Artikel Review

in #kitosan7 years ago (edited)

DEASETILASI KITIN LIMBAH SEAFOOD DAN HAMA PERTANIAN
DALAM PEMBUATAN KITOSAN

EMA VIRANDA

Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Kimia Industri
Politeknik Negeri Lhokseumawe
Email : [email protected]

Abstrak
Limbah seafood dan hama pertanian dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam proses pembutan kitosan karena mengandung senyawa kitin. Tujuan dari review ini adalah mempelajari pembuatan kitosan sehingga menghasilkan karakteristik kitosan sesuai dengan baku mutu dalam industri. Pengisolasian kitosan dilakukan melalui proses deproteinasi (penghilangan protein), demineralisasi (penghilangan mineral), decolorisasi (pemekatan zat warna) dan deasetilasi (penghilangan gugus asetil), pada setiap proses ini digunakan basa dan asam sebagai katalisnya. Karakterisasi kitosan meliputi kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi serta analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi FTIR. Dari ulasan yang telah dikutip menunjukkan bahwa hasil kitosan dapat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, konsentrasi katalis, dan suhu reaksi.

Kata kinci : Bahan pangan, Kitin, Deasetilasi, Kitosan.

Pendahuluan
Seafood dan hama pertanian berupa udang, kepiting, kerang, keong dan lain sebagainya merupakan produk pangan yang ketersediaannya di alam tidak pernah habis. Produk pangan tersebut dapat menghasilkan limbah berupa cangkang atau kulitnya, limbah yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi kitin untuk menghasilkan kitosan. Kelompok hewan crustacea, insekta, Fungi, moluska dan arthropoda mengandung kitin dan kitosan. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 18,70 - 32,20 %, limbah udang 15-20 % (Diana, dkk 2015).
Pada golongan moluska dan arthropoda seperti cangkang bagicot atau cangkang keong mengandung 20 – 50 % zat kitin (Atika, dkk 2013). Di alam kitin berikatan dengan protein, mineral dan pigmen. Cangkang keong mas memiliki kandungan protein sebanyak 2,94 % dan mineral berupa CaCo3 sebanyak 29,365 %. Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang industri seperti tekstil, kosmetik, farmasi dan dalam menanggani limbah industri atau penjernihan air. Kitin merupakan biopolimer yang tersusun dari unit N-asetil-D- glukosamin yang berikatan (1-4) dan banyak dijumpai di alam setelah selulosa. Sedangkan kitosan merupakan senyawa yang dihasilkan dari deasetilasi kitin, kitosan terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin.
Kitin diperoleh dari proses deproteinasi (penghilangan protein), demineralisasi (penghilangan mineral) dan dekolorisasi (pemucatan). Sedangkan deasetilasi kitin dilakukan dalam pembuatan kitosan, proses ini bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil dimana gugus asetil (CH3-CO) akan terlepas sehingga hanya tersisa gugus Amina (NH2). Kitosan dapat diketahui dengan menghitung derajat deasetilasinya (Alyza, dkk 2017). Gugus fungsi dari kitosan yaitu serapan uluran –OH dan NH yang terletak pada kisaran gelombang 3000 – 3700 cm-1.
Tujuan dari review ini, untuk mempelajari pembuatan kitosan dengan bahan baku limbah seafood dan hama pertanian terhadap karakteristik kitosan yang sesuai dengan mutu dalam industri dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

    Pembuatan kitin Dari Limbah Seafood Dan Hama Pertanian
    Bahan baku utama dalam pembuatan kitosan yaitu dapat berasal dari produk pangan yang menghasilkan limbah seperti udang, kepiting, kerang, begicot, keong dan sebagainya. Limbah yang dihasilkan berupa cangkang dan kulitnya yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dengan bau busuknya. Untuk meminimalkannya limbah tersebut dapat diolah menjadi kitosan. Kitosan dapat diisolasi melalui beberapa proses yaitu Deproteinasi, Demineralisasi, Dekolorisasi dan Deasetilasi.
     Kitin pada produk pangan tersusun dari protein, mineral dan pigmen, untuk mengisolasi kitin pada produk pangan penyusun tersebut harus dihilangkan dimana dalam penghilangan protein dilakukan tahap deproteinasi dan tahap demineralisasi untuk penghilangan mineral. Penerapan dekolorisasi dilakukan agar pigmen dari bahan baku dapat dihilangkan (Dompeipen, 2017). Perlakuan pertama dalam pembuatan kitosan yaitu persiapan bahan baku yang akan digunakan yaitu pengeringan, penghalusan dan pengayakan, hal ini bertujuan untuk mempermudah proses yang akan dilakukan.
Pada proses deproteinasi, protein diubah menjadi garam natrium proteinat sehingga dapat larut air. Proses deproteinasi dilakukan dengan menggunakan basa kuat yaitu NaOH sebagai katalisnya yang pengaplikasiannya mulai dari konsentrasi 0,125 M sampai dengan konsentrasi 5,0 M (Dompeipen, 2017), dengan suhu 63-65 oC dan diproses sampai beberapa menit atau jam, proses ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan katalis KOH dengan konsentrasi 1-2 %, suhu 80 oC selama 3-5 jam. Sedangkan demineralisasi umumnya digunakan HCl sebagai katalisnya, penggunaan HCl dapat melarutkan mineral yang terkandung salah satunya CaCo3 seperti reaksi berikut:

CaCO3 (S) + 2 HCl → CaCl2(l) + H2O(g) + CO2(g)

    Pada tahapan demineralisasi, serbuk yang diperoleh dari proses deproteinasi ditambahkan katalis HCl dengan konsentrasi 1 N, dengan suhu 6080 oC diproses sampai beberapa menit. Gas CO2 terbentuk dengan adanya gelembung atau buih saat proses berlangsung gelembung ini menandakan adanya reaksi katalis dengan mineral yang terdapat dalam bahan baku (Darman dkk, 2016). Proses dekolorisasi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan pigmen atau zat warna sehingga kitin yang dihasilkan dari proses deproteinasi dan demineralisasi berwarna putih, katalis yang digunakan pada proses ini berupa Natrium Hipokloride (NaOCl). Pada setiap proses ini dilakukan pengadukan, pencucian, pembilasan, penetralan pH dan Pengeringan yang dilakukan pada suhu 60 oC.
    Tahapan deasetilasi dilakukan untuk menghasilkan kitosan dengan penghilangan gugus asetil pada kitin. Pada proses ini digunakan basa kuat sebagai katalis yaitu NaOH dengan konsentrasi yang tinggi dan suhu yang dapat divariasikan dengan lama proses sampai beberapa jam. Penghilangan gugus asetil dapat mengubah senyawa amida pada kitin menjadi senyawa amina oleh sebab itu disebut kitosan. 
    Derajat deasetilasi kitosan yang sesuai mutu dapat menjadi parameter kitosan yang dihasilkan, dimana semakin tinggi derajat deasetilasi maka kitosan yang dihasilkan akan semakin bagus. Nilai derajat deasetilasi pada kitosan yaitu ≥ 70 %.

Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan polisakarida polimer yang tersusun dari (1-4) N-asetil – glukosamin yang menempati urutan kedua setelah selulosa. Kitin termasuk dalam komponen struktural dari kelompok crustacea ,arthropoda dan moluska, yang berbentuk padat dan tidak dapat larut dalam air, asam encer maupun pelarut organik namun dapat larut dalam asam mineral pekat dan alkohol. Sifat biodegradabilitas dan tidak beracun dapat menjadikan kitin memiliki daya guna yang dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pembuatan surfaktan, pengemulsi makanan, kosmetik, biomedis, absorben logam berat dan dalam pengolahan air maupun limbah (Ahmad dkk, 2016). 
Kitosan merupakan polimer alami yang dihasilkan melalui proses deasetilasi kitin dari bahan pangan. Menurut Mulkan (2017) kitosan merupakan bahan organik yang bersifat polielektrolit kation sehingga sangat baik digunakan sebagai koagulan pada proses pengolahan air. Kitosan yang memiliki nama lain poli (ß-(1,4)-2-amino-2-Deoksi-D Glukopiranosa), berbentuk putih kekuningan atau kecoklatan dan diketahui dapat membentuk gel, film dan fiber dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Kitosan larut pada kebanyakan asam organik pada pH sekitar (4,0), tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5 juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. 

Karakteristik Kitosan
Karakteristik kitosan mencakup kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi, kelarutan, rendemen, warna, pH dan viskositas. Tetapi pada umumnya parameter kitosan yang utama yaitu kadar air, kadar abu dan derajat deasetilasi. Parameter tersebut dapat menjadi standar mutu kitosan yang dihasilkan, dimana untuk standar mutu kitosan dalam industri yaitu kadar air ≤ 10%, kadar abu ≤ 0,2%, derajat deasetilasi ≥ 70 %, viskositas < 50 cPs, dan memiliki warna putih kekuningan (Rahman, 2012). Kitosan dapat larut dalam asam asetat konsentrasi 4 %, rendemen kitosan dapat ditentukan dengan persentase berat kitosan yang diperoleh dibandingkan dengan berat bahan baku yang digunakan.
Proses deasetilasi yang dilakukan Dompeipen (2017) dengan bahan baku kulit udang menggunakan katalis NaOH 60%, suhu reaksi 80 oC menghasilkan 53,25% derajat deasetilasi kitosan sedangkan dengan katalis KOH 60% suhu 100 oC derajat deasetilasi kitosan sebesar 80,79% (E.R. Safitra, 2015). Derajat Deasetilasi cangkang begicot 75,13% (Waryani,2014), DD cangkang keong bakau 64% (Darman, 2016), DD cangkang kepiting 77,87% (E. Trisnawati, 2013). Kitosan yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan begitupun dengan suhu pemanasan dan katalis yang digunakan dalam proses deasetilasi.

Identifikasi Kitin dan Kitosan dengan FTIR
Penggunaan spektrum inframerah bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi kitin dan kitosan yang dihasilkan, spektrum ini didasarkan pada vibrasi atom pada suatu molekul sehingga dapat mengetahui nilai panjang gelombang tertentu antara rentang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Gugus fungsional pada amina yaitu C-O, C-H alkana, -OH dan NH2. Fessenden (1986) menyatakan Gugus C-O atau C-N terletak pada daerah 900-1300 cm-1, C-H alkana terletak pada daerah 2840  3000 cm-1, -OH dan NH2 terletak pada daerah 3000  3700 cm-1. Puspitasari (2007) mengatakan gugus fungsional dalam kitin adalah C-O, C-H alkana, N-H, C=O amida dan  OH. 
    Serapan kitin pada ulur C-O terletak pada daerah 1300  1000 cm-1, serapan C-H alkana (CH3) muncul pada daerah 1500  1450 cm-1, Getaran ulur NH berada pada daerah 3330  3060 cm-1 sedangkan getaran tekuk NH terletak pada 1570  1515 cm-1, dan pada uluran C=O amida yaitu pada 1640 atau 1740 cm-1.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari review ini yaitu bahwa produk pangan berupa limbah seafood atau hama pertanian dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kitosan. Kitosan diisolasi dengan proses deproteinasi dengan basa kuat, demineralisasi dengan asam berupa HCl, dekolorisasi (pemucatan) dengan NaOCl dan deasetilasi (penghilangan gugus asetil) dengan NaOH. Karakteristik kitosan dalam industri yaitu kadar air ≤ 10%, kadar abu ≤ 0,2%, derajat deasetilasi ≥ 70 %, viskositas < 50 cPs, dan memiliki warna putih kekuningan. Kelarutan kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan asam asetat 4% sebagai katalisnya. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka kitosan yang dihasilkan akan semakin bagus, pengujian FTIR dimaksud untuk mengetahui gugus fungsi untuk kitin dan kitosan.

Daftar Pustaka
Ahmad. F, Ika. K, dan Drastinawati. 2017. Kinetika Reaksi Demineralisasi Pada Isolasi Kitin dari Limbah Cangkang Udang Industri Ebi. Fakultas Teknik. Universitas Riau. Jom FTEKNIK. Vol 4 (1). Hal : 1-4.
Alyza A. Azmi ,Norhidayah M. Ahyat, Faridah. M, dan Azrilawani Ahmad. 2017. Chitin And Chitosan Extraction From Portunus pelagicus. Malaysia Journal Of Analitycal Sciences. Vol 21 No 4. Hal : 770 – 777.
Atika D. S, Nurhafizah. R dan Sabariah. 2013. Potensi Zat Kitin Pada Hama Keong Mas (Pamocea Canaliculata) Sebagai Pengawet Organik Buah Klimaterik Lokal Kalimantan Barat Dalam Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. (Skripsi). Universitas Tanjungpura Pontianak.
Darman. P, Syaiful. B, dan Ni Ketut. S. 2016. Use Of Chitosan The Mangrove Conech Shell (Telescopium sp) as a Binding Metal Ions Of Lead In Solution. Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas Tadulako, Palu. Kovalen. Vol 2(1), Hal : 14-21.
Diana. P. Sari, Ira Maya A. 2015. Pemafaatan Kulit Udang Dan Cangkang Kepiting Sebagai Bahan Baku Kitosan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Borneo Tarakan. Jurnal Harpodon Borneo. Vol.8. No.2. Hal : 142- 147.
Dompeipen. E. J. 2017. Isolasi dan Identifikasi Kitin dan Kitosan dari Kulit Udang Windu (Penaeus Monodon) Dengan Spektroskopi Inframerah. Majalah BIAM. Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon. Ambon. Vol 13 (01), Hal : 31-41.
E. R. Safitra, Budhijanto dan Rochmadi. 2015. Optimasi dan Pemodelan Matematis Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan Menggunakan KOH. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jurnal Rekayasa Proses. Vol 9 (1), Hal: 16-21.
E. Trisnawati, D. Andesti dan A. Saleh. 2013. Pembuatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Kepiting Sebagai Bahan Pengawet Buah Duku Dengan Variasi Lama Pengawetan. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia. Vol 19 (2), Hal : 17-26.
Fessenden. RJ dan Fessenden. JS. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Mulkan. H, Edo. W, dan Afthar. R. 2017. Pembuatan Kitosan dan Pemanfaatannya Sebagai Agen Koagulasi-Flokulasi. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia. Vol : 23 (2), Hal : 28-36.
Puspitasari, A. 2007. Pembuatan dan Pemanfaatan Kitosan Sulfat dari Cangkang Bekicot Sebagai Adosrben Zat Warna Remazol Yellow FG 6. (Skripsi). FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rahman. M. A. 2012. Kitosan Sebagai Bahan Antibakteri Alternatif Dalam Formulasi Gel Pembersih Tangan (Hand Sanitizer). (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Waryani. S.W, Rika. S, dan Farida. H. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Begicot (Achatina fulica) Sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelliger sp) dan Ikan Lele (Clarias batrachus). Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 3 (4), Hal : 51 – 57.

Sort:  

Halo @viranda.. Selamat gabung di Steemit! Senang anda join di sini.. telah upvote yaa.. :-˃

assalamualaikum
Mohon bimbingan dan arahan, saya masih baru di steemit

 7 years ago  Reveal Comment