, Bang @ayijufridar.
Duet apik yang bisa menjadi ujung tombak kemajuan dunia literasi Aceh ini digelar pada sebuah kelas menulis yang berlangsung di salah satu warkop keren yang ada di Lhokseumawe. Barangkali ini adalah duet yang dapat memberikan harapan bagi rakyat Aceh agar kedepannya dunia literasi di Bumi Seramoe Mekkah ini kian menjulang dan gemilang.
Kenapa saya sebut ini duet maut? Pertama, adanya kemiripan visi dan misi yang dipunya oleh FAMe dan Steemit. Keduanya sangat menekankan untuk giat menulis dan menghasilkan karya original tanpa mencomot karya orang lain. Kedua, FAMe dan Steemit juga memiliki tujuan yang nyaris serupa, yaitu sama-sama ingin membangkitkan semangat kreatif pemuda Aceh melalui literasi.
Saya pikir ini benar-benar duet apik yang akan membangkitkan kejayaan dunia literasi Aceh. Jika dibuat analogi di dunia sepakbola, barangkali ini adalah duet Arjen Robben dan Frank Ribery di Bayern Muenchen saat keduanya masih muda. FAMe dan Steemit juga bisa menjadi palang pintu untuk menjaga kokohnya cinta pemuda Aceh pada dunia literasi, sekokoh duet palang pintu Manchester United dalam diri Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic tempo dulu.
Jika ditarik benang merah lebih jauh, FAMe dan Steemit juga sangat membantu salah satu program Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang dikenal "Aceh Carong". Program Pak Gub ini juga bertujuan untuk memajukan pendidikan Aceh yang salah satunya dilakukan dengan memajukan dunia baca dan tulis.
Kehadiran FAMe dan Steemit di Aceh sangat tepat. Keduanya hadir saat dunia literasi Aceh cenderung sedang lesu-lesunya. Anak-anak usia sekolah lebih tertarik menonton acara hedonisme di tv daripada membaca buku dan menulis. Ini bukan hisapan jempol belaka, setidaknya jika dilihat dari hasil survei BPS tahun 2016 lalu yang memunculkan fakta bahwa 90,27 persen anak usia sekolah suka menonton televisi, sedangkan yang suka baca tulis hanya 18,94 persen.
Sudah? Belum. Masih ada kabar buruk lagi. Hasil penelitian lebih lanjut juga menunjukkan indeks membaca masyarakat Indonesia 0,001. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia hanya satu yang suka membaca. Berbeda jauh dengan dedek gemes penggemar drama Korea yang semakin hari semakin bertambah banyak jumlahnya.
Selain itu, daya baca yang dimiliki anak Indonesia juga sangat terbatas pada kemampuan baca paling dasar, sekadar memahami teks tunggal berbasis kertas, bukan teks-teks kompleks atau teks multimedia berbasis komputer. Sepertinya anak muda kita lebih pintar menahami isi hati kekasih masing-masing daripada mengerti literasi. Ini adalah bencana di dunia literasi yang harus segera dientaskan.
Selain itu, hasil penelitian yang dirilis BPS tahun 2016 menunjukkan angka buta huruf di Indonesia mencapai 4,62% (khusus untuk usia di bawah 15 tahun), 1% (untuk orang-orang berusia antara 15-44 tahun), dan 11,47 % (untuk orang-orang dengan rentang usia 45 tahun ke atas).
Itu angka buta huruf seluruh Indonesia. Lantas bagaimana Aceh? Angka buta huruf Aceh menduduki peringkat ke-17 diantara provinsi se-Indonesia untuk usia 15 tahun ke bawah, urutan ke 11 untuk usia antara 15-44 tahun, dan urutan ke 20 untuk usia 45 tahun ke atas. Ini sungguh berita yang memilukan mengingat Aceh merupakan salah satu daerah yang sedang mencoba bangkit setelah kepungan konflik yang berkepanjangan dan hempasan tsunami. Bangkit dari dua bencana besar tentu tak bisa dilakukan dengan mengupload foto di media sosial sebanyak-banyaknya, tapi hanya bisa diwujudkan dengan membaca dan menulis seseringnya.
Kemunculan FAMe yang digagas oleh Pak Yarmen Dinamika, redaktur pelaksana Harian Serambi Indonesia dan media sosial Steemit yang untuk wilayah Indonesia dipimpin oleh dua pemuda keren @aiqabrago dan @levycore sangat membantu program pemerintah Aceh untuk mewujudkan Aceh yang melek literasi dan pintar. Semoga kedepannya duet apik FAMe dan Steemit bisa merambah seluruh wilayah Aceh. Salam literasi!
Note: semua foto kegiatan belajar Steemit di kelas FAMe berasal dari grup Whatsapp awak FAMe Chapter Lhokseumawe.
Regards
Waduh keren bahasanya walau banyak istilah namun sangat mudah dipahami.. saya juga ikut di acara FAMe Chapter Lhokseumawe, Alhamdulillah ada sedikit pencerahan walau masih tertatih tatih... Salam kenal dan salam literasi @samymubarraq
Wiiihh.. Beruntungnya dirimu bisa ikut kelas FAMe kemarin.. Semoga makin kece ya karyanya di Steemit.. Salam literasi.. 😊
Kalau @samymubarraq yang menulis memang luar biasa @yenniyunita. Bikin ngantuk jadi hilang.
Bertusssss bg.
Super setuju. Tinggal nunggu abangnya aja comeback ke lhoks biar belajar bareng awak fame.
Jangan hawa2in fame tp abg ndak pulang2😂✌🙏
Ahaha... Abang pasti pulang kok dik.. Segera setelah tugas siap.. 😂😂
Kehadiran FAMe dan steemit membawa dampak positif bagi dunia literasi.
Yg belum bisa menulis akan lebih termotivasi utk belajar.
Benar2 duet maut😁
Betul Kak.. Semoga duet ini tetap maju dan panjang umur... 😁
Nah, itu
Semoga panyang umur😄
Keren sangat, awak nak jonggkat2 bacanya, bereh tat nyan nyakpon. Salam literasi cit.lon kunek gabong ngin FAMe cit nyo.
Harus nyan Tgk Mus.. Gabong ngen FAMe bah keren.. 😂😂
Tapi han itung le sang , sabak tanyo katuha dan hana amazing le.
Ka jingeuk bak lon sigeu-geu @samymubarraq