LATAR BELAKANG
Hoax sendiri kalau misal Anda punya waktu untuk browsing mendalam, Anda akan menemukan fakta yang unik. Hoax terlahir dari kata hocus-pocus, ya sebuah mantra yang digunakan oleh para penyihir/pesulap sebelum melakukan aksinya, yang biasanya 'untuk memberikan perubahan'. Lebih jauh lagi, kata ini dipercaya adalah sebuah korupsi/hinaan terhadap sebuah ritus ekaristi (ibadah pada Gereja Katolik) pada bagian paling suci yaitu transubstansiasi dari roti|anggur menjadi tubuh|darah Kristus.
Kata ini sendiri berarti 'sebuah aksi untuk menipu atau membohongi' atau 'berita tidak benar/missinformasi dll'. Sebenernya klasifikasi untuk hoax ini sangat dalam dan beragam sekali, ini berhubungan dengan hal abstrak dan pemikiran dalam ranah pikiran:
- Half-truth/Miss-information, menggunakan bagian yang benar untuk misslead aksi populasi (lebih pada detail)
- Dis-information: menggunakan informasi untuk mempengaruhi opini publik (lebih pada mood)
- Fake News: julukan adhominem yang diberikan kepada suspek yang berbohong
- Gas-lightning: supaya user meragukan dirinya sendiri, tingkat parah = berhenti bertanya
- Censorship: menutup sumber informasi supaya tidak ada klarifikasi untuk semua hal
- BrainWashing: memaksa supaya Anda percaya dengan 1 hal saja, menolak hiposesis lain
- dll
nb: nama-nama fenomena ini bisa anda buat sendiri. Anda cukup tau feeling tentang fenomena, bedakan yang baru dengan fenomena yang Anda kenal, kalau beda Anda bisa beri nama. Untuk mengetahui 'klasifikasi yang lebih mendalam' yang berhubungan dengan hoax ini saya anjurkan untuk browse tentang operasi intelligence macem operation paperclip / mocking bird / etc. Karena dari sejarah Anda akan tahu mana teknik yang bener-bener dilakukan oleh para penguasa.
Informasi sendiri punya definisi menarik kalau Anda mau dalami, yaitu 'resolusi dari ketidakjelasan'. Maka kalau kita sadari bahwa tiap hari itu kita butuh informasi yang tepat untuk buat keputusan yang jelas. Maka Hoax itu adalah musuh kita bersama. Hoax sendiri tidak bisa dihancurkan karena kalau Anda baca kitab suci bener-bener, hoax itu sudah terjadi SEJAK AWAL melalui ular. Fenomena hoax itu akan berlanjut hingga akhir dunia. Bahkan kalaupun Ada macem gatekeepers yang menjamin bahwa di website yang sudah ada capnya itu = tidak akan ada hoax. Maka keputusan yang paling logis adalah jangan percaya. Sesuatu yang buat Anda lengah itu bukan untuk diterima.
TENTANG BAHAYA DARI SENSOR
Seperti yang saya definisikan di atas "menutup sumber informasi supaya tidak ada klarifikasi untuk semua hal", sensor sendiri adalah upaya yang kejam dan patut untuk dihina sekeras-kerasnya di era Informasi ini. Tentunya sensor yang saya maksud adalah yang kepada freespeech, PORN itu bukanlah bentuk dari free speech sehingga pantas untuk difilter apalagi supaya tidak dilihat anak-anak yang dibawah umur.
Saya pernah ada argumen bahwa orang Indonesia itu terlalu elementary (kekanak-kanakan) untuk kemudian diasumsikan tidak reaktif terhadap informasi yang kontroversial. Patut di pahami bahwa setiap pertumbuhan juga memerlukan untuk melewati sebuah fase, bahkan di eropa juga dulu pernah ada "witch hunting" dikarenakan over-reaction seperti ini dan akhirnya karena informasi sejarah ini diketahui di mana-mana. Akhirnya orang juga menjadi dewasa dan paham tentang jeleknya untuk menjadi reaktif terhadap suatu hal. Indonesia juga perlu melewati fasenya dan menghadapi dunia secara lebih dewasa.
Gereja katolik juga mengalami fase yang sama, di tahun 1900 banyak sekali artikel-artikel tentang atheisme yang sulit sekali disangkal dengan berbagai argument, dan juga dibuktikan bahwa censorship itu tidak bisa menghentikan arus dari masyarakat eropa untuk menjadi skeptis dan bertanya segala hal. Namun akhirnya para cendikiawan gereja berangkat dan kemudian memformulasi berbagai macam argumen untuk mengalahkan pemikiran yang salah. Penanganan ini masih lebih modern kalau melihat sejarah yang lebih kuno dulu misal di timur tengah tentang kekhalifahan Islam yang ada di sana, banyak kemudian yang dihukum mati karena berbeda pikiran (standar orang jahat), dan karena hal ini memiliki fondasi dasar pada pedagogi keagamaan maka praktek ini masih berlanjut dilakukan hingga sekarang. Namun apakah pikiran bisa disensor? tidak bisa. Dissent masih selalu ada dan selalu terjadi pergumulan / hingga revolusi bersenjata.
Ketika terjadi sensorship maka yang terjadi berikutnya adalah peperangan. Secara filosofis sebenernya pertarungan / ketidaksetujuan itu ada di dalam otak sehingga rekonsiliasi itu ada pada diskusi. Ketika chance untuk rekonsiliasi itu dihilangkan maka yang terjadi adalah saling memukul satu sama lain, karena manusia membutuhkan catharsis. Pernah lihat board diskusi atheisme vs agama / agama 1 diskusi lawan yang lain? itu adalah bukti budaya yang modern, yang mencegah perang agama terjadi di era ini.
REALITA YANG LAYAKNYA DIPAHAMI
Hoax dan Info itu nyatanya adalah sepasang.
Informasi yang kadaluarsa itu bisa juga menjadi hoax, misal masih percaya bahwa dunia ini aman-aman saja (hidup di gua) keluar ke mana-mana tanpa masker eh ternyata ada pandemi covid19
Informasi yang tidak terupdate bisa menjadi hoax di hadapan yang selalu update info, misal dulu sars-cov-2 (covid19) pernah dianggap tidak menular dari manusia ke manusia oleh WHO. Bayangkan bila kita hanya punya 1 sumber informasi saja. Betapa gilanya hal itu bila kita bandingkan betapa mematikannya penyakit ini.
Informasi kadaluarsa = punya informasi yang lama tanpa ada update informasi yang baru
Informasi tidak-update = adalah persoalan lengkapnya detil-detil kecil yang punya signifikansi yang besar dari informasi
Sebar INFORMASI is OKAY = Kasih referensi dan data yang jelas!
Kalau dituduh HOAX is OKAY = buktikan dengan informasi yang ada dan argument yang jelas
Intinya jangan berhenti bertarung, bertarung dulu baru tentukan menang/kalah.
Karena buat apa Anda yakin punya emas tapi takut membuktikan keaslian emasnya?
PRAKTEK YANG SALAH KAPRAH
Di Indonesia kita bertemu dengan kebijakan unik dari Kepolisian RI yaitu : "JANGAN SEBAR HOAX". Ini adalah frase mantra sekelas dulu di Amerika Serikat "It's the Economy, Stupid". Saya sendiri memang orangnya sedikit cuek dan baru tau kuatnya frase itu ketika ada diskusi hot di dalam sebuah game (a.k.a world chat). Ketika saya membuat asumsi dan buat penjelasan, ada user lain yang teriak "JANGAN SEBAR HOAX LU" - sebuah reaksi yang INFLAMATORY, tanpa ada ELABORASI.
Klo Anda tidak tahu, di dunia sains manusia itu bebas memiliki asumsi untuk segala hal. Dan inilah yang membuat perkembangan sains sangat pesat. Sains tidak akan peduli dengan ahli agama / ahli kitab manapun untuk mencari kebenaran dan menjadi alchemy (al=dari, km.t=dark). Walaupun ada tuduhan "JANGAN HOAX" seharusnya ada juga tendangan "JANGAN FITNAH, BUKTIKAN".
Ketika ada propaganda "JANGAN SEBAR HOAX" di Indonesia selain orang menjadi awas, ternyata juga membuat masyarakat kita dari yang muda hingga tua kehilangan nyalinya untuk "SEBAR INFO". Dan karena detterent ini bener-bener nyata di Indonesia yang terbukti baru-baru ini dengan berita orang-orang yang ditangkap dengan latar belakang cerita yang aneh.
Ketika "JANGAN SEBAR FITNAH, BUKTIKAN" itu menjadi sebuah budaya free speech yang dilindungi di Indonesia. Saya bisa membayangkan bahwa banyak sekali yang akan kemudian menDEBUNK segala kepalsuan di mana-mana, dengan berbagai bukti tentunya. Dan segala tuduhan omong kosong akan dihancurkan oleh FREE SPEECH MARKET
INFO TERLALU BANYAK = FATIGUE?
Juga ketika ada teman saya bagikan kuesioner penelitian untuk jurusan public health memanfaatkan era lockdown ini ada pertanyaan yang menyebutkan "Apakah Anda menjadi bingung karena banyaknya informasi yang diedarkan di televisi mengenai Covid19 ini?"
Nah patut diketahui bahwa
KETIKA KEPUTUSAN ANDA BISA BERUJUNG MAUT/BANGKRUT, TIDAK ADA INFORMASI YANG TERLALU BANYAK.
Mungkin orang terlalu jenuh karena kepalanya berisi stress yang irrelevant, misalnya Anda ada job untuk input kuesioner yang menggunung namun ada beberapa yang perlu manual untuk diinput namun Anda masih harus juga buat keputusan seputar covid19 ini. Maka bukan terlalu banyak info yg bikin pusing tapi kerja yang lain.
MEMAHAMI JANGAN SEBAR HOAX
Jangan sebar hoax bagi saya pribadi bisa dipahami sebagai sebuah metode untuk mempengaruhi orang-orang sekitar agar DIAM. Saya juga paham dengan kebijaksanaan timur untuk "jaga muka" tentunya kalau ada info yang terlalu memalukan saya juga tidak akan mematikan karakter dari oligarki siapapun itu.
Namun juga saya paham dengan adanya realita pada masyarakat menengah kebawah yang banyak tertipu dengan berbagai advertising/ method bisnis yang tidak etis. Namun seperti yang sudah saya tuliskan tadi "JANGAN SEBAR HOAX" sebagai slogan adalah sesuatu yang sangat salah kaprah.
Bayangkan kalau itu diganti dengan "JANGAN SEBAR FITNAH, KLARIFIKASI!" / "JANGAN SEBAR FITNAH, CEK DAN RE-CEK. Coba kita feel frase slogan kedua ini. Cuma frasa itu hanya akan ada pada era utopia di mana semua oligarki hanya mencari kebenaran daripada profit dalam hidupnya
INFORMASI DI MASA DEPAN
Kalau Anda lihat bagaimana di China dengan promosi kesehatan yang menggunakan influencer-influencer kecil itu, Anda akan paham bahwa 'transaksi-informasi' adalah bagian essensial yang tidak terpisah dari manusia modern. HP layar datar itu akan mengurangi gerak Anda di dunia nyata
KESIMPULAN
Akhirnya paling penting bagi kita semua adalah untuk memahami suatu prinsip yang paling penting : Jangan menyakiti manusia. Mungkin teks ini akan diarsipkan terus dan selalu diperbaharui ke depan.
Apr 28, 2020, 10:55:48
Congratulations @dejong! You have completed the following achievement on the Hive blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
You can view your badges on your board And compare to others on the Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Support the HiveBuzz project. Vote for our proposal!