Pidana Sukmawati dan Amunisi Impeachmen?

in #indonesia7 years ago

Pasal 156 huruf a. Pasal itu berbunyi tentang pemidanaan terhadap seseorang dengan penjara lima tahun yang sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama.

Ricuh puisi Ibu Indonesia yang memuja kebebasan dengan menyinggung ajaran Islam sangatlah disayangkan. Sebagai seorang putri proklamator, yang berbicara tentang penyatuan bangsa dibawah ikatan pita Bhineka, akan menjadi bola panas jika tidak disikapi serius.

Dalam beberapa kata perbandingan antara tusuk konde dengan cadar, atau kidung indonesia dengan azan sungguh sangat tidak pantas.

Jika menilik lirik yang di ucapkan, terlihat jelas bahwa pelaku bukanlah (seorang) muslim. Dalam kebudayaan kejawen, penghormatan/pemujaan terhadap 'Yang Tinggi' dilakukan dengan kidung.

Tien Suharto, Pembina Aliran Kepercayaan Terhadapa Yang Maha Esa

Menurut peraturan pemerintah, aliran ini masuk dalam golongan kepercayaan dan diakui keberadaannya oleh negara. Jika masa Soeharto, kepercayaan tidak boleh dituliskan dalam kolom agama. Mereka, para pemeluk diharuskan memilih satu dari lima agama yang tersedia.

Kemudian di era SBY, berdasarkan Kepmen No. 12 Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Gamawan Fauzi, penulisan kolom agama/kepercayaan dapat diisi sesuai keyakinan. Sedangkan untuk pencatatan pernikahan kelompok ini sudah diputuskan berdasarkan peraturan bersama kementrian pada tahun 2009.

Mungkin generasi old masih ingat acara di TVRI pada setiap Senin malam yang diasuh oleh Tien Soeharto. Acara khusus tentang ajaran Kepercayaan Terhadap Yang Maha Esa. Sehingga sebagian budaya dan tradisi 'kejawen' masih memiliki tempat.

Impeachment

Pasca beredarnya puisi ini, pihak-pihak yang masih berharap "Bukan Jokowi" semakin kencang menuding pemerintah. Ini amunisi ambigu dan konyol sebab Sukmawati sendiri bukanlah pendukung Jokowi. Ia menentang keterlibatan Megawati dalam politik karena melanggar pesan almarhum Bung Karno.

Di sisi lain, Sukmawati juga berseteru dengan HRS dalam kasus Penghinaan Lambang Negara. Tentunya aneh, jika kegiatan ini, pembacaan puisi seolah-olah didukung istana.

Mungkin sebagian pembaca dapat mengingat, bagaimana peristiwa impeachment Gusdur berlangsung. Amien Rais yang semula menyatakan dukungan terhadap Gusdur tiba-tiba saja beralih. Sehingga banyolan "Asal jangan Buta" muncul bersamaan gerakan melengserkan cucu pendiri NU yang akhirnya menyerahkan kepada Megawati.

Kali ini, saya menangkap, ada kesan bahwa Indonesia tidak lagi mampu dipegang Jokowi. Pengarahan kondisi terbaik dapat digemakan melalui isu sosial, dan akan semakin keras menjelang 2019. Taggar #gantipresiden terus digemakan.

Lalu akan siapkah Indonesia kembali merah?

Percaya atau tidak, kita akan digiring untuk kembali dipimpin blok Amerika Serikat. Indonesia akan kembali di dikte. Selamat...


Ini kerupakan analisa pribadi