DARI DAMAI KE PROYEK: Potret Keamanan Aceh

20180725_230318.png
Sumber foto : Google

Kembali saya mereview buku Acehnologi karangan @kba13 , pada ba 41 yang sub judulnya adalah Dari Damai Ke Proyek : Keamanan Aceh.

Pada bab ini penulis menggambarkan sekilas bagaimana situasi perdamaan di Aceh. Selain itu pada bab ini penulis juga akan menceritakan menenai situasi beberapa anggota GAM yang berubah nasib yang dulunya memanggul senjata hingga memiliki rumah dan kendaraan yang cukup mewah pada saat sekarang ini. Fenomena ini muncul sejak terjadinya penandatanganan MOU Helsinki pada 15 Agustus 2005.setelah peanandatanganan MOU banyak problem yang muncul ketika itu dan mungkin ada sampai hari ini.

GAM menandatangani MOU pada 15 agustus 2005, setelah melaui konflik 30 tahun lebih lamanya. yang pada saat itu, kabar penandatanganan GAM ini menjadi kabar baik bagi rakyat Aceh.

Tidak sedikit rakyat Aceh yang bersyukur pada Allah karena MOU ini, mengapa??? Karena selain alsan karena adanya damai, juga hal ini dianggap sebagai proses yang akan memudahkan upaya rekontruksi Aceh setelah tsunami, dengan harapan rekontruksi Aceh pasca tsunami berjalna dengan sebaik mungkin.

proses perdamaian di Aceh dimulai sejak tahun 2001. Gerakan Aceh Merdeka didirikan oleh DR.Tgk. Hasan di Tiro, beliau merupakan cucu dari Chik Tiro, salah seorang pahlawan Aceh ketika dulu melawan Belanda. Hasan di Tiro menginginkan Aceh menjadi negara yang merdeka . hasan Tiro menyebutnya dengan negara sambugan. Yang dalam hal ini harus diakui bahwa konflik serupa juga tidak hanya terjadi di Aceh, tetapi juga terjadi di negara lain seperti Thailand,selatan dan Mindanao pada saat itu.Hasan tiro mengklaim bahwa Aceh bukan bagian dari negara Indonesia, melainkan negara yang berdiri sendiri.

Ketika pemerintah Indonesia memandang Aceh menuntut pemberlakuan syari’at islam, maka hal ini dipandang sebagai “obat” ataupun penangkal untuk menyembuhkan luka hati rakyat Aceh. Sehingga Aceh diberikan hak otonomi khusus oleh pemerintah Indonesia dan boleh menjalankan atau menerapkan syari’at Islam. Nmaun, sampai saat ini , GAM belum begitu memperhatikan adanya kepentingan syari’at islamdi Aceh yang berguna sebagai obat untuk memperteguh nilai-nilai ke-Aceh-an.
Bahkan gubernur Aceh “Irwandi yusuf” kerap menolak pemberlakuan syari’at Islam di Aceh.

Hingga saat ini masih banyak yang menduga bahwa persoalaan keamanan di Aceh belum begitu pulih