Minggu 17 Desember 2017 lalu, masyarakat Aceh dikejutkan dengan isu kontes waria di Hotel Harmes Palace Banda Aceh, setelah menggelar pesta di hotel tersebut 6 waria diamankan oleh satpol PP karena kegiatan yang tidak berizin tersebut mendapatkan protes keras dari masyarakat Aceh.
Permasalahan waria kembali mencuat dan menjadi buah bibir setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi pasal 284, pasal 285 dan pasal 292 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang disebut-sebut “MK telah melegalkan zina dan LGBT”. Meskipun pendapat keliru ini telah dibantah, akan tetapi pandangan negatif masyarakat terhadap putusan ini telah merebak, apalagi beberapa media menyebutkan bahwa putusan ini awal kemenangan bagi kaum pro LGBT.
Masalah banci dan waria sebelumnya juga membuat heboh dunia pendidikan dengan beredarnya kopian buku Fikih kelas 2 SD cetakan Yudhistira, hal ini membuat gerah para Ulama dan tokoh Pendidikan Islam karena buku tersebut tidak merincikan pengertian “banci” secara lebih detail sehingga menyamakannya dengan waria dalam hukum fikih.
Selain itu masih banyak isu-isu yang tersebar yang membuat masyarakat semakin resah dengan penyakit yang bernama Waria dan LGBT, mari kita membaca kembali pandangan dan sikap Islam terhadap isu tersebut, bahkan bagi mereka yang menyamakan khuntsa dengan waria.
Pengertian Khunsta
Secara bahasa khuntsa berasal dari lafadz al-khantsu, artinya lemah atau pecah. Sedangkan Khuntsa menurut Istilah mayoritas ulama memiliki pendapat yang sama dalam mendefinisikan khuntsa. Menurut Imam Ali Ash Shobuni dan Yasin Ahmad Ibrahim Daradikah, Khuntsa ialah:
“Orang yang baginya alat kelamin lelaki dan alat kelamin wanita atau tidak ada sama sekali (sesuatupun) dari keduanya.”
Imam al-Kasani juga menjelaskan tentang pengertian khuntsa dengan mengatakan bahwa khunsta adalah orang yang memiliki alat kelamin laki-laki dan wanita padahal tidak mungkin dalam diri seseorang mempunyai kepribadian laki-laki sekaligus wanita sesungguhnya. Akan tetapi, bisa jadi ia seorang laki-laki atau wanita.
Adapun penjelasan untuk mengetahui apakah dia seorang laki-laki atau wanita maka bisa melalui tanda-tandanya. Diantara tanda-tanda laki-laki setelah baligh adalah tumbuh jenggot. Sedangkan tanda-tanda wanita setelah dewasa adalah tumbuhnya payudara, mengeluarkan susu dari payudara itu, haid dan melahirkan. Hal itu dikarenakan setiap jenis dari yang disebutkan di atas memiliki kekhususan baik pada laki-laki maupun wanita yang memisahkan antara keduanya.
Adapun tanda-tanda pada saat masih anak-anak, maka dilihat pada tempat buang air seninya, berdasarkan hadits Rasulullah saw,”Khuntsa dilihat dari tempat buang air seninya.” Apabila dia buang air seninya keluar dari alat kelamin laki-laki maka dia adalah laki-laki dan apabila dia keluar dari alat kalamin wanitanya maka ia adalah seorang wanita. Apabila air seninya keluar dari kedua-duanya maka lihat dari mana yang lebih dahulu keluar, karena tempat yang lebih dahulu mengeluarkan air seni itu adalah tempat keluar yang asli sedangkan keluar dari tempat yang lainnya adalah tanda kelainan. (www.eramuslim.com).
Khuntsa ada dua macam:
- Khuntsa Musykil yaitu yang sama sekali tidak bisa dihukumi status kelaminnya, karena tidak ada tanda-tanda yang mengarahkan kecenderungan ke laki-laki ataupun perempuan.
- Khuntsa Ghairu Musykil yaitu yang masih bisa dihukumi status kelaminnya sebab ada tanda-tanda kecenderungan/kecondongan pada salah satunya.
Begitu juga pendapat al-Imam al-Nawawi dalam al-Majmu‟ Syarah al-Muhadzab yang menjelaskan bahwa khuntsa itu ada 2 (dua) macam, yaitu orang yang mempunya dua alat kelamin (kelamin lelaki dan kelamin perempuan) dan orang yang tidak mempunyai alat seperti diatas tetapi ada lubang yang dari lubang itulah keluar sesuatu yang keluar seperti air kencing, dan lain sebagainya. (Al-Majmu’ Cetakan : Maktabah As-Salafiyah) Juz : 2 Hal : 50).
Secara medis jenis kelamin seorang khuntsa dapat dibuktikan bahwa pada bagian luar tidak sama dengan bagian dalam, misalnya jenis kelamin bagian dalam adalah perempuan dan ada rahim, tetapi pada bagian luar berkelamin lelaki atau memiliki keduanya, ada juga yang memiliki kelamin bagian dalam lelaki, namun dibagian luar memiliki alat kelamin wanita atau keduanya. Bahkan ada yang tidak memiliki alat kelamin sama sekali, artinya seseorang itu tampak seperti perempuan tetapi tidak mempunyai lobang wanita dan hanya lubang kencing atau tampak seperti lelaki tapi tidak memiliki alat kelamin laki laki.
Adapun terhadap seorang laki-laki yang memiliki organ-organnya yang lengkap kemudian memiliki kecenderungan kepada sifat kewanitaan maka ini adalah perangai kejiwaan yang tidak memindahkannya kepada seorang wanita yang sebenarnya.
Namun terkadang, kecenderungan itu adalah hanya karena kemauan atau buatan sendiri melalui cara meniru-niru, maka hal yang seperti itu akan jatuh kedalam hadits Rasulullah saw yang melaknat orang yang memiliki jenis kelamin tertentu kemudian meniru-niru orang yang memiliki jenis kelamin lainnya.
Imam ibnu hajar al-asqalani dalam kitab Fathul bari syarah sahih al bukhari bab mengeluarkan laki-laki yang menyerupai perempuan dari rumah menjelaskan: dari ibnu abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata “Nabi Muhammad SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang mnyerupai laki-laki dan beliau berkata keluarkan mereka dari rumah-rumahmu, ibnu abbas mengatakan maka Rasulullah SAW mengeluarkan fulan dan Umar mengeluarkan fulan”. (HR. Al-bukhari, No. 5547). hadis ini juga diriwayatkan oleh Abi daud dan Nasai. (Fatawa Al Azhar juz IX hal 478).
Al-mubarkafuri juga menjelaskan hadis ini dalam kitab Tuhfatul Ahwazi Hadis nomor 2785. Imam nawawi menjelaskan “Al-mukhannast itu ada dua, satunya kodratnya semenjak lahir seperti itu dan perbuatannya tidak dibuat-buat, cara bertuturkata dan gerak-geriknya dan ini tidak dibenci atasnya, tidak berdosa, aib dan tidak dihukum karena uzurnya. adapun yang kedua adalah seorang laki-laki yag meniru perempuan dalam gerakannya, diamnya, tutur katanya dan pakaiannya ini adalah yang dilaknat dan dicela oleh Agama”. Pendapat imam Nawawi menjelaskan, al-mukhannas yang pertama bisa dirubah dan diobati tingkah lakunya, meskpun itu sulit, bukan malah membiarkan dia bergaul dengan al-mukhannas yang kedua sehingga membuat kecenderungan tersebut semakin bertambah.
Waria bukan Khuntsa
berdasarkan ulasan diatas Wanita pria (Waria) tidaklah sama dengan Khuntsa Karena itu, dalam fiqih Islam, mereka tidak bisa dihukumi sebagai khuntsa. Khuntsa adalah qadha', yang ditetapkan oleh Allah. Sedangkan waria adalah bentuk penyimpangan perilaku dan cacat psikologi.
Psikolog Seksual, Zoya Amirin, mengatakan apa yang disebut oleh masyarakat dengan banci, waria dan semacamnya secara psikologis adalah transgender. Sedangkan, transeksual merupakan bagian dari kategori transgender yang mau melakukan operasi kelamin.
Zoya mengungkapkan cara pikir yang dialami oleh para transgender bertentangan dengan kondisi tubuh yang mereka miliki. "Jadi, kalau mau ditanya apakah ada yang salah dengan cara pemikiran dengan tubuh mereka, ya iya. Tapi bukan masalah medis, melainkan masalah psikologis,'' ujar Zoya, kepada Republika.co.id, Jumat (6/3).
Zoya juga menjelaskan terkait beberapa kategorisasi sekaligus definisi dari sikap penyimpangan seksual. Berikut yang disampaikanya. Transgender adalah individu yang memiliki gangguan psikologis karena merasa terjebak di tubuh yang salah. Transgender yang melakukan operasi kelamin disebut transeksual.
Transvestite adalah penyimpangan perilaku seksual dimana individu hanya bisa terangsang dan orgasme jika menggunakan pakaian lawan jenisnya. Cross dresser adalah pria yang secara normal menyukai wanita, tetapi menikmati menggunakan pakaian wanita dan tampil seperti seorang perempuan.
Persamaan dan Perbedaan Waria dengan Gay/Bisex
Secara sexual mereka sama-sama tertarik untuk melakukan hubungan badan dengan laki-laki. Selanjutnya secara sifat bisex, gay, dan banci juga sedikit flamboyan atau feminim. Perbedaan antara Gay, Banci dan Bisex?
Sejatinya dari tiga peroreantasi ini memiliki perbedaan yang sangat jelas, berikut ulasananya. Gay, adalah laki-laki dewasa yang menyukai laki-laki tulen dewasa. Umumnya gay tulen ini sangat tidak menyukai hal-hal yang berbau wanita, sifat kewanitaan atau pun gaya seperti wanita. Umumnya dari kaum inilah yang selalu menggaungkan cinta sejati juga ada di antara laki-laki dengan laki-laki. Sedangkan Banci, biasanya dikenal sebagai waria atau transgender. Banci ini adalah pria yang memiliki jiwa dan sifat seperti wanita, dan mereka pada umumnya bersifat flamboyan atau memiliki sense feminim yang sangat tinggi. banci ini umumnya ingin sekali bagian tubuhnya dibentuk atau diubah supaya kelihatan seperti wanita.
Islam mencela Penyimpangan seksual (Waria dan LGBT)
Penyimpangan seksual waria dan LGBT adalah seburuk-buruknya perbuatan keji yang tidak layak dilakukan oleh manusia normal. Allah telah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai tempat laki-laki menyalurkan nafsu biologisnya, dan demikian sebaliknya.
Allah telah menjadikan seorang laki-laki yang berbeda dengan perempuan, sehingga Islam mencela dan melaknat laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya. Penyimpangan seksual tersebut jelas merupakan bentuk perlawanan terhadap tabiat yang telah Allah ciptakan. Prilaku homoseksual merupakan kerusakan yang amat parah. Padanya terdapat unsur-unsur kekejian dan dosa perzinaan, bahkan lebih parah dan keji daripada perzinaan.
Aib wanita yang berzina tidaklah seperti aib laki-laki yang melakukan homoseksual. Kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang berbuat zina tidak lebih berat daripada kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang melakukan homoseksual. Sebabnya adalah meskipun zina menyelisihi syariat, akan tetapi zina tidak menyelisihi tabiat yang telah Allah ciptakan (di antara laki-laki dan perempuan). Sedangkan homosek menyelisihi syariat dan tabiat sekaligus.
Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dan menghina para pelakunya “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas” [Al-A’raf/7: 80-81].
Bagaimana Sikap Kita Terhadap Waria
Menyikapi atau memperlakukan khuntsa ghoiru musykil (waria yang mudah dikenal jenis kelaminnya)—baik melalui tanda-tandanya setelah baligh / dewasa dengan melihat perubahan pada organ-organ tubuhnya atau pada tempat keluar air seninya apabila ia masih anak-anak—maka apabila yang dominan dan tampak dalam dirinya adalah tanda-tanda laki-lakinya maka diberikan hukum laki-laki kepadanya baik dalam pemandiannya saat meninggal, saff shalatnya maupun warisannya. Begitu pula apabila yang tampak dan dominan dalam diri seorang khuntsa ghoiru musykil adalah tanda-tanda wanitanya maka diberikan hukum wanita terhadap dirinya.
Adapun terhadap khuntsa musykil (waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya) maka Imam al-Kasani mengatakan,”Jika dia meninggal dunia maka tidak halal bagi kaum laki-laki untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang wanita dan tidak dihalalkan bagi kaum wanita untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang laki-laki akan tetapi cukup ditayamumkan. Orang mentayamumkannya bisa laki-laki atau wanita, jika yang mentayamumkannya adalah dari kalangan mahramnya maka bisa dengan tanpa menggunakan kain namun apabila bukan dari mahramnya maka menggunakan kain serta menutup pandangannya dari tangannya (siku hingga ujung jarinya).
Adapun berdirinya didalam saff shalat maka hendaklah dia berdiri setelah saff kaum laki-laki dan anak-anak sebelum saff kaum wanita. Dia tidak diperbolehkan mengimami kaum laki-laki dikarenakan adanya kemungkinan dia seorang wanita akan tetapi dia boleh mengimami kaum wanita. (Bada’iush Shona’i juz XVII hal 127 – 129).
Islam solusi tuntas terhadap LGBT
Islam memberikan solusi yang sifatnya mencegah, menghentikan pelaku sekaligus menyelesaikan permasalahan penyimpangan seksual yang sedang mendera negeri ini. Solusi pertama adalah pembinanan keimanan setiap individu, ini dilakukan oleh individu dalam keluarga, masyarakat dan juga negara. Semuanya bertanggungjawab dalam membina dan menjaga keimanan, karena keimanan adalah benteng pertama yang bisa menghindarkan atas semua penyakit kemaksiatan.
Secara sistemik negara pun memiliki peran yang sangat besar untuk menghilangkan pornografi dan pornoaksi yang melibatkan media cetak ataupun elektronik. Pengadilan juga menerapkan hukuman sesuai dengan Agama mayoritas masyarakat Indonesia, bukan malah melindungi para pelaku sehingga membuat penyimpangan seksual semakin merebak dalam masyarakat karena merasa dilindungi, Hukuman yang diberikan harus memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah bagi yang belum melakukan.
Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda: ”Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasa’i). Ketika ini diterapkan maka tidak ada celah bagi pelaku untuk mempublikasikan diri sebagai kaum LGBT, ataupun mengopinikannya. Justru yang ada mereka akan takut dan meninggalkan dunia LGBT karena negara pun membantu meluruskan keimanan kaum gay. Hanya saja, semua ini tidak bisa dilakukan jika masyarakat dan pemerintah masih berupaya melindungi dan mangayomi penyakit ini, logikanya penyakit diobati tidak dibiarkan bahkan dipelihara. Wallahu’alam bish shawab.
#momtaz al-fasy
Congratulations @momtazalfasy! You received a personal award!
Click here to view your Board of Honor
Do not miss the last post from @steemitboard:
Congratulations @momtazalfasy! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!