Awal mula saya bergabung dengan Tabloid Gema Baiturrahman (TGB) bersamaan dengan operasional Baitul Qiradh Baiturrahman (BQB), Oktober 1995. TGB adalah tabloid mingguan (ketika itu 4 hlm hitam putih) yang diterbitkan setiap Jumat oleh Remaja Masjid Raya Baiturrahman sejak 3 September 1993. Kebetulan ruang rapat redaksi TGB bersebelahan dengan Kantor BQB.
Sebelumnya, saya mendapatkan sepuluh eksemplar TGB setiap Jumat atas persetujuan sirkulatornya Ust M Yahya AR (meninggal sekeluarga dalam tsunami 2004). TGB gratis ini saya bagi-bagikan kepada jamaah Masjid Taqwa Muhammadiyah. Saya mengikuti berbagai laporan, berita dan tulisan TGB secara rutin. Wartawan produktif yang saya ingat ketika itu, Hilmi Hasballah, Ameer Hamzah (Bang Ameer) dan Basri A Bakar.
Saya sempat diajak Bang Ameer untuk bergabung dengan TGB tahun 1994, namun saya belum bisa memenuhinya karena rapat redaksi setiap Jumat sore bersamaan jadwal mengajar di TPA Aisyiah. Saya tak mungkin menghadiri rapat redaksi. Kesibukan lain ketika itu, saya sedang “magang” di Muhammadiyah dan aktif sebagai pengurus Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Aceh.
Bergabung di TGB, bukan hal baru bagi saya di dunia Jurnalistik, sebab sejak di kampus tahun 1985 saya meminati dunia jurnalistik dan hobby menulis. Pernah aktif di Warta Unyiah dan beberapa buletin. Salah seorang mentor yang berhasil memotivasi saya untuk menulis adalah Bang Ameer. Dia mengatakan, bahwa hanya dengan menulis kita bisa membuat sejarah. Tak ada bukti kita pernah hidup apabila tidak menulis. Menulis juga dakwah yang efektif, katanya.
Dalam setiap rapat redaksi TGB, saya berupaya memberi muatan yang lebih luas terhadap liputan dan tema tulisan. Sehingga TGB tak terbatas memuat materi keislaman dalam pengertian sempit, misalnya hanya menulis aqidah, fikih dan ibadah. Namun memuat juga isu-isu aktual seperti perlindungan anak, lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Isu lainnya demokrasi, hak asasi manusia dan topik pembangunan Aceh.
TGB sangat konsen dengan aganda syariat Islam. Jauh sebelum pelaksanaan syariat Islam secara kaffah (2002), TGB seringkali menulis topik dukungan terhadap pelaksanaan syariat Islam kaffah di Aceh. Bang Ameer sebagai Pemimpin Umum adalah seorang ideolog TGB yang komited terhadap syariat Islam kaffah. Dia sangat kritis terhadap kekuasaan Orba Soeharto yang tak mengizinkan syariat Islam berlaku formal di Aceh.
Hal yang agak menyulitkan TGB dan tak bebas menulis ketika konflik Aceh memuncak tahun 2000-2004. Pembunuhan terjadi dimana-mana antara TNI, Polri dan GAM. Pada umumnya adalah sama-sama beraqidah Islamiah. Kebijakan TGB, hanya menulis hukum pembunuhan yang dilarang syariat Islam, tanpa menulis siapa yang melakukan pembunuhan. Tak menyebut pihak-pihak yang terlibat berperang.
Sekarang, TGB tetap lancar terbit delapan halaman warna, dengan 23 personil, yang terdiri dari pembina, dewan redaksi, pimpinan, redaktur, wartawan dan karyawan. Setiap edisi dicetak 3.000 eksemplar atas biaya cetak dari Pengurus Masjid Raya Baiturrahman (MRB), sementara honor redaksi/waryawan/karyawan dibayar ala kadar dengan infak, hasil penjualan dan iklan.
Menjelang seperempat abad usia TGB akan tetap manjadi corong syariat Islam dengan pemahaman keislaman yang moderat. Sebagai media berbasis masjid, TGB terus mempromosikan persatuan ummat, mencerahkan pembaca dan membela kepentingan Islam dan umat Islam. TGB memuat berita, artikel, wawancara, sosok dan analisis yang mencakup semua aspek kehidupan dilihat dari perspektif syariat Islam.
Untuk pengembangan menjadi media profesional tentu TGB berproses memperkuat SDM jurnalis, manajemen dan peningkatan marketing. Media ini akan mempertahankan kemitraan yang telah terbina selama ini dengan instansi dan lembaga Islam seperti Dinas Syariat Islam, Kemenag, MPU, Dinas Pendidikan Dayah, Mahkamah Syar’iyah, Baitul Mal, Badan Wakaf Indonesia, perbankan syariah, Ormas Islam, perguruan tinggi Islam, serta organisasi pemerintah dan nonpemerintah lainnya.
Sebagai corong syariat dan media resmi MRB, TGB terus berinovasi dan melakukan perubahan internal, sehingga terintegrasi dengan media lain di lingkungan masjid seperti Radio Baiturrahman. Perlu pula melengkapi edisi online TGB (www.baiturrahmanonline.com) dengan menambah live streaming khutbah Jumat, ceramah Maghrib dan Shubuh, dan kegiatan lainnya di lingkungan MRB.
Semoga TGB menginspirasi media lainnya dalam melakukan pengkaderan penulis. Selama ini, TGB telah menjadi laboratorium untuk melahirkan jurnalis atau penulis muslim, yang mampu berdakwah melalui tulisan di medannya masing-masing. Di TGB juga tempat belajar dan magang bagi penulis pemula dan mahasiswa ilmu komunikasi.
Di akhir tulisan ini, saya sebut beberapa alumni TGB: Murizal Hamzah, Hilmi Hasballah, Sadri Ondang Jaya, Fairus M Nur Ibrahim, Aiyub Syah, M Yakub Yahya, Juniazi Yahya, Ridha Yunawardi, Taufik Al Mubarak, Ridwan Johan, Mahlil Idham, Riza Rahmi, Hefa Liza Yanti, M Jakfar Puteh, Nadiatul Hikmah, Fauziah Usman, Azwir Nazar, Mukhlisuddin Ilayas, M Syukur Hasbi, dan banyak lagi penulis lepas TGB yang tak mungkin kita sebut disini.
Banda Aceh, 1 Mei 2018
Sayed Muhammad Husen
Pemimpin Redaksi TGB
Assalamualaikum Pak, senang rasanya membaca tulisan Bapak. Semoga TGB melahirkan dan menginspirasikan generasi jurnalis yang islami, amin...
Bapak bilang di atas bahwa di TGB juga tempat belajar para.penulis pemula dan mahasiswa Ilmu Komunikasi, apakah saya boleh mengikuti kelas tersebut jika memiliki waktu? Jika boleh boleh, bagaimana caranya?
Terimakasih Pak😊
Beberapa nama alumni TGB terdengar sangat familier. Semoga TGB tetap hadir di tengah-tengah kami. Mencerahkan dan menginspirasi.
TGB menjunjung ideologi media sebagai pemersatu umat serta menjadi bentuk mensyiarkan Islam. Sesua slogannya Menuju Islam Kaffah. Semoga TGB semakin berjaya dan berkembang.