Buku ini sebenarnya udah sangat lama. Buku terjemahan mesir karya Ihsan Abdul Quddus yang diterbitkan pertama kali di Indanesia tahun 2012. Entah karya aslinya ditulis tahun berapa, karena penulis sendiri sudah meninggal pada tahun 1990.
Aku dapat buku ini dari perpustakaan daerah kabupaten Bandung. Sekilas dari sampul aja kita udah tahu kalau buku ini keluaran lama dan keluaran lama pasti isinya membosankan. Tapi setelah masuk ke dalam, berkenalan dengan rentetan huruf yang ceritakan Author. Semua prasangkaku di awal berubah total.
Author sangat ahli menciptakan suasana novel ini menjadi hidup. Terutama pemilihan sudut pandang orang pertama mempermudah reader untuk mengerti maksud dari tulisan. Meski buku ini menceritakan detail tentang perpolitikan Mesir yang saat itu sedang memanas, tapi semua cerita benar-benar mengalir. Suasana tegang kancah politik dikemas dengan apik menggunakan bahasa yang sangat mudah dimengerti.
Mengisahkan tentang Suad, wanita yang begitu ambisius. Mengejar puncak ketenaran dengan mengorbankan dirinya sendiri. Sejak kecil dia senang menjadi pusat perhatian, senang jika banyak orang terkagum-kagum dengan kemampuannya. Wajar, dia memiliki wajah yang cantik dengan otak jenius. Setiap hari dia habiskan hanya untuk meraih nilai tertinggi di sekolah. Tapi dia sadar, jika manusia juga perlu bersosialisasi dan dia tidak mau dicap sebagai orang aneh -wanita jenius yang kuper. Jadilah, dia pun disibukkan dengan kegiatan bersosialisasi. Membuka seluas-luasnya jaringan pertemanan. Hampir semua murid apalagi guru mengenalnya.
Hingga pada akhir masa kuliahnya seorang lelaki-masih saudara jauhnya- datang. Abdul Hamid namanya, Suad berpikir, mungkin Abdul Hamid adalah orang yang cocok untuknya. Abdul Hamid selalu nyambung jika diajak ngobrol, lelaki itu pun banyak menurut pada Suad. Dan tak menunggu lama pernikahan pun berlangsung dengan begitu megah, sebagian besar adalah tamu undangan Suad.
Pernikahan mereka tidak berlangsung lama, hanya bertahan tiga tahun. Suad terlalu sibuk dengan dunianya. Mengejar gelar doktor demi meraih cita-cita sebagai seorang pemimpin perempuan. Dia aktif disegala kegiatan sosial dan politik. Rajin ikut demo, mengeluarkan orasi-orasi yang sudah tersusun matang dalam otaknya.
Dari hubungannya dengan Abdul hamid itu membuahkan seorang anak perempuan. Dia harus membagi waktu antara pekerjaan yang tidak mungkin ditinggalkan dengan mengurus putri semata wayangnya, Faizah. Namun, Suad lebih memilih mengejar karier. Toh, ada ibunya yang dengan senang hati merawat Faizah menggantikan perannya.
Sejak kecil, Faizah memang dididik oleh Suad dengan memposisikan dirinya sebagai kakak. Bahkan, dia melarang putrinya itu memanggilnya dengan sebutan ibu. Alasannya cuma satu, agar dia bisa bebas berkonsentrasi pada karier politik yang sedang didakinya.
Sepuluh tahun menjanda, rupanya membuat Suad merasakan ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Dia mengenal Adil, lelaki yang lebih muda darinya. Adil tidak memungkiri kalau dirinya begitu tertarik dengan Suad. Suad pun merasakan hal sama. Namun, alih-alih menerima Adil sebagai pasangan hidupnya. Suad malah memilih Kamal-teman masa kecilnya- yang sudah menjadi seorang dokter sukses.
Tak perlu waktu lama, pernikahan pun digelar dengan sederhana. Lalu dimulailah kehidupan baru Suad yang menurutnya akan berjalan sesuai keinginannya. Kamal begitu penurut, dia mampu bergaul dengan relasi-relasi Suad dalam bidang politik. Tapi, sebagai dokter besar dia merasa direndahkan. Orang-orang lebih memperhatikan Suad yang saat itu sudah menjadi aktivis dalam segala bidang. Sedikit demi sedikit Kamal berubah. Dengan segala cara Suad mencoba mempertahankan pernikahannya. Bukan karena cinta, namun lebih kepada karier politiknya. Dia yang seorang pemimpin organisasi wanita mesir harus tercoreng dengan kegagalan pernikahan, dua kali pula.
Kamal tidak mau tunduk lagi pada semua keinginan Suad. Sejak awal dia memang sangat mengagumi sosok Suad, dan memutuskan akan terus mengagumi mantan istrinya itu dari jarak jauh. Belum selesai dirinya menata hati, masalah datang silih berganti. Kali ini dari Faizah, putrinya yang menjalin cinta dengan lelaki yang tidak Suad kenal. Dia marah besar pada Abdul Hamid dan Samirah-istrinya. Suad merasa Samirah sudah membawa pengaruh buruk bagi Faizah. Padahal dia sendiri pun tidak pernah meluangkan waktu bersama putrinya.
Lalu, apa yang terjadi kemudian? Akankah Suad menemukan pasangan hidupnya yang baru? Akankah dia sanggup mengambil alih tugas sebagai ibu untuk putri semata wayangnya? Atau dia tetap fokus berkarier, melupakan bahwa sebagai seorang wanita dia butuh pendamping, melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan melupakan jati dirinya yang hanya seorang perempuan?
-Dy-