Aku memposting cerita dengan foto Pussy bayi kucing yang kini sudah menjadi anggota keluargaku di instagram stories. Fotonya terlihat bahwa Pussy sedang aku kurung di dalam kandang dengan caption "sedihnya punya ibu tiri jahat" ditambah lagi dengan ekspresi wajah Pussy yang memelas seakan meminta ingin segera dikeluarkan dari kurungan.
"Kamu jahat"
Seseorang yang tentu saja aku kenal memberi komentar melalui direct message, aku yakin dia pecinta kucing. Jadi merasa tak terima melihat kucing terlihat sedih. Padahal aku tak menyiksa kucing ini, pikirku.
"yang nyakitin aku juga jahat, tapi aku ngga jahat sama kucing" aku membalasnya, sengaja menyambungkan dengan hal lain
"Rasainlah, hahahaha. Makanya jangan terlalu peduli biar ngga dijahatin" balasnya lagi dengan sedikit meledekku
"Jadi, apa aku harus jahat juga?" Tanyaku padanya meminta pendapat
"Mungkin boleh, mungkin juga tidak"
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Tetap berbuat baik dan lapang dada akan sesuatu #inijawabanserius hahaha"
"Tapi, dia benar-benar jahat"
"Kamu harus mendoakan dirinya kepada Allah, itu cara terbaik"
"Untuk ia mendapatkan balasan?"
"Eeehh... ngawur, tentu saja tidak. Doakan agar ia tak jahat lagi. Dan kamu adalah wanita terakhir yang ia jahati"
Kami berhenti membahas rasa sakit, dan melanjutkan dengan membahas novel. Ia sangat suka membaca novel, dulu ia sempat bercerita bahwa cita-citanya adalah ingin menerbitkan buku dan melihat tumpukan novel dengan nama lengkapnya di toko buku. Penulis kesukaannya adalah Tere Liye, dulu juga saat aku masih kuliah bersamanya, ia meminjamkan beberapa novel untuk kubaca. Meskipun cukup memakan waktu yang lama agar aku bisa mengembalikan lagi padanya. Tapi, ia selalu menawarkannya padaku.
"Ra, coba baca novel pulang, di sana ada pesan-pesan untuk mengikhlaskan."
"Aku tak suka membaca novel itu, terlalu berat bahasanya, ekonomi banget"
"Yahhh, padahal itu bagus banget lho, berisi kata-katanya. Hmmm, bagaimana dengan novel rindu?"
"Kamu sudah meminjamkannya, Kevin" aku mengingatkannya. Ah, dasar pikun pikirku.
"Ah, iya. Aku lupa hahahhaa. Tapi sekarang kamu sudah ikhlas kan?"
Kevin memulai lagi, padahal aku tak banyak cerita padanya. Bahkan ia juga tak tahu apa yang sedang kualami sekarang. Sebelumnya ia memang menanyakan sesuatu tentang postingan ku beberapa hari ini di blog pribadiku. Tapi, aku tak meceritakan secara detail. Bukannya tak mau, aku hanya tak ingin berbagi cerita sedih.
"Kuharap begitu" balasku
"Kalau gitu, temui dia"
"Aku tak mau" tolakku, dengan sedikit emosi
"Berarti kamu belum ikhlas"
"Sudah, Kevin"
"Ra, jika kamu sudah ikhlas. Kamu bisa menemuinya tanpa rasa sakit"
"Aku sudah membiarkan ia bahagia dengan memilih yang lain, Vin. Tapi aku hanya tak ingin bertatap muka dengannya lagi. Itu lebih baik"
"Jangan membencinya, Ra. Itu hanya akan membuat dadamu sakit terus menerus"
"Aku ngga bisa memaafkannya, Vin"
"Ra, aku tak tahu luka apa yang ia torehkan, tapi bagaimanapun hatimu harus sembuh dari rasa sakit. Maafkan dia, ikhlaskan dia, dan tata hatimu kembali"
Aku tak membalasnya lagi, tak ingin memperpanjang. Karena aku tak mau membahas hal yang itu-itu saja. Rasanya bosan sekali. Aku juga tak mau mengingat rasa sakit, dengan membahasnya sama saja aku harus mengorek kembali luka yang kupikir hampir sembuh. Kulempar telepon ganggamku ke kasur, dan melanjutkan membaca novel Boy Chandra yang berjudul seperti hujan yang jatuh ke bumi, saat itu sudah pada halaman 74. Seketika, handphoneku kembali mendapatkan notifikasi. Kuambil dan segera kulihat pesan apa yang masuk.
"Kapan kamu akan ke Aceh lagi?" Kevin mengirimiku pesan lagi. Tadinya aku tak ingin membalas, tapi entah kenapa tanganku justru mengetik;
"Kalau kamu merindukan aku" balasku asal
"Hahahahaha, aku malas merindukan seseorang. Rasanya sakit jika tak berbalas"
"Kalau gitu, aku tak kembali kesana"
"Hahh? Bagaimana dengan wisudamu?"
"Malas" balasku singkat
Aku memang sudah tak mood dengan acara wisuda. Bagaimana tidak? Aku sudah lulus sejak awal Januari 2018, dan sekarang sudah memasuki bulan Juni tapi kabar wisuda tak kunjung datang. Kupikir juga acara wisuda hanya sebuah ceremonial seorang rektor memindahkan tali toga dari kiri-kekanan. Hanya itu, tak lebih.
"Hmmm...Ra, semoga bahagia"
Aku menatap beberapa detik pada layar ponselku, mencerna baik-baik pesan terakhir dari Kevin, aku tersenyum sinis dan tak berniat membalasnya. Lagipula aku sudah mengantuk akibat membaca novel tadi. Kemudian, aku meletakkan handphoneku di samping bantal, dan membaringkan tubuhku. Lalu aku memejamkan mata perlahan seraya berkata "semoga, Vin"
Aku kok mewek terus kalau baca post kak zahra
Yang baca mewek, yang nulis banjir wkwkwk
tercyduk
Hussst nama cowoknya harus disamarkan. Biar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
ooo...Kevin