Bola panas masih bergulir di ramah sastra Indonesia tentang Puisi Esai Denny JA, terutama di Jawa Barat yang nemakan dirinya sebagai Aliansi Jabar Tolak Denny JA.
Setelah kemarin diadakan pertemuan dua kubu pro dan kontra tentang Puisi Esai DJA pada 16 Februari 2018 yang diselenggarakan oleh Yayasan Guntur Jakarta, pada tanggal 13 Maret 2018 akan kembali diadakan diskusi. Bertempat di GIM ( Gedung Indonesia Mengugat)
Sumber berita dari Aliansi Jabar Tolak Denny JA mengatakan dalan siaran Pers oleh M Malik
Membongkar Skandal Proyek Sastra Denny JA
Sejak Denny Januar Ali mengumumkan dirinya sebagai tokoh sastra lalu disusul dengan klaim bahwa dirinya pencetus lahirnya genre puisi baru yaitu “Puisi Esai”, kontroversi terus bergulir di berbagai daerah Indonesia. Sastrawan Jawa Barat adalah kelompok yang paling keras dan kompak menolak gerakan yang dimotori Denny JA tersebut.
Banyak yang merasa aneh dengan pikiran Denny JA. Dengan klaim sudah terbit 40 buku dan segera menjadi lebih 70 buku puisi esai dan sudah hadir 250 penulis puisi esai di seluruh provinsi, dari Aceh hingga Papua, lalu dengan enteng dia menganggap itu sebuah fenomena kelahiran genre puisi baru. Dan kelahiran genre ini bukan tercipta secara alamiah tetapi dengan rekayasa Denny JA sebagai kapitalis yang mengunakan uang untuk membiayai semua ambisinya yang menginginkan dirinya didakui sebagai tokoh sastra paling berpengaruh dalam sejarah sastra Indonesia. Bagaimana mungkin sebuah genre sastra lahir dari sebuah kekuatan uang bukan dari proses suci, alamiah, dan ikhlas?
Denny JA tak berani berdebat forum resmi. Ia menggunakan kritikus-kritikus bayaran untuk pasang badan. Dan ketika pihak yang kontra menyerangnya, Denny JA dan kelompoknya merasa dianiaya. Hal itu yang dialami oleh pengidap Victim Mentality Syndrom (VMS), yaitu sindrom yang merasa dirinya menjadi korban. Dalam berkomunikasi penderita suka membalikkan argumen, mencari berbagai pembenaran, dan bicaranya berputar-putar.
Melihat fenomena tersebut, sastrawan di Jawa Barat merasa perlu menolak upaya Denny JA melakukan “politik uang” pada dunia sastra, yang kami sebut sebagai “skandal”. Bertempat di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Jl. Perintis Kemerdekaan No. 5, Kota Bandung, Selasa, 13 Maret 2018, para sastrawan, seniman, pemerhati sastra, aktivis sastra, dan aktivis budaya berkumpul untuk sebuah diskusi dengan tajuk “Membongkar Skandal Proyek Sastra Denny JA”. Diskusi ini akan menghadirkan pembicara Ahda Imran, Yana Risdiana, Ari J. Adipurwawidjana, Heru Hikayat, dan Hikmat Gumelar.
Dalam tulisannya, Ahda Imran membabat habis kebohongan Denny JA yang mengelak telah membiayai proyek puisi esai. Tidak hanya itu, Denny JA telah mengijon penulis puisi esai yang kebanyakan bukan penyair, tapi mendadak menjadi penyair. Penyusunan buku itu adalah infiltrasi modal ke dalam sejarah sastra Indonesia. Memang radikalisme modal, terutama di dunia seni, menurut Ahda sangat sulit dideteksi. Tak ada undang-undang dan konstitusi yang dilanggarnya. Termasuk manakala radikalisme modal, yang bekerja lewat sistem ijon itu, membuat beragam klaim seperti dinyatakan Denyy JA, yang segera diamini dan diimani oleh para “karyawannya”, bahwa telah lahir angkatan baru dalam sastra Indonesia, Angkatan Puisi Esai.
Ari J. Adipurwawidjana, dosen Unpad ini membahas bagaimana sebuah genre lahir dan berkembang melalui interaksi antarjejaring yang bersifat horizontal-egaliter yang terus berlangsung. Lingkar Survei Indonesia (LSI) harus mengumpulkan opini publik lewat survei. Pola vertikal-hierarkis yang diterapkan “gerakan puisi esai” merupakan pola koersif yang selama ini lazim diterapkan dalam dunia politik Indonesia.
Yana Risdiana, advokat pencinta puisi ini menulis tentang kontrak puisi esai antara penyair dan pihak Denny JA yang mengutif KUHPer Pasal 1338 (3) dan Pasal 1339 KUHPer yang masing-masing berbunyi: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” dan “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Mengasumsikan penyair, dengan alasan tertentu, setuju akan membuatkan puisi sesuai pesanan dari pemberi kerja dengan harga X rupiah sesuai genre Y dan puisi harus diselesaikan dalam jangka waktu Z bulan. Lantas, bagaimana kontrak menjadi mungkin dituliskan?
Sementara Hikmat Gumelar berbicara soal gerakan manipulasi yang dilakukan Denny JA dan membandingkan puisi esai Denny JA dengan puisi WS. Rendra. Menurut Hikmat bagaimana puisi sebagai kejadian nyata yang bisa ditegaskan dengan catatan kaki. Puisi itu akan selesai sebagai teks indah tanpa harus ada catatan kaki. Bahasa dan sastra menjadi kesantunan tertinngi manusia dan itu dilakukan tidak dengan uang ketika disebut sebagai tokoh, tapi dengan karya. Denny JA mengingkari keringat para sastrawan yang berjuang dengan kata untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Denny JA juga tak ambil pusing dengan Rendra, Wiji Tulul, dan atau yang lainnya, yang dengan susah payah melakoni kesetiaan serta berjuang demi sastra, tidak membelinya dengan uang.***
Aliansi Jabar Tolak DJA
Saya berharap, semoga badai cepat berlalu, Ranah sastra Indonesia kembali bersatu mengasilkan karya yang layak dan patut menjadi panutan bagi pembacanya
Puisi esai bentuk kayak apa sih?
katanya mah puisi ada kaki atau keterangan
Ayu juga lom baca da :)
Denny JA lagi? Hadeuuuuh.. pusiang kita lihat dia ya :D
hahaaa.....nikmatin aja, paling tidak sejarah puisi esaey jadi keangkat lagi
Rame dah sama orang itu
@blogiwank :)
Ganyang Denny Togot!!!! Tak perlu ada dialah untuk menjadikan puisi indonesia lebih baik dan terkenal di dunia. Sebab sudah ada Sutarji, Sapardi, Jokpin, dll.
@apilopoly perlu di luruskan agar tidak bengkok
Banyak juga yang heboh dengan puisi essay ya. Saya kurang paham sih kak. Tapi dari postingan saya izin memberikan rekomendasi penataan postingan seperti @steemitbudaya atau bang @blogiwank.
Kakak bisa membuat paragraf pendek yang terdiri dari lima atau enam baris. Dengan memberikan jarak antar paragraf.
terimakasih masukannya Dek @andrienhabibi