Fisherman, Vacation and the Prohibition

in #indonesia6 years ago

Nelayan, Liburan dan Pantangannya

IMG_20180610_011359.jpg

The people of Aceh who live on the coast make the sea as the main source of livelihood. They work as traditional fishermen by boat and trawl as a means to catch fish. Fishermen who do not have their own equipment will join large fishing vessels and become crewmembers and headed by a handler. The handler is the person who knows all the ins and outs of the sea and can detect the location of the existence of fish. The handler is fully responsible for the ship's owner and the crew, the profitability of a voyage is in the hands of the handler, but if a lot gets the catch, the right handler is also getting bigger.

Masyarakat Aceh yang berdomisili di pesisir pantai menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian utama. Mereka berprofesi sebagai nelayan tradisional dengan perahu dan pukat sebagai alat untuk menangkap ikan. Nelayan yang tidak memiliki peralatan sendiri akan bergabung dengan kapal penangkap ikan besar dan menjadi awak kapal serta dikepalai oleh seorang pawang. Pawang merupakan orang yang mengetahui segala seluk beluk laut dan dapat mendeteksi lokasi-lokasi keberadaan ikan. Pawang bertanggung jawab penuh terhadap pemilik kapal dan awak kapal, untung rugi sebuah pelayaran ada di tangan pawang, namun jika banyak mendapat hasil tangkapan, hak pawang juga semakin besar.

Friday is a day prohibited by custom to go down to the sea. Fishermen make Friday a holiday. Friday is also used to repair damaged fishing equipment, such as patching the trawl where it is torn for a week. This can be seen, on Friday the Aceh ocean will be quiet of all the activities of the fishermen. As a holiday, in addition to repairing work equipment, Friday is also used by the handler to discuss any ship issues with the ship owner.

Hari jum'at menjadi hari yang dilarang oleh adat untuk turun ke laut. Para nelayan menjadikan hari jum'at sebagai hari libur. Hari jum'at juga dimanfaatkan untuk memperbaiki peralatan penangkap ikan yang rusak, seperti menambal pukat dimana yang robek selama seminggu dipakai. Hal ini dapat dilihat, pada hari jum'at lautan Aceh akan sepi dari segala aktifitas para nelayan. Sebagai hari libur, disamping memperbaiki peralatan kerja, hari jum'at juga dimanfaatkan oleh pawang untuk membahas segala persoalan kapal dengan pemilik kapal.

IMG_20180610_011650.jpg

Although coastal communities, especially fishermen, are known for their harsh words and curses during fishing, there are some words that are taboo during fishing. This becomes an unwritten rule but is obeyed by all fishermen, whether fishermen with small boats or fishermen with fishing boats. If sailing fishermen, especially the crew is prohibited to mention the name of the mountain, they believe if the mountain is called then the waves as high as the mountain will deprive their ships. For the word mountain is replaced with high ground, and the word also becomes the word softener or figurative word from the mountain. The word elephant is replaced with the word po meurah. If one of the crew members would say that a job is finished, he will not use the usual lheuëh word (ready), in Aceh lheuëh also means loose, and the fish already trapped in the trawl is believed to be loose, for lheuëh replacement word then it is worn a less dangerous synonym, leungka.

Walaupun masyarakat pesisir khususnya para nelayan terkenal dengan kata-kata kasar dan umpatan selama melaut, namun ada beberapa kata yang menjadi pantangan selama kegiatan menangkap ikan. Hal ini menjadi aturan yang tidak tertulis namun dipatuhi oleh semua nelayan, baik itu nelayan dengan perahu kecil maupun para nelayan dengan kapal ikan. Jika sedang berlayar nelayan, khususnya para awak kapal dilarang menyebut nama gunong, mereka menyakini jika gunung disebut maka ombak setinggi gunung akan menghampas kapal mereka. Untuk kata gunung diganti dengan tanah tinggi, dan kata tersebut juga menjadi kata pelembut atau kata kiasan dari gunung. Kata gajah di ganti dengan kata po meurah. Jika salah seorang awak kapal mau mengatakan bahwa suatu pekerjaan sudah selesai, ia tidak akan memakai kata biasa lheuëh (siap), dalam bahasa Aceh lheuëh juga berarti lepas, dan ikan yang sudah terjebak di dalam pukat diyakini akan lepas, untuk kata pengganti lheuëh maka dipakainya sinonim yang kurang berbahaya, yakni leungka.

Knowledge of the seas and trawls only the handler knows, and the crew must obey the handler, not only because they are the crew of the handler, but because only the handler has knowledge of the ins and outs of the ocean. That is the profession of most people of Aceh in addition to being a farmer, fishermen is a major profession for coastal communities.

Pengetahuan tentang laut dan rahasia pukat hanya pawang yang mengetahuinya, dan para awak kapal wajib mematuhi pawang, bukan saja karena mereka sebagai anak buah pawang, namun karena hanya pawang yang mempunyai pengetahuan tentang seluk beluk lautan. Itulah profesi sebagian besar masyarakat Aceh disamping menjadi petani, nelayan merupakan profesi utama bagi masyarakat pesisir.

IMG_20180610_011548.jpg

Sort:  

Pengetahuan dan kearifan lokal seperti yg dimiliki pawang dan nelayan selalu menarik untuk digali dan dipelajari. Jika pun kita bukan nelayan, seperti saya, pengetahuan ini tetap menarik dipelajari. Terima kasih sudah berbagi.