Rutinitas saya sebagai freeland (tukang ecer) perdana segel dan perdana internet ke setiap setiap outlet akan selalu memakan waktu hingga larut malam, bagaimana tidak terkadang saya harus menunggu pemilik (owner) outlet itu hingga larut malam. Tidak menjadi suatu keharusan juga, dapat saja saya mencari atau berlanjut ke counter pulsa berikutnya. Namun berbicara dagang bukan hanya soal skill atau kemampuan saja, akan tetapi berbicara masalah kesabaran juga dan kesiapan mental tentunya..
Untuk itu, seluruh kegiatan yang merupakan bagian dari strategi bertahan hidup tersebut berakhir hingga pukul dini hari. Setelah seharian melakukan aktifitas tersebut, saya tidak langsung pulang ke rumah. Selalu ada keinginan untuk melihat lihat kondisi kota (Lhokseumawe) di waktu dini hari. Merupakan suatu kepuasan tersendiri, dapat berjalan sesuka hati di jalanan tanpa harus ditegur dengan bunyian klakson dari kendaraan lainnya.
Namun ada hal yang selalu menorehkan luka di hati saya, dengan kondisi malam yang dingin terkadang disertai rinai hujan. Masih ada beberapa orang yang terkadang telah memasuki usia sangat tua, berselimutkan dengan koran dan beralaskan kardus bekas tidur seadanya diemperan pertokoan.
Setelah ditanya apa kegiatan mereka di pagi dan siang harinya, mereka adalah pencari barang barang bekas yang kemudian dijual ke tukang loak dengan pendapatan hanya Rp 10.000 s/d 18.000 untuk perharinya. Mengenai tempat tinggal pun mereka sudah tidak memilikinya, hal tersebut dikarenakan tingginya harga kontrakan dan anak anak mereka masih sangat kecil.
Sebagian besar mereka berasal dari Kota setempat juga tentunya, hanya saja dengan Kecamatan yang berbeda beda. Terlintas dibenak saya, dengan UUD 1945, pasal 34 ayat 1
"Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh Negara".
Namun realita yang terjadi, apakah mereka dipelihara oleh Negara? atau hanya menjadi peliharaan Negara?
Banyak anak anak usia sekolah di Kota Lhokseumawe dalam kesehariannya hanya meminta minta di perempatan lampu merah, dengan suara parau dan penuh dengan cucuran keringat. Apa yang terbayang jika yang sedang berada disana adalah anak kita?
Tulisan ini bukan sebagai bentuk sindiran atau hendak melakukan protes dengan kinerja Pemerintahan yang ada, namun lebih ke bentuk refleksi ke dalam diri saya pribadi. Seandainya saya menjadi Walikota, apakah hal yang sama akan terjadi di Kota ini?
Kota yang mulai berkembang dan diwarnai dengan segala bentuk kemiskinan dan kebodohan serta krimininalitas yang ada. Ingat saya tentang kisah seorang Sahabat Nabi Muhammad SAW, Umar Bin Khatab tatkala beliau menjadi Pemimpin pada saat itu.
Beliau sering melakukan Blusukan, namun selalu pada malam hari supaya tidak ada yang tahu dan dengan pakaian seadanya. Dalam kegiatan blusukan tersebut beliau masih menjumpai rakyatnya yang hidup miskin, hanya makan seadanya dan pada malam itu masak batu untuk mengelabui anaknya hingga tidur.
Betapa terpukulnya hati Umar dengan peristiwa tersebut, sehingga dia kembali ke kediamannya dan memangkul sendiri dipundaknya bahan makanan yang cukup untuk keluarga miskin tersebut.
Apakah jika ALLAH memberikan kita amanah atau sebuah jabatan dapat melakukan hal yang sama, atau setidaknya tidak dapat tidur pulas sehingga kita pastikan warga atau masyarakat yang kita pimpin sudah berjalan dengan layak hidupnya. Kita dapat saja tidur nyaman dengan AC bersama Istri yang cantik, serta bangun pagi sarapan dengan makanan yang enak.
Namun, apakah yang terpimpin sudah merasakan kenyaman yang sama?
Berbicara masalah kekuasaan tidak hanya sebatas menang Pilkada lalu dapat berbuat sesuka kita..
Congratulations @user86alfath! You received a personal award!
Click here to view your Board
Congratulations @user86alfath! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!