Haruskah Aku Menjawabnya?

in #indonesia7 years ago

image

Sources

Kurasa tidak ada hal yang paling menyenangkan saat bisa duduk di caffe sambil menulis kalimat per kalimat yang aku jadikan sebuah cerita karanganku dan menikmati ice cappuccino bersama Farel, laki-laki paling tabah setelah Ayahku yang mampu bersabar menghadapi wanita manja dan menyebalkan seperti aku ini. Bertahun-tahun ia mampu bertahan meskipun aku tahu ia sudah jauh lebih dulu lelah. Tapi, ia tak pernah menyerah sedikitpun

“Aku mencintaimu” Ucap Farel lembut disela-selaku menulis sambil menatapku dalam-dalam saat aku meliriknya

Aku tersenyum manis kearahnya dan kembali menatap layar leptopku dan melanjutkan mengetik. Saat ini aku sedang melanjutkan bab 6 untuk draf novelku, bagaimanapun caranya aku harus merampungkan ini, karena aku tak mau cerita ini bernasip sama seperti cerita sebelumnya yang tak kulanjutkan

“AIRAAAAA” panggil Farel dengan suara lebih sedikit keras, mencoba menyadarkanku bahwa ada lawan bicaranya yang butuh tanggapan pernyataannya tadi. Farel manyun, aku tertawa melihat muka lucunya kalau lagi kesal seperti ini, sangat menggemaskan rasanya ingin aku bawa pulang, kalau bisa.

Aku tertawa kecil “iya Rel?”

“Apakah pernyataan kalau aku mencintaimu adalah hal lucu? mengapa kamu tidak menjawab pernyataanku tadi?

“Maaf, bukan maksudku menertawakanmu, hmm iya aku tahu kalau kamu mencintaiku”

“Lalu?” sambut Farel lagi, seperti meminta penjelasan lebih

“Apanya?” Tanyaku tidak mengerti

“Kamu tidak menjawab kalau kamu mencintaiku juga? atau kamu sudah tidak mencintaiku lagi?”*

image

Sources

Aku terdiam, Pertanyaan Farel bagaikan tamparan keras dipipiku. Bagaimana mungkin aku tidak mencintainya lagi? Pria yang sudah menemaniku selama aku kuliah disini, selalu ada disaat aku membutuhkannya, selalu menjadi penyemangat saat aku sudah malas menulis, selalu menjadi obat saat aku sakit karena melihat senyumnya adalah alasanku ingin cepat sembuh dan kembali beraktivitas kembali bersamanya. Tak ada satu alasanpunpun yang membuatku berhenti mencintainya, kecuali ia yang behenti memperjuangkan aku.

“Mengapa diam?” Tanya Farel kembali membuyarkan lamunanku

Aku menekan CTRL dan S pada keybord secara bersamaan, kemudian menyingkirkan leptopku ke sudut kiri meja supaya aku bisa leluasa menatapnya

“Haruskah aku menjawabnya?” Tanyanya aku balas lagi dengan pertanyaan

*“Bagaimana aku bisa tahu kalau kamu mencintaiku jika kamu tidak menjawabnya?” Farel mengembalikan pertanyaanku lagi dengan pertanyaan juga

“Seandainya aku bisu, berarti kamu tidak akan pernah tau kalau aku mencintaimu?”. Kataku seolah sedang berpikir

“Tapi kamu tidak bisu, Ra”

“Iya, aku emang tidak bisu. Tapi misalnya aku bisu berarti kamu tidak akan pernah tahu kalau aku mencintaimu? Aku menimpalinya dengan pertanyaan, hanya ingin tahu bagaimana ia bisa menjawab.

“Seorang yang bisu bukan berarti dia tidak bisa menulis, dia memang tidak bisa berbicara tapi bisa saja dia memberi tahu dengan sebuah tulisan atau bahasa isyarat, Ra” Jawabnya detail

Aku tersenyum lalu meminum ice cappuccino yang sudah berkeringat, dan hampir habis. Aku melirik jam tangan, tak sadar bahwa disini aku sudah 3 jam menulis ditemani Farel

“Itu kamu tahu jawabanya” Aku membenarkan jawaban Farel, karena jawabannya memang sangat tepat

“Maksudnya?" Farel semakin bingung, meminta penjelasan lagi

“Allah menciptakan kita sesempurna mungkin, bagian tubuh kita lengkap kan? Orang bisu bisa saja mengutarakan perasaannya melalui tulisan atau bahasa isyarat karena tidak bisa bicara. Mengapa kamu tidak coba alternative lain? Kamu bisa gunakan hati kamu untuk tahu jawabannya, kamu bisa merasakannya dengan hati kamu, Rel"

Farel terdiam, seperti sedang berpikir mencoba menerka-nerka apa maksud dari ucapanku

“Aku tahu kalau kamu mencintaiku tanpa kamu menyatakannya. Mata kamu udah ungkapin semuanya. Aku juga bisa merasakannya, hati aku bisa merasakannya, Rel,”

Aku menggenggam tangan Farel dan mencoba meyakinkannya

“Cinta itu engga harus di ungkapkan, cukup dengan perbuatan. Apakah kebersamaan kita selama ini belum mampu menjawab kalau aku mencintaimu juga?”

image

Sources

Sort:  

Cinta itu baru terbukti saat dia mengunjungi orang tua dan / atau wali. Sebelum itu, semua ilusi. 😂

Ini fiksi 😂

So sweet banget

Hahahah thanks ya

Cukup dengan upvote, Rel...Cukup dengan upvote.. :D :D

Hahahhahaa bang @anomt tau aja kan 😂😂

Sesak bacanya kak @sfa ini realita atau fiksi belaka kok rada-rada mirip ya 😂🙏👍

Pure fiksi kok ini mah

Emang mau bikin novel ya ra?

Ini fiksi loh bun 😂😂 khayalan doang wkwk

Tapi terkadang, cinta perlu diungkapkan, karena dia ibarat bumbu pelengkap sehingga sebuah masakan menjadi sempurna. :)

Iya juga ya. Hahaha. Gatau kenapa kepikiran bikin tulisan kaya gini 😂😂

Lanjuuuuut, kami dukung 100% cerpennya kelar 🤣

Hahahaha siap kak

sangat terharu membacanya kak, hehe soswit benar @sfa

Thanks

Congratulations, your post had been chosen by curators of eSteem Encouragement program. Feel free to join and reach us via Discord channel if you have any questions or would like to contribute.


eSteem Line
Thank you for using eSteem