Klik, Posting & Empowered: Merajut Citra Diri yang Autentik

in #konten6 days ago

Template Frame Logo White.png
Dok. Freepik

Media sosial kini tak ubahnya panggung luas tanpa batas. Setiap detik, jutaan konten baru lahir, memperebutkan perhatian miliaran pasang mata.

Candu Media Sosial

"Scroll, like, share, repeat." Demikian ritme hidup kita di era digital. Di pagi hari, sebelum secangkir kopi tersentuh, jari-jari kita sudah sibuk menggulirkan layar. Malam hari, sebelum mata terpejam, notifikasi terakhir masih sempat dibaca. Media sosial telah menjadi panggung kehidupan sehari-hari–tempat kita berbagi cerita, menampilkan diri dan mencari pengakuan.

Di balik keramaian linimasa media sosial dan derasnya arus konten, pernahkah kita berhenti sejenak untuk bertanya; siapa kita sebenarnya di dunia digital ini? Apakah “like” yang kita kejar mencerminkan jati diri? Atau hanya topeng yang dirajut demi validasi? Dalam hiruk-pikuk tagar dan algoritma media sosial, sering kali esensi kepribadian kita yang sebenarnya tergerus, tergantikan oleh apa yang "baik untuk ditampilkan."

TikTok dan Ambisi Fyp

TikTok, salah satu platform terbesar di dunia, dengan 1,56 miliar pengguna aktif pada awal 2024 berdasarkan data We Are Social. Di Indonesia, TikTok memiliki 157,6 juta pengguna, menjadikan negara dengan pengguna terbanyak di dunia berdasarkan Statista pada Agustus 2024. Angka tersebut bukan sekadar statistik, tetapi menggambarkan bagaimana TikTok telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.

Bagi banyak remaja, TikTok tidak sekadar media hiburan. Media sosial asal China ini menjadi ruang untuk berekspresi, ajang pencarian validasi, bahkan peluang untuk diakui secara sosial, mengutip penelitian Malik Fajar. Namun, seiring popularitasnya, muncul tantangan yang tidak kalah besar dari penggunaan TikTok yang masif. Penelitian Mardiana dan Maryana menemukan 60-70% remaja yang menggunakan TikTok dalam durasi tinggi cenderung mengalami stres dan gangguan kecemasan karena paparan konten yang memicu perbandingan sosial. Hidup “sempurna” yang sering kali ditampilkan kreator membuat mereka bertanya-tanya: Apakah aku cukup baik?

Menemukan Citra Diri di Tengah Bisingnya Linimasa

Di media sosial, konsep autentik diartikan sebagai penampilan diri yang terlihat asli, namun demikian, hal tersebut adalah gambaran dari "persona" yang sudah disunting dan dibentuk, seperti yang dijelaskan oleh Marwick A. Artinya, bagaimana cara individu menyusun dan menampilkan sisi diri mereka yang terkesan asli, meskipun hal tersebut merupakan hasil dari konstruksi sosial yang sengaja diperlihatkan ke publik.

Merajut citra diri yang autentik berarti menyadari setiap postingan yang kita buat adalah bentuk ekspresi diri yang sejati, bukan sekadar pencapaian status atau popularitas. Ketika kita berani berbagi cerita nyata—baik itu kesuksesan, kegagalan, atau perjuangan hidup—kita tidak hanya memperkenalkan diri kita, tetapi juga memberi ruang bagi orang lain untuk merasakan kedekatan. Kita menciptakan komunitas yang saling mendukung, bukan yang saling membandingkan.

Misalnya saja, Cinta Laura, artis sekaligus penyanyi, menyuarakan pentingnya menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, seiring dengan peringatan Hari Anti Kekerasan Seksual pada Perempuan pada 25 November 2024. Postingan Cinta Laura yang penuh empati menggugah banyak orang untuk lebih peduli terhadap isu yang selama ini sering kali terabaikan. Di dunia digital yang ramai dengan informasi, Cinta Laura menggunakan pengaruhnya untuk menyentuh hati masyarakat dan mengajak mereka untuk berdiri bersama melawan kekerasan seksual, sebuah langkah nyata yang menggambarkan kekuatan citra diri seorang influencer dalam menggerakkan perubahan sosial.

Begitu pula dengan Pattie Gonia, influencer lebih dari 700 ribu pengikut, yang menyuarakan keadilan sosial dan lingkungan. Melalui penggalangan dana dan kampanye sosial, Pattie Gonia membuktikan kekuatan pengaruh media sosial lebih dari sekadar mempengaruhi perilaku konsumtif, tetapi mampu menggerakkan hati banyak orang untuk peduli pada isu lingkungan. Pattie mengajak pengikutnya untuk tidak hanya menjadi penonton di dunia maya, tetapi juga untuk bergerak, berpartisipasi, dan memberikan kontribusi nyata bagi perubahan yang lebih baik.

Influencer seperti Cinta dan Pattie membuktikan autentisitas dalam dunia digital bukan hanya soal citra diri yang ditampilkan, tetapi juga tentang bagaimana mereka menggunakan pengaruh mereka untuk mengedukasi, dan mengajak orang lain beraksi, seperti yang dijelaskan oleh Xiufang. Mereka membangun komunitas yang tidak hanya berbasis minat, tetapi juga nilai dan perjuangan bersama. Dengan citra diri yang jujur, mereka tidak hanya memberi dampak dalam dunia maya, tetapi juga memotivasi tindakan di dunia nyata.

Warisan Digital

Citra diri yang autentik bukan tentang bagaimana kita terlihat di mata orang lain, namun bagaimana kita hidup dengan nilai yang kita yakini. Seperti Cinta dan Pettie, citra diri mereka yang terletak pada keberanian menyuarakan hal penting, meski terkadang tidak populer isu yang disuarakan.

Kini saatnya kita bertanya kepada diri sendiri: apa warisan yang ingin kita tinggalkan di dunia digital? Sekadar konten yang cepat terlupakan atau sebuah jejak yang membekas di hati banyak orang? Dalam setiap postingan, kita mempunyai kekuatan untuk menuliskan cerita yang menyentuh hati, untuk membangun hubungan yang tulus, dan menciptakan dunia yang lebih peduli – baik di media sosial maupun di kehidupan nyata.

Ketika kita memilih untuk membangun citra diri yang autentik di media sosial, kita tidak hanya mengubah cara orang melihat kita, tetapi juga bagaimana kita memandang diri sendiri. Pada akhirnya, dunia digital hanyalah cerminan dari siapa kita sebenarnya. Jika kita berani menunjukkan keaslian, dunia akan berhenti sejenak untuk benar-benar memperhatikan. Di balik layar, di balik setiap cerita yang jujur, ada kesempatan untuk menciptakan dampak yang nyata. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak konten kosong—dunia membutuhkan lebih banyak kisah yang menggugah, menyentuh, dan menginspirasi.

Karya ini dibuat untuk Lomba Menulis Blog dalam rangka 1st Anniversary MenulisID.

Daftar Pustaka

CNN Indonesia. (2024). Indonesia Pengguna TikTok Terbanyak di Dunia, Kalahkan AS hingga Rusia
DM, M., Mardiana, N., & Maryana, M. (2023). Hubungan Penggunaan Media Sosial Tiktok terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 6(1), 183-190. https://doi.org/10.37287/jppp.v6i1.2038
Fajar, Malik. (2022). Analisis Kepuasan Penggunaan Media Tiktok dikalangan Remaja di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang
Gonia, Pattie. (2022). Instagram Pattie Gonia
Laura, Cinta. (2024). Instagram Cinta Laura
Li, X. (Leah), & Feng, J. (2022). Influenced or to be influenced: Engaging social media influencers in nation branding through the lens of authenticity. Global Media and China, 7(2), 219-240. https://doi.org/10.1177/20594364221094668
Marwick, A. E. (2013). Status Update: Celebrity, Publicity, and Branding in the Social Media Age. Yale University Press. http://www.jstor.org/stable/j.ctt5vkzxr
NPR. (2022). Drag queen Pattie Gonia wanted a scary Halloween costume. She went as climate change
We Are Social. (2024). Digital 2024 Global Overview Report

Sort:  

Halo @niasjafei selamat datang di hive, terima kasih sudah posting di hive dan mengikuti kontes blog. Kalau masih ada yang masih bingung dan ingin explore hive lebih jauh, jangan sungkan untuk PC aku yaa 😊

Congratulations @niasjafei! You have completed the following achievement on the Hive blockchain And have been rewarded with New badge(s)

You received more than 200 upvotes.
Your next target is to reach 300 upvotes.

You can view your badges on your board and compare yourself to others in the Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Check out our last posts:

Hive Power Up Day - January 1st 2025
The Hive Gamification Proposal - Renewal
Christmas Season is Back - Gift your Loved Friends