Dalam sebuah pertemuan, saya berdiskusi ringan dengan beberapa teman dari berbagai daerah di Aceh. Topik hangat yang kami angkat terkait prostitusi/lonte.
Seorang teman menceritakan fakta pelacuran di Aceh. Di tempat domisilinya ada seorang gadis cantik, postur tubuhnya tak kalah dengan artis papan atas. Kulitnya cerah dan kinclong. Gadis itu memiliki kios kecil, tempat biasa ia menjual pulsa.
Seorang pemuda kaya, pemilik toko di depan kios didirikan ternyata menyimpan perasaan terhadap gadis cantik tersebut. Suatu ketika sang pemuda mengutarakan isi hatinya, ia sungguh mencintai gadis itu dan akan menikahinya dalam waktu dekat.
Perempuan penjual pulsa menolak dinikahi. Namun pemuda bersikeras ingin menjumpai orang tuanya. Ia siap memberikan sebuah mobil demi perempuan yang akan menjadi pendamping hidup.
Ajakan menikah pemuda tidak disambut hangat oleh gadis berwajah cantik itu. Ia bisa mencintai sang pemuda kaya, tetapi tak bisa mengabulkan tawaran menikah.
Padahal keduanya sudah saling mencintai. Sang pemuda berupaya agar niat sucinya bisa tergapai. Ia bersikukuh ingin menjumpai orang tua sang gadis yang tinggal di luar Aceh. Si penjual pulsa tetap menolak dinikahi dengan berbagai dalih.
“Aku hanya ingin pacaran denganmu, tapi jangan ajak aku menikah denganmu”.
Ucapan itu membuat pemuda sedih. Ia berjanji akan memberi segalanya, asal perempuan yang dicintai bersedia dinakahi.
Suatu ketika perempuan penjual pulsa menceritakan.
“Aku hanya mau pacaran denganmu, tidak mau menikah”.
“Engkau tahu apa sebab aku bersikap demikian?”, tanya gadis.
“Saya tidak mengerti”, respon pemuda.
“Aku ini sudah tidak perawan”.
Pemuda kaya tidak mempersoalkan perawan atau tidaknya perempaun yang terus terbayang di hatinya selama ini. Ia seakan ikhlas menerima gadis itu dengan alasan apapun.
Perempuan itu kembali berkata; aku sudah terjangkit virus AIDS.
Sentak pemuda terdiam. Ia hampir tidak mampu lagi berbicara. Sang wanita menyambung penjelasan.
“Aku ini perempuan AIDS yang diutus ke Aceh untuk berkencan dengan pejabat-pejabat Aceh, terutama para kombatan GAM yang saat ini sedang menikmati kursi empuk. Aku diperintahkan untuk menyebarkan virus AIDS pada pejabat Aceh. Setiap bulan saya mendapat uang dari donatur meskipun tak mendapat konsumen di Aceh. Misi saya hanya membuat pejabat Aceh menderita dengan virus AIDS”.
Mendengar kisah miris itu, sang pemuda sigap mengakhari hubungan dengannya dan menguburkan niat menikahi.
Setelah mendengar cerita kawan, saya merenung kembali ucapan Rektor UIN Ar-Raniry Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim MA. Ia mengungpkan bahwa pelacuran di Aceh ada yang mengaturnya dari luar Aceh. Saya semakin yakin bahwa kisah perempuan AIDS di atas sangat beralasan dengan penjelasn rektor.
Ternyata di luar Aceh masih ada segelintir kecil orang yang tak senang terhadap mantan GAM. Seakan mereka begitu menyadari bahwa para kombatan masih memiliki niat untuk Aceh merdeka, atau setidaknya selalu membuat kebijakan yang berlawanan dengan pemerintah Pusat.
Terakhir, berulang kali saya bertanya pada narasumber sebab belum begitu yakin dengan kisah ini. "Benarkah cerita ini? Kapan terjadi dan dimana?
Abu Teuming
Ya allah cerita yg luar biasa... Tpi sebaiknya jgn sampi menjadi polemik lebih jauh ttg hal ini.. Perlu klarifikasi yg jelas..
Hanya untuk diketahui, bukan ingin memprovokasi.
Ngeri sekali Bg, dari cerita tersebut bearti harus hati bagi yang suka jajan diluar. Kenapa sasarannya penjabat, sebab itulah strategi untuk melumpuhkan kritis dan keberanian para pejuang aceh. Ya Allah, lindungi rakyat Aceh. Terima kasih atas tulisan yang sangat memberikan peringatan keras bagi kita semua.
Bukan hati-hati jajan di luar. Tapi memang tak boleh jajan di luar.
itu betolan??
bereh semoga bermafaat bagi semuanya terjadi ini kejadinya ya
Ya, Allah... Sekejam itukah yang terjadi di Aceh sekarang 😧😧.
Fakta atau propaganda? Siap tanggung jawab? Siapa narasumber yg bisa saya hubungi?
Keras x judulnya yah bg @abujidan?
Hehhee..
Salam kenal dr Medan :)