Saya memeluknya erat. Erat sekali. Dan agak lama. Kepalaku hanya sebahunya. Lelaki jangkung dari Aceh Selatan ini benar benar berada di hadapanku.
Kami berpandangan dengan tangan tergamit, berpegangan. Disebelahnya, seorang wanita berjilbab dan berperwakan kecil, dengan hidung bangir, layaknya perempuan keturunan arab. "Ini istriku", kata dokter Faisal.
Kami dulu satu jurusan di Madrasah Aliyah Negeri Pocut Baren, Banda Aceh tahun 1985_1987.
Tamat MAN, Faisal masuk kedokteren Unsyiah. Sementara aku terperosok di belantara Paris Van Java. Setelah gagal ke Yogjakarta di Akademi Seni.
Sewaktu di Madrasah Aliyah, aku agak akrab dengan Faisal. Kami membentuk sebuah geng. Genebi Perdana. Generasi Biologi. Kemudian tak kontak sama sekali. Selama berpuluh tahun.
Jum'at, 16 Pebruari 2018 kami bertemu. Dokter Faisal sedang liburan bersama istrinya. Setelah selesai dokter umum. Dokter Faisal kemudian mengambil spesialisasi menjadij dokter bedah tumor di Malang dan Bandung.
Sayup sayup sampai pernah kudengar kabar, saat tsunami lalu dokter Faisal kehilangan anak dan istrinya. Tsunami Aceh telah memporak porandakan Aceh. Baik infr struktur maupun kehidupan sosial. Bandingan kejadian tsunami ini hanya ada pada kisasun anbiya.
Bagaimana tidak, air laut menyalami daratan. Melampaui batas toleransi pantai. Zikir air di tempat tanah.
Pertemuan di WRB Cafe Shop di Jalan Yos Sudarso Takengon, hampir satu jam. Kami mengenang masa lalu dan bercerita tentang kawan kawan di Madrasah Aliyah yang sebagian telah wafat atau didera penyakit.
Aku bersyukur pada Allah, masih dipertemukan dengan sahabat lamaku yang menanggilku "Temon"
Hai @winruhdikopi, saya upvote anda vote back ok.
@maepoong, siap teurimong genaseh
Wah, ternyata satu almamater kita Pak, beda generasi.
@hefa, Alhamdulillah, ternyata kita satu almamater.. Semiga kita berguna bagi keluarga dan lingkungan kita, Amin
Teringet masa lalu beta ke bang... he...he
Betul arsadi, sedih