Cerminan Kekuatan Indonesia Yang Berbhineka Melalui Aksi Bela Islam III

in #indonesia7 years ago

[Indonesia]

Cerminan Kekuatan Indonesia Yang Berbhineka Melalui Aksi Bela Islam III


Islam adalah rahmatan lil alamin

(factretriever.com)
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya ayat 107 yang bunyinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadis riwayat al-Imam al-Hakim, “Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”. Burung tersebut mempunyai hak untuk disembelih dan dimakan, bukan dibunuh dan dilempar. Sungguh begitu indahnya Islam itu bukan? Dengan hewan saja tidak boleh sewenang-wenang, apalagi dengan manusia. Bayangkan jika manusia memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam, maka akan sungguh indah dan damainya dunia ini.

Islam ideologi

(dhystory.blogspot.com)
Sebagai ideologi, akidah Islam adalah akidah rasional yang mampu memancarkan sistem. Rasionalitas akidah Islam ini, bisa dibuktikan dengan tidak adanya kontradiksi antara apa yang diyakini dengan realitasnya, dan bisa dibuktikan. Keyakinan mengenai adanya Allah sebagai pencipta alam, manusia dan kehidupan, misalnya, sesuai dengan realitas alam, manusia dan kehidupan itu sendiri yang terbatas. Dengan keterbatasannya, masing-masing membutuhkan kepada yang lain. Tentu, yang dibutuhkan adalah zat yang tidak terbatas, baik waktu, tempat maupun yang lain. Maka, yang dibutuhkan pasti zat yang azali (azaliyu al-wujûd), yang ada dengan sendirinya (wâjib al-wujûd) dan tidak didahului yang lain. Dia bukan makhluk (makhlûq), bukan pencipta dirinya sendirinya sendiri (khâliq li nafshi), tetapi azali (azaliyu al-wujûd). Dialah Allah SWT. zat yang Maha Esa, tidak beranak, dan tidak diperanakkan. Allah berfirman:

"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya, segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Q.s. al-Ikhlâs [112]: 1-4).

Dia juga berfirman:

"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."(Q.s.al-Hadîd[57]:3)

Sedangkan keyakinan mengenai al-Qur'an sebagai firman Allah, sesuai dengan realitas al-Qur'an yang merupakan kitab suci berbahasa Arab. Sebagai kitab suci yang berbahasa Arab, ada tiga kemungkinan bagi al-Qur'an: Pertama, al-Qur'an adalah kata-kata orang Arab (kalâm al-'Arab), dan kemungkinan ini jelas batil, karena terbukti sejak diturunkannya al-Qur'an hingga sekarang, atau sekitar 14 abad, tidak ada satu orang Arab pun yang bisa membuatnya, atau membuat satu surat sepertinya, padahal tantangan al-Qur'an kepada mereka sejak turunnya tetap berlanjut sepanjang masa.

Kedua, al-Qur'an adalah sabda Muhammad saw (kalâm Muhammad), dan kemungkinan ini juga batil, karena dua alasan: Pertama, Muhammad saw adalah orang Arab, sehingga kepadanya berlaku tantangan terhadap bangsa Arab pada kemungkinan pertama tersebut, dan jika semua orang Arab terbukti tidak mampu, maka demikian juga dengan Muhammad saw. Sebab, beliau merupakan bagian dari orang Arab. Kedua, dari mulut Rasul telah keluar dua nash yang berbeda, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah, sementara masing-masing mempunyai gaya bahasa yang berbeda. Jika keduanya keluar dari mulut yang sama, dan sabda atau kata orang yang sama, tentu keduanya pasti sama, dari sisi gaya bahasa dan ungkapannya. Ternyata, masing-masing sangat jauh perbedaannya. Maka, jelas al-Qur'an bukan merupakan sabda atau kata-kata Muhammad saw.

Ketiga, al-Qur'an adalah firman Allah SWT. dan inilah realitas al-Qur'an, setelah dibuktikan dengan dua kemungkinan sebelumnya. Allah juga berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam (bahasa non-Arab), sedangkan al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang." (Q.s. an-Nahl [16]: 103).

Adapun keyakinan mengenai Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul Allah adalah keyakinan yang dibangun berdasarkan realitas, bahwa beliaulah yang menyampaikan al-Qur'an, yang merupakan firman Allah SWT. Sementara tidak seorang manusiapun yang diberi tugas untuk menyampaikan kitab suci yang diturunkan Allah SWT, kecuali dia adalah seorang nabi dan Rasul yang diutus oleh-Nya. Allah SWT berfirman:

"Dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepda umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.s. an-Nahl[16]:44)

Keyakinan terhadap perkara di atas terbukti tidak bertentangan dengan realitas yang ada; ketiganya juga bisa dijangkau indra manusia. Sementara keyakinan terhadap malaikat, kitab-kitab terdahulu, rasul-rasul lain selain Muhammad saw. dan Hari Kiamat, adalah keyakinan yang juga tidak bertentangan dengan realitas yang diyakini. Karena keempat realitas tersebut dinyatakan keberadaannya oleh nash yang qath'i dan pasti benar, baik al-Qur'an dan as-Sunnah. Hal ini dinyatakan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (Q.s. an-Nisâ[4]:136)

ini jelas berbeda dengan kepercayaan pada hantu, misalnya, yang sama sekali tidak terbukti realitasnya, baik secara indrawi maupun penukilan yang dinyatakan oleh nash yang qath'i.

Adapun keyakinan terhadap qadhâ' dan qadar, sebagaimana yang dibahas oleh Mutakallimin, sebagai perbuatan yang memaksa manusia, baik yang berasal darinya maupun yang menimpa dirinya, serta khasiyyât benda diciptakan Allah; dimana baik dan buruknya semata-mata dari Allah adalah keyakinan yang sesuai dengan realitas, baik perbuatan maupun benda.

Semuanya ini membuktikan rasionalitas akidah Islam sebagai keyakinan yang bulat, tidak bertentangan dengan realitas dan bersumber dari dalil. Dengan keyakinan yang rasional mengenai adanya Allah sebagai pencita alam, manusia dan kehidupan, serta keyakinan yang rasional mengenai al-Qur'an sebagai syariat yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad agar disampaikan kepada seluruh umat manusia, sebagai standar akuntabilitas di hadapan Allah, serta Muhammad sebagai Rasul, sang pembawa dan penjelas syariat, dan Hari Kiamat yang menjadi hari pembalasan dan perhitungan (hisâb), maka gambaran tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan, yang akan menempatkannya pada jalur yang benar dan konsisten.

Pada saat itulah, visi dan misi hidupnya sebagai pengemban risalah yang agung dan mulia di muka bumi akan terwujud. Kemudian, sistem yang terpancar dari risalah tersebut akan ditegakkan di muka bumi dengan dorongan keyakinan yang bulat serta ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Inilah hakikat akidah rasional Islam, yang memancarkan sistem dalam kehidupan.

Aksi bela islam secara damai adalah representasi dari rahmatan lil alamin

(hidayatullah.com)
Aksi bela Islam II yang dilaksanakan pada tanggal 04 November 2016 merupakan kelanjutan dari aksi bela islam I yang dilakukan umat islam mengalami peningkatan jumlah pesertanya dengan jumlah peserta aksi menurut " Ustadz Udjae kepada Okezone, Minggu (6/11/2016).Perlu diketahui peserta aksi 4 November mencapai 2,3 juta orang," (sumber Okezone 6/11/2016). Pada aksi bela islam III yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2016 menurut Muhammad Firmansyah Kasim "Dengan skala yang sama dengan sebelumnya, tiga orang per meter persegi, estimasinya adalah sekitar 757.840 orang dalam aksi tersebut. Jika kita menggunakan hitungan dua orang per meter persegi seperti sebelumnya, ada sekitar 505.227 orang," (sumber BBC.com 5/12/2016). Pada aksi bela islam III yang mengambil tempat di Monumen Nasional (monas) Jakarta dilaksanakan dengan kegiatan keagamaan yaitu dengan dzikir, doa bersama, ceramah, dan ditutup dengan solat jumat berjamaah. Dengan peserta yang tidak sedikit tersebut dan tidak terkoordinir tentu saja menimbulkan potensi kerusuhan karena tidak ada pengornagisasian perserta dalam bertindak alias sulit terkendali, Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan damai, lancar dan sukses bahkan umat Islam di Indonesia memberikan stigma positif kepada dunia bahwa umat islam cinta damai walau tidak ada perorganisasian peserta umat Islam bergerak bukan lagi karena napsu tetapi bergerak karena keimanan yang kuat sehingga perilaku yang ditunjukkan sangat-sangat positif, tertib, teratur inilah bukti islam adalah rahmatan lil alamin.

Aksi bela islam adalah cerminan aset nasional yang mengakomodir kebhinekaan

(nahdliyyah.com)
Kegiatan bela Islam III dengan peserta kurang lebih 505.277 orang yang terdiri dari masyarakat umum dari tingkatan masyarakat berpendidikan rendah hingga masyarakat berpendidikan, dari orang sederhana hingga orang kaya semua menyatu dalam aksi damai. Tidak ada lagi perbedaan antara si miskin dan si kaya, antara terpelajar dengan yang tidak terpelajar mereka melebur menjadi satu dalam mengikuti kegiatan bela islam tidak ada ego yang ditunjukkan karena keimananlah yang menjadikan mereka satu. Allah memandang hambanya adalah sama yang membedakannya adalah keimanannya hal ini tercermin dari sumbangan yang diberikan oleh masyarakat secara spontanitas seperti banyak konsumsi yang diberikan secara Cuma-Cuma alias gratis kepada peserta aksi semua dicurahkan demi membela Islam. Bhineka tunggal ika adalah falsafah bangas indonesia yang luhur yang berarti berbeda beda nanum satu jua, umat islam yang hadir bukan jumlah yang sedikit, bukan mudah mengorganisir masyarakat dengan jumlah itu namun kenyataannya mereka tertib, teratur, damai mereka tidak mengusik kaum minoritas, tidak merusak tempat ibadah agama lain, bahkan tidak merusak taman yang sudah ada dan tidak meninggalkan sampah setelah acara usai.

Pemanfaatan Aksi bela islam sebagai aset nasional untuk kemajuan bangsa

(supernews.id)
Aksi bela Islam III merupakan cerminan kecil kekuatan nasional, tinggal bagaimana Pemimpin Bangsa Indonesia mengarahkannya demi kemaslahatan bangsa Indonesia. Bila diorganisir sungguh tidak mungkin Indonesia menjadi bangsa yang sangat maju. Aksi bela Islam III merupakan bagian kecil dari kekuatan bangsa Indonesia yang mempunyai karakteristik kebhinekaan yang berdasarkan pada Pancasila itulah modal dasar bangsa Indonesia dalam membangun sebagai salah satu kekuatan dunia.