LGBT? Hmmmmm..... Menarik!
Selow men, saya masih normal..... Etapi, kok men? saya jadi keliatan kayak cowok homo ya?
Selow girl, Abang masih normal kok, sayang.....
Membaca postingan @mariska.lubis yang berjudul LGBT?! Kenapa Harus Takut?! membuat saya teringat sebuah kisah lama. Tapi sebentar, sebelum steemian salah paham, kata menarik yang saya maksudkan di atas bukanlah sebuah pernyataan status ketertarikan seksual saya. Menarik yang saya maksud adalah tentang sebuah cerita yang sampai saat ini tidak akan pernah saya lupa. Sumpah saya masih suka wanita. Tapi wanita yang saya suka, sukanya juga sama wanita. Kan sayanya jadi dilema!
Jadi ceritanya gini. Waktu itu saya sedang duduk (atau berdiri, ya? Lupa!) di semester lima kuliah. Waktu itu saya sedang keren-kerennya. Sudah anak Mapala, aktivis mahasiswa, main band pula. Biar tampang sebelas-duabelas sama tatakan gelas, saat itu pacar saya empat. Tapi itu dulu, sekarang saya udah pensiun. Saya sudah tobat nasuha untuk urusan koleksi mantan.
Saat saya berada di puncak kekerenan itulah, saya sempat naksir sama seorang adik kelas. Cantik. Kulitnya putih dengan alis lebat nyaris menyatu. Di atas bibirnya yang merah muda, segurat kumis tipis melintang disana. type saya sekali lah, pokoknya. Atas nama privasi dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada pemilik nama serupa, kita sebut saja namanya Cika.
Cika adalah gadis asal Sigli yang merantau ke Banda Aceh sejak usia belasan. Cika merupakan alumni salah satu pesantren modern favorit di Banda Aceh. Sudah cantik, sopan, latar belakang agamanya juga kuat, perfect! Saat pertama kenal Cika, sayapun langsung meleleh. Inilah Jodohku..., Pikir saya waktu itu. Jodoh yang kelima tentu saja. Tapi sekarang terbukti pikiran tersebut salah. Bukan karena hingga saat ini saya belum juga menikah. Tapi ya itu, Cika tidak suka sama lelaki.
Perihal orientasi seksual Cika ini sebenarnya saya ketahui belakangan. Yaitu setelah sekian lama berhubungan. Tapi bukan hubungan badan. Saat itu meski belum pacaran, saya sudah berhasil beberapa kali mengajak Cika makan. Saban malam kami sering telponan. Kadang juga SMS-an. Juga an-an lainnya.
Dari hasil beberapa kali korespondesi soal latar belakang keluarga, saya jadi tahu kalau papanya Cika adalah orang tua yang super-duper-maha-over protektif. Pernah suatu hari saat kami sedang asik-asiknya ngopi di B&W Cofee, Papanya tiba-tiba telpon lalu bertanya kenapa rumah kontrakan Cika lampunya mati. Saat itu Cika langsung panik dan mengajak saya pulang karena papanya sedang ada di Banda Aceh. Tiba-Tiba. Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Cika tidak mau ketahuan papanya kalau sedang ngopi sama laki-laki. Bisa panjang urusan, begitu katanya.
Cika ini juga hobi olahraga panjat tebing. Dia termotivasi menjadi atlit panjat sebab sering di ajak memantau latihan tim panjat tebing binaan papanya. Tapi cita-cita tersebut tak pernah direstui. Bagi papanya, Cika harus menjadi wanita yang sebenar-benarnya wanita. Dengan jilbab lebar yang menutupi kepala.
Soal panjat memanjat, sebenarnya Cika memang punya bakat. Tanpa sepengetahuan papanya, Cika pernah ikut seleksi tim Pra-PORA di salah satu kabupaten. Hasilnya? tentu saja lulus sodara-sodara. Dalam waktu singkat, reputasi Cika sebagai pemanjat cantik melesat. Hampir semua atlit yang melakukan pemusatan latihan di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya tau nama Cika. Dan sebagai cem-cemannya, sayapun ikut bangga. Bangga punya gebetan yang diakui kecantikannya.
Hingga pada suatu saat aktivitas latihan Cika diketahui oleh papanya.... Jeng jeng jeng!!
img source
Mulai saat itu, kegiatan Cika di luar rumah terus dipantau oleh sang papa. Saat itu, semua gerak-gerik Cika selalu diketahui papanya berkat laporan seorang intel melayu yang memang ditugaskan untuk itu. Ialah kakak perempuannya yang memang tinggal serumah dengan Cika. Entah darimana kakaknya itu tahu kalau Cika lulus seleksi Pra-PORA, yang jelas mulai saat itu semua fasilitas dari orang tuanya ditarik. Termasuk ponsel dan satu unit motor matic. Tak tanggung-tanggung, pada semester berikutnya Cika ditarik kembali ke showroom; nonaktif kuliah dan pulang kerumah orang tuanya di Sigli. Meranalah saya yang sedang keren-kerennya ini.
Sejak saat itu saya putus komunikasi sama sekali dengan Cika. Nomor telponnya sudah tak aktif. Pesan yang saya kirim ke Facebooknya juga tidak pernah mendapat balasan. Saya jadi berfikir, mungkin ini adalah akhir dari hubungan kami. Meski belum berstatus pacaran, saya dan Cika saat itu sedang dekat-dekatnya. Wajar saja kalau kemudian saya merasa kehilangan.
Bulan berganti, begitu pula dengan tahun. Waktu terus berjalan dan saya mulai belajar melupakan. Empat pacar saya sekarang tinggal sisa dua. Yang pertama pisah setelah saya putusin gitu aja karena ketahuan sama pacar satunya, yang kedua mutusin saya karena kepincut lelaki lain. Meski saat itu pacar saya tinggal dua, tapi saya biasa aja. Ga sedih sama sekali. Nanti juga nambah lagi. Orang keren mah, bebaaass... (saya jangan di flag ya, steemian :( pliiiiss)
Pada suatu siang saat sedang istirahat makan di kantin kampus, saya mendengar sebuah gosip tentang Cika. Jangan penasaran gosip apa soalnya di atas kan sudah saya kasih tau kalau Cika itu ternyata Lesbi.
"Kalau ga percaya, liat aja di pesbuk si Bunga (nama pura-pura). Dia upload foto berdua sama Cika", Ujar sang biang gosip itu.
Bunga adalah perempuan tomboi pemilik salah satu travel di Banda Aceh. Mengenai sepak terjangnya di dunia per-LGBT-an, hampir semua anak gaul Banda Aceh waktu itu sudah tahu. Bunga juga kenalan salah satu teman saya, Icut, yang juga Lesbi. Bunga dan Icut sama-sama seorang Buci -- Istilah bagi kaum lesbi yang berperan sebagai lelaki.
Demi memastikan kebenaran gosip tersebut, saya meminta Icut untuk sesekali di ajak ke komunitasnya. Icut langsung setuju sebab tahu saya pernah menjalin hubungan dengan Cika. Dan setelah beberapa kali hadir pada ajang kumpul-kumpul para lesbian itu, saya menjadi akrab dengan mereka. Mungkin karena saya menguasai bahasa sandi yang kerap digunakan para banci untuk berkomunikasi. Diana pikir akike intan makcik, jeungg... Jadi mungkin mereka merasa saya ini teman senasib se per-LGBT-an nya juga.
Hingga pada suatu hari, di sebuah kedai kopi di bilangan Ulee-Lheu, saya akhirnya berjumpa dengan Bunga. Waktu itu Cika sudah mulai kelihatan lagi di kampus, tapi saya sudah sedikit menjaga jarak dengannya. Setidaknya hingga saya memastikan kebenaran gosip tersebut. Kesempatan bertemu Bunga itu langsung saya manfaatkan untuk mengkonfirmasi kebenaran beloknya orientasi seksual Cika.
"Kanua piciran sambal Cika ya, Jeung?" Tanya saya saat mendapat kesempatan berbincang dengan Bunga.
"Inang, kanua kok tawaran? udin sukses sambal pere jogja? Tinte sukses sambal lekong lagi, Nang?" Jawab Bunga membenarkan.
Bleeeessssss..... Mendengar jawaban itu, saya rasanya ingin muntah. Sia-sia rasanya pengorbanan selama ini untuk mendekati Cika. Meski begitu, saya perlu tahu sejak kapan mereka mulai pacaran. Setidaknya dengan itu saya bisa paham, apakah Cika sudah lama menjadi lesbi atau baru-baru ini.
"Tiuuuusss..... Cekong ih, Femi kanua. Akike tawaran diana sebab diana sekampus sambal akike. Kawasaki Icut jugaa", Jawab saya. Femi adalah istilah yang menunjukkan kaum lesbi yang berperan sebagai perempuan. "Udin lambreta piciran sambal Cika?" Saya lanjut bertanya.
"Baru. dua enam ini genap tiga bulan"
Sejak saat itu, saya berasumsi jika perubahan orientasi seksual yang terjadi pada gebetan saya itu terjadi sebab kerasnya sikap orang tua Cika. Cika yang menghabiskan masa remaja dalam lingkungan pesantren yang ketat merasa tidak bisa merasakan sedikit kebebasan meski kini sudah kuliah. Dan ketika Cika mulai berkenalan dengan komunitas lesbian ini, ia merasakan kebebasan tanpa harus takut dimarahi papanya karena bergaul dalam lingkungan para lelaki.
Saya beranggapan, perubahan orientasi seksual Cika disebabkan karena semangat melawan kehendak papanya. Ia merasa terkungkung dengan aturan yang melarang ini-itu dari papanya tersebut. Mungkin maksud papanya itu baik, ingin Cika menjadi wanita baik-baik dan terhindar dari berhubungan dengan lelaki yang bukan suami. Maklum saja, dunia panjat tebing di Aceh masih didominasi oleh lelaki. Tapi mungkin papanya tidak sadar dampak dari sikap tegasnya tersebut.
Sejak saya mengetahui kebenaran perubahan orientasi seksual Cika, saya semakin menjaga jarak. Saat bertemu di kampus, saya hanya bertegur sapa seadanya dengannya. Bukan apa-apa, saya hanya tidak mau reputasi saya sebagai cowok keren jadi luntur karena naksir cewek lesbi. Soal keputusan Cika, saya tidak ambil pusing. Dia sudah cukup dewasa untuk memutuskan yang terbaik buatnya. Dan gagal mendapatkan Cika sama sekali tidak membuat saya sedih. Wong pacar saya masih ada dua Emangnya situ? Jomblo!
Nah, kembali kepada postingan mba @mariska.lubis yang berjudul LGBT?! Kenapa Harus Takut?! saya akan menjawab seperti ini: Mba mariska yang cantik, saya ngga takut loh sama LGBT. Tapi saya Trauma!, Udah gitu aja.
Kasihan si Cika, hidupnya tertekan.
saya juga kasian, udah ga jadi punya pacar lima, trauma pula
Long LGBT syit, Lelaki Gron Banyak Tidur.
lon pih meunan guree.
kiban laot jangka? peu na meubah pink warna anoe laot jih?
hahahaha
Lage biasa warna pliek, hehe
hahahahahahahahaha......
selamat berjuang, guree!!
Perlu ditelusuri oleh intel melayu siapakah cika itu sebenarnya
Kakak leting ko bray....
Clue:
😂😂😂😂😂
Kayaknya bisa ditebak bing
memang pyongyang hana salah rekrut droen sbg agen, bg....
Puep choek.. !!
Hahahahahhahaha
agen LPG 3 kilogram maksud jih bg
Ciaaannn deh!
hehehe...
That geupap cerita....hahaha
Leubeh geupap lom si Cika... hahaha
Cerita yang menarik, lucu dan banyak pelajaran hidup yg bisa diambil dari kisah tersebut, semoga bisa menjadi renungan untuk orang tua jamn now
lucu ya kak? terima kasih sudah mau-maunya menertawakan saya
hehehe....
Lucu alur ceritanya,,,, maaf bukan menertawakan, tapi gaya bahasanya itu,,, buat yg baca, spt ada didalam cerita
saya diketawain juga gpp kak... itung-itung pahala karena buat senang pembaca :)
btw, terima kasih sudah mengunjungi blog kami
Duh..di bagian percakapan langsung bingung itu apa 😂😂
di rasa-rasa dulu kak... nanti juga paham
hehehe