Suatu hari, di tengah kesibukan aktivitas komunitas dan menulis, aku tidak sengaja menjatuhkan smartphone-ku di kamar mandi masjid. Smartphone itu kumasukkan ke dalam kantong gamis yang kupakai, sangking bergelutnya pikiran ini, aku lupa meletakkan smartphone yang baru setahun kubeli itu ke dalam tas saat hendak buang air kecil.
Akibatnya ketika aku hendak mengangkat gamis, keluarlah ia dari kantong dan jatuh ke lantai. Masih untung tidak masuk ke dalam closet kamar mandi. Smartphone itu mati seketika, tanpa ada tanda-tanda untuk hidup lagi.
Aku panik seketika karena itulah satu-satunya alat komunikasi yang aku punya. Segera kubawa smartphone itu ke teknisi untuk diperbaiki. Rupanya biaya untuk membuatnya Rp150.000, sedangkan uang di kantongku hanya tinggal Rp20.000 lagi. Padahal aku harus terhubung dengan teman-teman dan mengcek perkembangan promosi buku melalui media sosial.
Aku takut melaporkan peristiwa ini kepada orang tuaku karena mereka harus mengirimkan uang untuk biaya memperbaiki ponselku itu. Aku ingin meminta bantuan kepada saudaraku (abang), tapi aku tidak ingat nomor HPnya.
Satu-satunya nomor HP yang kumiliki saat itu ialah nomor si dia. Itu pun karena ada di proposal komunitas yang kebetulan saat itu dia sebagai narahubungnya. Akhirnya aku menghubunginya dan meminta pinjaman uang untuk memperbaiki smartphone-ku.
Tanpa pikir panjang, dia pun mengiyakannya dan akan segera memberikan uang yang kubutuhkan. Namun, aku lupa memberikan alamatku kepadanya dan ke mana duit itu akan di antar.
Setelah menelponnya menggunakan HP teknisi tersebut, aku pun pulang dan meninggalkan smartphoneku kepada teknisi itu.
"Nanti sore selesai HPnya diperbaiki. Ambilnya sebelum pukul lima ya," kata teknisi itu.
Aku pulang ke kos dan berharap smartphone-ku bisa diperbaiki. Aku merasa tidak enak meminjam duit kepadanya walupun itu sebenarnya dalam keadaan darurat. Untungnya adik sepupuku cepat pulang kuliah dan aku memintanya untuk segera menghubungi abangku.
Alhamdulillah, saat itu juga abang mengirimkan uang ke rekeningku untuk bisa mengambil smartphone yang sedang diperbaiki itu. Aku lupa menghubungi si dia dan mengabarkan bahwa aku sudah mempunyai uang untuk membayar biaya memperbaiki smartphone.
Ketika smartphone itu kuhidupkan, muncul beberapa pesan darinya yang menanyakan bagaimana kabarku dan smartphoneku. Aku menjawab beberpa pertanyaannya itu, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Barulah sebulan setelah itu aku mengetahui dari dua teman komunitasku, bagaimana si dia mencari alamatku untuk mengantarkan uang yang ingin kupinjam darinya.
Setelah aku menelponnya menggunakan HP teknisi itu, rupanya dia menelponnya lagi untuk menanyakan keberadaanku. Aku pun sudah pulang saat itu.
Dia pun segera menelpon teman-temanku menanyakan alamat kos-anku. "Kamu tahu, dia berkeliling satu Lingke mencari kos-anmu karena mau memberikan sejumlah uang yang hendak kamu pinjam kepadanya," ujar salah satu temanku saat menceritakan kejadian itu kepadaku.
Aku ternganga dan nggak menyangka dia melakukan itu untukku. Semua itu dia lakukan untuk menarik perhatian dariku, tapi aku masih menganggapnya teman biasa sama halnya dengan teman komuinitas lainnya.