#HARIUNTUK NENEK

in #indonesia6 years ago

869221_L.jpg

Sumber

Wajah Thoriq menyeringai menahan sakit. Luka sobek di sudut bibirnya tinggal memberi plester saja. Ku tatap heran bocah sebelas tahun itu. Tidak ada keluhan sedikitpun dari bibirnya. Hanya netra polos yang masih berkaca-kaca, menahan agar butiran beningnya tidak jatuh. Entah karena sakit atau yang lainnya. Sedangkan Toni memandang geram ke arah Thoriq. Meski bogemnya sudah mendarat di bibir Thoriq.

“Thor, ibu tahu kamu anak yang paling jujur di kelas. Sekarang apa buktinya kalau uang itu milikmu?”

“Bu guru, ada tulisan tersembunyi di uang itu.” Sahutnya pelan.

“Sini, berikan uangnya Ton!” uang kertas warna biru perpindah ke tanganku, kemudian Thoriq menerimanya dan memperhatikan uang itu dengan teliti.

“Gimana Thor, ada tulisannya?” perasaanku ikut cemas.

“Lihat Bu! Si Thor ini bohong, kan?” Toni berkata dengan yakin.

“Kenapa tulisannya jadi hilang. Tadi ada kok, Bu Guru.”

“Ya sudah, mana uangnya! Berarti tanda bukti tidak ada, bu guru tidak bisa menyatakan kalau Toni yang mengambil uangmu Thor, jadi uang ini milik Toni.” Akhirnya dengan berat kuputuskan, meski terasa ada yang mengganjal.

Thoriq terkenal anak yang jujur dan tertib. Tidak pernah bawa uang saku sebanyak itu. Aku hafal semua anak didikku termasuk masalah uang saku.

Tetapi jika itu benar milik Thoriq, untuk apa uang segitu banyaknya. Terus dapat dari mana dia?

“Apa aku bilang, orang miskin nggak mungkin bawa uang segitu ke sekolah. Kamu sudah firnah aku Thor, dasar pura-pura jujur!”

“Toni, siapa yang suruh kamu bicara begitu. Misalkan Thoriq memang salah, tetap saja kamu tidak boleh berkata demikian.” Tegurku cepat, Toni hanya mengerucutkan bibirnya.

“Thor, minta maaf sama Toni, ayo!” Bocah rajin di depanku ini cuma diam. Telunjuk kananku memberi perintah untuk minta maaf.

“Thoriq yakin dia bawa uang itu Bu, Ton ayolah berikan uangnya! Jangan-jangan punyaku kamu sembunyikan, dan yang ini punyamu.”

“Enak saja menuduh, mau kubogem lagi, heh?”

“Eh, sudah-sudah! Kalian ini gimana, sih. Bisa tertib tidak?” suaraku agak tinggi. Toni bawaannya berkelahi saja.

“Thor minta maaf!”

“Baiklah, aku minta maaf karena Bu Guru yang suruh, sebenarnya aku tidak bersalah.” Jelas sekali ada penekanan dari perkataan Thoriq, segera tangannya diulurkan ke Toni dan beranjak pergi dari kantor sekolah setelah menyalamiku.

Ah, aku merasa mata polos itu sedang menghujatku. Tanpa komentar lagi Toni pun ikut keluar. Rasanya enggan beranjak, hatiku terus ingin mencari tahu masalah yang ‘sudah’ selesai ini.

Apa yang harus aku lakukan?sudah jelas uang tadi bukan milik Thoriq. Aku menghela napas, sejenak untuk melegakan hati.

Rasanya jadi kangen Mas Alfin. Hanya dia, kekasih halalku yang bisa menghibur saat galau begini. Aku tersenyum sendiri, mengingat harapanku cuma harapan belaka. Sedang apa kamu Mas di negeri seberang? Batinku.

Kepala ini bersandar menatap langit-langit kantor yang tidak putih lagi. Tetiba tenggorokan minta dibasahi, haus yang tidak bisa ditahan. Kuambil botol yang setia berada di tas, eh habis. Masya Allah, dan segelas teh dari bu Siti yang tadi penuh, kini kosong tandas.

Kakiku memaksa keluar ke kantin bu Tari yang masih buka. Lumayan masih ada air mineral.

“Bu Laras, selamat milad ya. Anak-anak baru saja jajan di sini. Katanya Ibu yang traktir, ini uangnya masih saya taruh meja.” Aku yang masih bengong tidak tertarik dengan ucapan bu Tari. Mataku menatap tajam uang lima puluh ribuan itu.

“Siapa yang jajan, Bu Tari?”

“Lho ibu lupa ya, Toni cs bu." Hatiku berdesir.

“Bu Tari, saya lihat uangnya ya. Kayaknya kok kotor itu.” Perempuan yang usianya kaya mbak Lanjar, kakakku itu mengiyakan.


963317_L.jpg

Sumber

Rumah bertembok bata merah terlihat sepi. Pintu depan yang sedikit terbuka menandakan ada si empunya di dalam. Tampak seorang nenek renta tiduran di balai bambu beralas tikar lusuh merah yang sudah pudar.

“Nenek, assalamualaikum. Saya Laras, bu guru Thoriq. Masuk ya, Nek?”

“Siapa? Bu Guru, iya ya silahkan. Maaf nenek lagi nggak sehat.”

“Nenek tiduran saja! Sakit apa Nek?” tanyaku sambil memegang tangan tuanya.

“Pusing sama batuk Bu Guru. Thoriq barusan pergi ke warung bu Rus, biasa bantu cuci piring.”

“Wah ... Thoriq memang anak yang rajin. Di sekolah dia juga rajin, Nek.”

“Tapi kenapa Thoriq menangis sepulang sekolah, Bu Guru?"

“Oh ya, Thoriq bilang apa sama Nenek?”

“Dia bilang sedih, uang hasil kerja tempat bu Rus hilang. Padahal mau dibelikan obat untuk nenek. Dan hadiah kerudung di hari nenek, gitu katanya.”

Ah, Thoriq yang malang, sikapmu sudah seperti orang dewasa. Pahitnya hidup telah menempanya menjadi pribadi yang tekun dan mandiri.

Air mataku tak terbendung lagi. Perasaanku benar, Thoriq bukan penipu. Ada yang menyusup sakit mendengar kalimat hadiah untuk hari nenek.

Aku jadi teringat saat jam pelajaran kedua, membahas hari Bapak yang jatuh hari ini. Tugasnya membuat surat untuk bapak. Thoriq yang hanya hidup dengan neneknya menganggap nenek adalah segalanya. Sebagai ibu sekaligus bapaknya. Subhanallah, mulia hatimu, nak.

“Dia meninggalkan tulisan ini untuk nenek Bu, belum sempat nenek baca.”

Buru-buru kubuka kertas yang dilipat rapi itu. Kalimat demi kalimatnya semakin membuatku merasa bersalah.

Untuk Nenekku, yang menjadi Ibuku, dan Bapakku juga.
Terima kasih sudah merawat Thoriq. Tetapi aku belum bisa membalas semuanya. Nenek, suatu saat semoga ada hari nenek ya? biar Thoriq tidak bingung di sekolah. Hanya aku yang tidak punya Bapak. Alhamdulillah ada nenek. Pura-puranya ini hari nenek ya. Terimalah uang ini Nek, untuk beli obat dan vitamin, atau kerudung. Cukup nggak ya uangnya? Biar nenek sehat dan terus menjadi nenek, ibu, dan bapak buat Thariq. Doa untuk nenekku. Thoriq.

Isakan yang tertahan terdengar oleh si nenek yang kemudian menatap wajahku. Seakan beliau paham yang kurasakan. Tanganku ganti dipegangnya.

“Bakda magrib Thoriq baru pulang Bu Guru.” Katanya lemah.

“Iya Nek, terima kasih. Saya pamit dulu.”


Kalasan, 13 November 2018.
Baru tahu ada hari Bapak.

Sort:  

😭😭 sungguh menyentuh. Jadi mewek, Mbak...salam kenal yaa

Salam kenal juga...terima kasih sudah mampir kak. Btw saya kemarin lihat akun mbak juga. Banyak tentang disleksia ya?

Posted using Partiko Android

Hehehe..iya Mbak. Terima kasih ya sudah berkunjung 😘