(Peunyaket Donya 2) #2 Bunga Keumala

in #indonesia7 years ago

bayi-baru-lahir-830x450.jpg
Sumber

“Nak, cobalah menjadi perempuan yang kuat seperti pahlawannya Mak, Keumala Hayati” suara Mak lirih membisikkan ke telinga bayi mungil yang baru saja terlelap setelah menangis panjang.

Mak begitu percaya perempuan kecilnya ini akan sembuh, walau sudah mendekati dua bulan usianya masih saja belum ada perubahan. Sampai pada puncaknya saat itu, di mana kaki kananku ditumbuhi bisul yang semakin hari semakin membesar.

Bisul itu memerah seperti bara api, berada tepat di kaki kananku. Gara-gara itu aku sering demam karena peradangan. Kalau saja aku bisa bicara, pasti aku akan suruh angkat bisul itu siapa pun yang bisa mengangkatnya.

Upaya untuk membawa ke rumah sakit pun dilakukan oleh ayah, namun dokter menolaknya dengan alasan tidak ada ketersediaan alat untuk melakukan operasi. Tahun 1992 itu kondisi pelayanan kesehatan di daerah masih sangat rendah. Jika pun ingin mendapatkan pelayaanan yang memadai harus pergi ke rumah sakit Medan atau pun Banda Aceh. Belum lagi jarak tempuh antara Aceh Selatan ke Medan atau pun Aceh Selatan ke Banda Aceh sekitar 500 kilo meter yang menghabiskan waktu perjalanan sekitar 14 jam.

Kondisi jalanan yang masih banyak berbatu ketimbang di aspal, tentu menyulitkan perjalanan menuju kesana, karena diriku yang sangat sesintif dengan suara keras atau pun guncangan. Aku bisa menangis berhari-hari bila ada ganguan suara yang mengusik tidurku. Ketika sudah lelah menangis disusul pula dengan muntah seperti cairan bening berbau khas yang susah untuk dijelaskan bau seperti apa itu.

Orangtuaku tidak mau mengambil risiko melakukan perjalanan jauh itu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Tapi dia memutuskan membawaku pergi meninggalkan rumah yang baru 4 bulan kami tempati untuk pulang ke kampung asal ayahku di Kluet Utara.

Di sanalah aku diobati. Masih menggunkan kepercayaan mistis yang melibatkan benda-benda ghaib. Berbagai cara dilakukan, termasuk harus memotong ayam jantan yang berjambul, dimandikan dengan bunga tujuh warna, memasang azimat, dan menggali barang aneh di bawah rumah yang didirikan oleh orangtuaku.

Benda yang ditanam dengan kedalaman 60 cm itu berupa bungkusan kain putih yang berisi jarum yang sudah berkarat dan boneka yang menyerupai manusia terbuat dari jerami. Entah siapa yang usil menanam barang aneh itu di rumahku hingga orang pintar yang mengobatiku berkisimpulan bahwa barang itulah yang menjadi penyebab sakitku.

Orangtuaku setengah tidak percaya dengan hal itu, bahkan ayah ngeri melihat boneka itu saat diperlihatkan kepadanya oleh pamanku yang menemukan barang itu. Sungguh di luar dugaan bahwa peunyaket donya itu benar adanya. Bungkusan itu kemudian dibakar yang kemudian abu nya disiram dengan air yang sudah dirajah oleh orang pintar tersabut.

Seusai proses pembakaran itu, pecahlah bisul yang ada di kakiku. Darah bercampur nanah berhamburan keluar dari daging kecil yang hanya tinggal tulang. Kain bedunganku berubah warna menjadi merah, darah itu telah melumuri pakaianku dan juga pakaian Mak. Wajahku berubah pucat seketika, namun tangisku terhenti. Melihat keadaanku, Mak histeris melihat gerakanku yang mulai melemah.

Suasana saat itu sungguh sangat mencekam membuat seisi rumah tidak satu pun berani mengeluarkan suara. Cairan bening keluar dari pupilnya Mak saat menceritakan hal itu kepadaku.

Di saat itu pula Mak berdoa dengan suara kuat. Diangkatnya tanganya tinggi-tinggi sambil merintih “Tuhan, jangan ambil Bungaku, berikanlah dia kekuatan seperti perempuan Keumala. Angkatlah penyakitnya dan aku ikhlaskan orang yang menyakitinya karena aku yakin Engkaulah Maha penyembuh segala penyakit.”

Entah karena doa Mak yang langsung diijabah oleh Tuhan atau karena sumber penyakit itu sudah ditemukan, aku terselamatkan dari penyakit yang mengerikan itu. Sulit memang dipercaya aku bisa lolos dari maut. Saat sumber makanan tidak ada sedikit pun bertahan di tubuhku, ditambah dengan perdarahan hebat yang jika dinilai secara klinis pasti aku dimasukkan dalam kategori anemia berat dan butuh tarnfusi darah. Namun aku masih bisa bertahan dalam kondisi itu.

Peunyaket donya yang kuderita selama 4 bulan itu berakhir dengan pecahnya bisul di betisku yang meninggalkan bekas luka yang amat besar. Saking besarnya bekas itu, kadang aku malu menggunakan celana atau rok pendek karena selalu menimbulkan pertanyaan bagi siapa saja yang melihatnya. Inilah tanda dan bukti nyata bahwa peunyaket donya itu benar adanya.

Baca juga cerita sebelumnya tentang Bunga Keumala

(Prolog 1) #1 Bunga Keumala
(Prolog 2) #1 Bunga Keumala
(Peunyaket Donya 1) #2 Bunga Keumala

Sort:  

Good post

Ya Allah Ya Rabbi, begitu tersentuk ceritanya hingga menyuruhku utk ingat masa bayiku.

Berbagai salap teroles setiap paginya, kudis lama menemaniku hingga kelas 5 SD juga disembuhkan dengan daun berwarna ungu bernama on peulatang yang sebelum di rajah dan baru di ambil air dari daun tsb selanjutnya di oles dibagian kudis. Saat bayi aku tumbuh sehat tampan hingga banyak orang sekitar terhipnotis utk mengendongku. Tapi, sakit yang diderita adoe @yellsaints24 sejak bayi, aku juga pernah, tepatnya di umur 2.5 thn dari lutut hingga punggung telapak kaki dipenuhi kudis berbasis lokal.

Ini, cuma fiktif Adun @says24. Jangan dihubungkan dengan kisah hidup penulisnya. 😁