Assalamu’alaikum sahabat stemian se-nusantara.
Perkenalkan, nama saya agussalim alias agussalim masry. Lahir di Meunye Lhee Kecamatan Tanah Luas (sekarang Nibong,red) Kabupaten Aceh Utara sekitar 36 tahun yang lalu. Bila sebagian stemian tidak mengetahui dimana lokasi Kampung Meunye Lhee, wajar-wajar saja. Karena memang letaknya lumayan jauh dari pusat perkotaan. Kira-kira tujuh kilometer arah selatan dari Bandara Exxon Mobil Oil. Jika teman-teman ingin mengetahuinya secara detail, tinggal buka google map aja. Sekarang mah, serba gampang…hehehehe.
Ohya, beberapa teman yang baru kenal dengan saya, dari dulu hingga sekarang sering menanyakan ihwal penggunaan kata “Masry” di belakang nama serta suku saya. Perihal penambahan kata di belakang nama sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Itu sesuatu yang lazim di kalangan masyarakat kita. Ada yang menggunakan nama daerah asal, ada juga nama orang tua. Sebut saja nama Almarhum PDY Muhammad Hasan di Tiro yang merupakan tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka. Teungku Chik di Tiro pahlawan nasional asal Aceh. Surya Paloh pendiri Partai Nasional Demokrat serta sederet nama-nama tokoh lainnya. Tiro dan Paloh sendiri merupakan nama daerah yang ada di Kabupaten Pidie, Aceh. Kabupaten ini terkenal dengan “keurupuk mulieng” alias kerupuk melinjo.
Saya sendiri memilih menggunakan nama gabungan ayah dan kakek saya yakni Muhammadsya Bin Risyad yang saya singkat menjadi “Masry”. Selanjutnya soal suku. Saya berasal dari suku Aceh tulen, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Memang kalau bicara soal suku tentu saja bukan hal yang menarik untuk diperdebatkan. Sebab, seseorang dilahirkan dari suku apa, warna kulitnya apa, rambutnya gimana, bukan atas dasar permintaan. Akan tetapi atas kehendak Sang Maha Pencipta. Intinya, dari suku apapun kita dilahirkan yang penting bermanfaat bagi sesama, bukan sebaliknya.
Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah atas tahun 2000 di Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara, saya meneruskan pendidikan pada program studi pendidikan fisika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Selama kuliah saya aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam, pernah menjabat sebagai Ketua Komisariat dan juga pengurus cabang. Selain itu, saya juga aktif di organisasi paguyuban Ikatan Pemuda Aceh Utara (IPAU) Banda Aceh dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris umum.
Setelah tsunami melanda Aceh, saya bergabung di Surat Kabar Harian Rakyat Aceh sebagai wartawan. Bagi saya, menjadi wartawan itu asik sekaligus menantang. Asik karena sesama wartawan itu kompak. Saat liputan rame-rame ngejar narasumber, kadangkala narasumbernya enggan memberi komentar. Nah, disitu butuh kepiawaian kita bagaimana caranya agar narasumber mau diajak wawancara. Terus, menantangnya, saat kita diberi tugas oleh pimpinan redaksi melakukan investigasi untuk membongkar kasus-kasus sensitif. Dulu saya pernah dikejar-kejar oleh oknum tertentu gara-gara ketahuan kehadiran saya di lokasi tersebut untuk kepentingan peliputan. Padahal saya berlagak biasa-biasa aja, hanya mengamati tanpa menulis dan tanpa bertanya apapun. Karena kondisi sepertinya tidak menguntungkan akhirnya saya memutuskan meninggalkan lokasi. Eh, ternyata saya dikejar oleh oknum tersebut dari belakang sambil sambil berteriak dan mengeluarkan kata-kata ancaman. Kaburlah anak mudanya…hehehe.
Foto: Bersama Pemimpin Redaksi Tabloid Modus, Muhammad Saleh, Reporter TVRI Aceh, Ade Sabarino, dan teman-teman wartawan Sumut di sela-sela pelatihan Jurnalis Investigasi yang dilaksanakan oleh Unesco PBB, Juni 2006 di Hotel Novotel, Medan.
Setelah keluar dari Harian Rakyat Aceh-bukan karena dikejar-kejar itu lho-saya memutuskan bergabung di LSM SoRAK Aceh yang bergerak di bidang anti korupsi. Awalnya dipercayakan menjadi pimpinan redaksi Majalah Mediasi. Berikutnya, kepala divisi kampanye dan pendidikan publik, kepala divisi data dan analisis, terakhir sebagai kepala divisi advokasi kebijakan publik. Banyak pengetahuan yang saya dapatkan disini, terutama tentang apa saja penyebab terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme serta langkah-langkah yang mesti ditempuh untuk memerangi penyakit yang membuat negara sakit. Diantaranya yaitu dengan cara memberikan pendidikan politik anggaran kepada masyarakat sehingga masyarakat sadar bahwa partisipasinya dalam penyelenggaran pemerintahan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
foto: Begini penampilanku saat masih aktif di LSM
Akhir tahun 2008, saya keluar dari SoRAK dan memilih jadi tenaga pendidik di salah satu sekolah pendidikan menengah di Kabupaten Aceh Utara hingga saat ini. Tahun 2015 lalu, mendapat beasiswa dari Kementerian Pendidikan untuk melanjutkan studi di PPS Universitas Negeri Medan. Alhamdulilah, sudah selesai.
Foto: ini penampilanku sekarang. Kamera tetap di tangan, naluri jurnalis masih melekat.
Sementara itu dulu teman-teman.
Salam hangat,
Sukses selalu untuk stemian #Aceh #Indonesia.
Welcome to Steemit! Hope to see some content made specifically for the community here.
Thanks a lot
Selamat @agussalimmasry! Telah gabung di Steemit. Suka anda datang di sini.. diupvote ya.. =]
sip...terimakasih saudaraku @puncakbukit
selamt datang pak @agussalimmasry
Terimakasih teman...jangan lupa Upvote and follow me @gurusosiologi
Welcome aduen, semoga betah
Hahaha...terimakasih...neupeurunoe bacut. Hana muphom lom nyoe...lon follow akun droe neuh. Neu Upvote sigo keumameh kuwah bah seumangat teuh @hayatullahpasee
Waaaoowww..... Hai.. Hai..
Akhirnya... Lahir juga engkau di steemit pak. Selamat bergabung di steemit pak Agus. Semoga betah ya...
Sukses ya pak...
Jangan lupa upvote dan follow @anakwamin (Rita) juga ya pak... Trims
Oke @anakwamin trims motivasinya
Mantap that pak guru
Hehehe..terimakasih @fahmizoel...sukses selalu untuk mu...amin