Apakah pernah terbayangkan oleh Tuan dan Puan, jika saja kita mau menulis sebagaimana kita berbicara, maka akan lahir tulisan berjilid-jilid hanya dalam satu bulan. Bukankah kita sanggup berbicara berjam-jam dengan ragam topik yang tak pernah habis? Bicara telah menjadi rutinitas yang kita jalani saban hari tanpa henti.
Sampai saat ini nampaknya belum ditemukan orang-orang yang merasa bosan bicara. Semakin banyak ia bicara semakin ia merasakan kelezatan, meskipun si pendengar sudah terkantuk-kantuk dan menggangguk hanya demi menjaga perasaan si pembicara, bukan karena ketertarikan pada materi pembicaraan. Tapi toh kita sulit untuk berhenti bicara dan justru kita sering saling rebut bicara sehingga terdengarlah suara “kencing dalam hujan.”
Artikel saya di Waspada Medan
Pertanyaannya, kenapa aktivitas bicara bisa berjalan dan mengalir begitu saja, padahal tidak semua kita mengikuti “pelatihan bicara.” Jawaban paling sederhana, sebab kita telah menjadikan aktivitas bicara sebagai rutinitas, tiada hari tanpa bicara. Jika aktivitas bicara yang kita lakoni setiap hari itu direkam, maka akan lahir 100 kaset dalam sehari.
Nah, bagaimana jadinya jika aktivitas menulis juga kita jadikan sebagai rutinitas? Bukan tidak mungkin, tulisan-tulisan kita akan menumpuk seperti halnya suara yang kita keluarkan saban hari saat berbicara. Jika menulis dijadikan rutinitas, maka seiring perjalanan waktu ia akan menjadi mudah saja dan mengalir terus tanpa henti. Seperti bicara yang tak bosan kita lakoni, maka menulis pun tidak akan mengenal titik jenuh, jika ia telah menjadi rutinitas.
Seperti telah kita singgung di awal bahwa untuk bicara tidak harus mengikuti pelatihan bicara. Demikian juga dengan menulis pun tidak harus mengikuti pelatihan menulis. Sebab penulis-penulis populer di masa lalu hampir sebagian besarnya tidak pernah mengecap pelatihan menulis. Tapi, ketekunan dan semangat belajar yang terus menerus telah mengantarkan mereka menjadi penulis-penulis ternama di zamannya.
Namun demikian, bukan berarti saya tidak menghargai pelatihan-pelatihan menulis yang saat ini sedang “ngetrend”, tapi hanya hendak menegaskan kepada Tuan dan Puan bahwa menulis itu mudah saja, semudah kita bicara. Artinya, saya kurang sepakat jika aktivitas menulis dianggap “menakutkan”, harus ada sertifikat, harus mengikuti kursus berhari-hari atau mungkin berbulan-bulan. Pola pikir semacam ini harus dihilangkan agar penulis-penulis terus lahir dari zaman ke zaman.
Artikel saya di Waspada Medan
Jika ada oknum penulis yang mengatakan menulis itu sulit, susah, begini dan begitu, maka tipikal semacam ini pada prinsipnya adalah “kucing jantan” yang justru membenamkan semangat menulis.
Jika selama ini kita mampu berbicara 10-15 jam sehari, maka tidak ada salahnya kita sisihkan waktu 30 menit saja untuk menulis. Selama ini kita tidak pernah bingung terkait materi yang akan kita bicarakan. Dengan demikian kita pun tidak perlu merasa bingung terkait topik apa yang hendak kita tulis. Sebab alam sudah menyediakan segudang materi yang tak ada habis-habisnya, sebelum kiamat menjelang.
Sebab itu, mari terus menulis Tuan dan Puan Steemians, setiap hari, setiap bulan dan sepanjan tahun. Mari gunakan steemit sebagai media untuk mencurahkan segala pikiran yang ada di kepala. Selama ia bermanfaat bagi orang lain, maka tak perlu bimbang dan ragu. Terkait kualitas, ia akan terasah sendiri oleh zaman.
Demikian dulu Tuan dan Puan Steemians, lain waktu disambung kembali…
#ayomembaca #ayomenulis
nice ...om jgn lupa vote dan follow saya sudah vote
sudah difollow @yurielq
Walau demikian, menulis juga memiliki kerumitan tersendiri pak. Tapi solusi kaset bisa juga. Rekam. Lalu transkip. Dan, "vote pak."