13 tahun lalu, Aceh masih menjadi tanah merah darah di peta Indonesia. Tak ada yang berani ke Aceh. Karena, yang orang-orang tahu, Aceh adalah tanah di mana nyawa tak lebih berharga dari padi. Hanya karena tidak bisa Bahasa Indonesia, seorang Aceh bisa saja menahan tonggak bedil atau bahkan lebih pahit: timah panas siap menembus kepala.
13 tahun yang lalu, Aceh terpaksa merasakan keangkeran yang hanya ada di film-film. Bayangkan, pukul 21.00 WIB tidak ada lagi orang-orang di luar rumah. Suasana ketika Darurat Militer memang sangat filmis dan menyedihkan. Rumah adalah tempat yang paling aman saat malam hari. Dan, ketika itu, mati bisa datang kapan saja. Pada siapa saja.
Namun, Allah punya rencana baik untuk Aceh, tanah aulia lagi bumi ulama. Setelah konflik puluhan tahun, melalui negeri nun jauh di Helsinki sana, Allah menitipkan damai yang begitu teduh dan memeluk Aceh. Damai yang begitu didambakan oleh segenap lapisan rakyat Aceh. Damai yang dulu sangat mahal harganya. Allah menurunkan damai di Finlandia.
Sebelum tahun 2005, rasa-rasanya damai sangat mustahil muncul di Aceh. Tipikal orang Aceh yang keras kepala dan pantang menyerah seakan-akan membuat perang itu abadi. Meski memang, Aceh berperang demi martabat dan harga diri yang sampai kapanpun tak bisa dilunaskan oleh Indonesia. Tetapi tetap, perang selalu merugikan. Selalu memporak-porandakan.
Saat celah untuk damai terlihat nyaris hilang, kuasa Allah membukanya dengan air bah raksasa bernama Tsunami. Pada 26 Desember 2004, Allah mengguncangkan Aceh sekuat-kuatnya. Tanah yang berjuluk Serambi Mekah ini retak dan hancur lebur oleh gempa. Tak cukup sampai di situ, air bah raksasa juga ikut menghempaskan Aceh selaknatnya. Aceh berduka.
Tapi seperti firman Allah, bahwa, setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Tak ada yang menduga kalau bencana Tsunami akan menghadirkan damai yang sudah lama dinanti. Tsunami meluluhkan hati pihak-pihak yang bertikai untuk menghentikan perang. Melalui Tsunami Gerakan Aceh Mereka (GAM) dan Jakarta bersedia duduk satu meja dan berjabat tangan.
Allah tidak pernah bimbang. Selalu imbang. Maka setelah bencana yang maha dahsyat itulah damai tiba di Aceh. Setelah bencana itulah konflik yang berkepanjangan berakhir. Pascaperang, pelan-pelan Aceh kembali kondusif dan citra baik kembali hinggap sampai hari ini. Namun, hingga saat ini Aceh masih butuh waktu dan pemimpin yang arif dan bijaksana untuk melaju ke arah gemilang.
Aceh butuh satu lagi keajaiban Allah untuk kembali makmur dan sejahtera. Tanpa kuasa Allah, damai yang sudah berlangsung 13 tahun itu tak bisa memberikan dampak banyak. Konflik bersenjata memang sudah lama usai. Namun, kini muncul masalah yang tak kalah serius: masalah degradasi moral. Pemimpin korup dan generasi narkoba adalah contoh bencana yang sedang dihadapi Aceh. Hanya Allah yang bisa menyelesaikan kedua masalah pelik itu.
Semoga di usia damai yang ke 13 tahun ini, Nanggroe Aceh Darussalam lebih baik dari sebelumnya dan segera dilahirkan pemimpin yang benar-benar bisa arif dan mampu menjadi imam untuk seluruh rakyat Aceh. Semoga Allah segera mengabulkan doa kita. Amin ya rabbal aalamiin...
Regards
Damai itu indah
Benar sekali teman..
Mantap semoga sukses @samymubarraq
Sukses juga untuk Bang @alikumis..
Sedih kalau mengingat dulu bg. Tp itu merupakan ujian bagi kita semua. Semoga damai ini hakiki.
Iyaa bg.. Kita doakan semoga damai ini terus abadi dan dijaga oleh Allah untuk Aceh. Aminn..