Astagfirullahal’adzim!
Kalau bukan karena ingat Allah
dan karena memikirkan masa depan anak-anaknya
hampir saja Mat Ropi menghunus golok
atau menebas dua pria berpakaian necis di depannya
Putra asli Betawi itu merasa terhina
Emosinya terpicu dan tersinggung
kemarahan membakarnya
tetapi sekaligus juga merasa tak berdaya
perasaan campur aduk itu
membuatnya sulit berkata-kata
Mat Ropi menatap tamu-tamunya
Dua pria itu mengakunya utusan kontraktor mega
yang mau bikin proyek properti megah
di kawasan Kuningan
mereka datang untuk menawarkan
membeli habis tanah warisan Mat Ropi
demi pembangunan kota
Mereka jelas dan tegas bilang
itu bagian dari proyek pemerintah
semua warga tanpa kecuali,
termasuk warga asli Betawi
harus mendukung program pemerintah
jika ada imbauan dan instruksi,
warga yang baik pantang membantah
Ongkos pengganti harga tanah
untuk pembangunan dan pengembangan
serta memajukan kawasan Kuningan
sudah disediakan dan terjatah
Anggaran pembebasan lahan ini
sudah siap untuk keluarga Mat Ropi
dan semua warga Betawi pemilik tanah
Dua pria necis itu, para wakil konglomerat
jelas orang berpendidikan
Cara bicaranya sopan, halus dan akurat
Tetapi nadanya menekan kuat
dan ada sedikit nuansa meremehkan
tidak langsung terucap,
tapi Mat Ropi bisa merasakan
Kami mengerti kondisi Bapak Mat Ropi
Bapak sedang kesulitan keuangan
Istri bapak sakit keras
anak-anak bapak menganggur tak jelas pekerjaan
semua dalam kondisi ketiadaan penghasilan
cepat atau lambat
soal waktu saja
bapak dan keluarga tidak akan bisa bertahan
........
(bagian awal dari puisi panjang yang sedang dibikin).....
Mat Ropi looked at his guests. The two men were the envoys of mega contractors who wanted to make a magnificent property project in Kuningan. they come to offer. buy out the heritage of Mat Ropi for urban development. Good job @satrio