Pangkas rambut usaha tak terkenal. Padahal, jika dikalkulasi ini bisnis paling menguntungkan. Usahawan pangkas hanya menjual jasa. Artinya mereka tidak mengambil keuntungan dari setiap barang yang mereka jual kembali.
Namun, usaha ini jarang diminati. Padahal untuk anak usia SMA, dengan keterampilan sebagai tukang pangkas dijamin kuliah tak perlu dibiayai orang tua.
Saya punya pengalaman tentang ini. Tapi bukan pengalaman sebagai mahasiswa bebas biaya kuliah. Pengalaman saya punya teman yang seperti itu. Dia tukang pangkas idola kami.
Bagaimana dia bekerja? O, dia agak radikal. Gayanya sebagai tukang pangkas lain dari yang lain. Sebab dia bawa alat pangkasnya (termasuk kain penutup yang mau dipangkas, alat pangkas listriknya) bersama diktat kuliahnya.
Kalau kami merasa rambut sudah agak semrawut, kami tinggal menyepi ke satu ruang, buka maju, diselimuti kain penutup, beraksilah dia. Kepada teman-temannya pun dia pasang harga diskon.
Belakangan dia cerita jadi tukang pangkas orang-orang beken di Banda Aceh. Nama-nama mereka tak usahlah kusebut di sini. Intinya, dia bisa punya penghasilan dengan hanya menjadi tukang pangkas.
Selepas kuliah kudengar dia tidak mangkas rambut lagi. Dia sibuk di warung kopi siapkan desain majalah yang dijual via internet. Kemudian dia beralih bikin font. Itu yang ada di komputer, macam time new roman, calibri, serial, dan lainnya. Nah, karena Aceh yang buat, font itu bisa dikasih nama sesuai dengan kita berada. Misalnya 'phupchok', 'lempap', 'aneukmakeuh' dan lainnya.
Kupikir ia punya kenangan tentang itu. Kenangan yang tak terlupakan pastinya. Sekarang dia belum berkeluarga. Dia punya mimpi kawin dengan perempuan cantik.
Salam,
Edi Miswar Mustafa
Setelah kubaca pada dua paragraf terakhir, sepertinya aku mengenal tukang pangkas itu, suatu kali pernah dibabat rambutku di bivak emperom. Hehe
Ente ya guy? :)