Terminologi “jaman now” sering diidentikkan dengan degradasi moral generasi muda yang gagal memanfaatkan teknologi informasi dengan bijak dan gagal menyaring budaya dan kebiasaan buruk. Pernahkan kalian melihat video lagu "kids jaman now"? Lagu tersebut juga memperkenalkan istilah generasi micin, generasi baru Indonesia yang kehilangan standar akhlak dan moral ala budaya-budaya timur. Lagu tersebut dengan analisis humoris menduga bahwa kelebihan makan penyedap makanan/ MSG merusak daya pikir, akhlak dan moral generasi muda sehingga menghasilkan generasi yang tidak dewasa dan malas berpikir. Dampaknya, mereka tidak mampu menyaring kebiasaan yang baik dan buruk yang dilihat dari sosial media. Hasilnya adalah generasi baru dengan sikap tidak sopan, tidak respek, penuh kebiasaan buruk, dan pemalas.
Sayangnya, berdasarkan diskusi dan curahan hati pada kolega dosen, ternyata kebiasaan-kebiasaan buruk ini pun mulai menjalar ke mahasiswa. Merekalah mahasiswa jaman now.
Saya ingat, ketika masih menjadi mahasiswa, untuk mengirim SMS tentang jadwal konsultasi ke dosen penbimbing skripsi diperlukan waktu berpikir yang cukup lama. Takut waktunya tidak tepat, takut bahasanya kurang sopan dan takut jika akhirnya sang dosen membalas: mohon tidak mengganggu jadwal istirahat saya. Wah, jika mendapat jawaban seperti itu, dunia mau runtuh rasanya. Apalagi, jika sedang urgent misalnya deadline proposal skripsi besok, kemudian ada pertanyaan mengganjal di kepala, wah itu stresnya luar biasa takut jika sms yang dikirim di malam hari di balas dengan reply : "Tidak sopan anda mengganggu jadwal tidur saya." Itu rasanya bagaikan sudah kiamat. So, rasanya dulu mahasiswa takut sekali mengirim SMS ke dosen.
Tapi mahasiswa jaman now lain. Mahasiswa jaman now mendapatkan akses terhadap informasi nilai lebih cepat. Lewat website, mereka bisa segera tahu nilai. Setelah nilai itu keluar, hari-hari dosen langsung suram. Mahasiswa jaman now tidak segan-segan mengirim pesan WA kapan pun mereka suka, bahkan di malam hari menjelang tidur. Seorang kolega dosen bahkan pernah di telpon mahasiswa jam 23.30 malam. Mahasiswa jaman now adalah mahasiswa tidak dewasa yang gagal bersikap. Sikap mahasiswa jaman now: tidak respek kepada dosen.
Begitu pula dengan urusan beasiswa. Mahasiswa jaman old dulu berusaha mati-matian untuk mendapatkan nilai bagus untuk mendapatkan beasiswa karena perlu bersaing dengan mahasiswa lain. Sekarang jaman now sudah lain. Jika nilai drop, mereka minta bantu kemurahan hati dosen. Menangis, Takut beasiswa mereka terancam dicabut kalau nilai jatuh. Solusi mendapatkan dan melanjutkan beasiswa mahasiswa jaman now sangat instan: minta kemurahan hati dosen, bukan dengan belajar dengan lebih giat.
Ada pula mahasiswa yang setiap tugasnya di copy-paste dari internet. Ini adalah penyakit mahasiswa sekarang. Mahasiswa jaman now sangat malas berpikir. Daya analisis mahasiswa jaman now sangat lemah. Simpelnya: rujukan akademis mereka adalah google dan wikipedia. referensi dari blogspot pun jadi. Lucunya, blogspot itu mungkin saja ditulis oleh mahasiswa yang seumur dengan mereka yang sama-sama tidak mengerti. Seorang kolega pernah didebat oleh mahasiswanya karena jawaban dari kolega dosen tersebut berbeda dengan situs blogspot yang dibaca mahasiswa tersebut. Kolega dosen itu pun menjelaskan panjang lebar tentang teori dari buku yang terbukti. Padahal buku jelas lebih valid daripada blogspot yang tidak kredibel. Mahasiswa tersebut tetap memaksa bahwa nilainya harus benar karena ada rujukan bacaannya meskipun dari blgspot. Referensi mahasiswa jaman now: prof google, blogspot, PhD dan jurnal terbitan wikipedia.
Mahasiswa Jaman Now sering meng-copy paste wikipedia dan blogspot yang tidak kredibel
Ada juga mahasiswa yang pamer ortu setelah tahu nilainya jelek atau tidak lulus mata kuliah. Mereka menyebut-nyebut nama bapaknya yang petinggi kampus atau pejabat daerah untuk mengancam dosen yang pada dasarnya hanyalah seorang PNS biasa. Solusi terhindar dari nilai D mahasiswa jaman now: sebut nama orang tua.
Ada pula kebiasaan menyontek mahasiswa jaman now yang tidak canggih. Copy paste dari kawan dengan tidak ada perubahan sedikit pun. Dulu teknik menyontek sangat canggih. Mengerti isinya, kemudian lakukan sedikit perubahan pada kata-kata. Mahasiswa jaman now: Saking tidak mengertinya, copy paste pun bisa salah. Lucunya, ada mahasiswa yang complain kenapa nilai mereka dengan kawan lain beda padahal penjelasan mereka persis sama. Loh, kok malah ngaku nyontek punya mahasiswa lain. Benar-benar tidak masuk akal.
Satu yang paling parah yang saya alami sendiri: waktu itu ada beberapa mahasiswa yang tidak masuk kelas. Ketika saya tanya kok mereka tidak hadir, datanglah mahasiswa lain dengan sebuah surat. Isinya adalah permohonan izin untuk tidak hadir karena ada acara kajian kecil di sebuah organisasi mahasiswa. Surat itu benar-benar luar biasa, Luar biasa sebuah organisasi mahasiswa menulis surat resmi agar anggotanya bisa tidak hadir kuliah demi sebuah kajian rutin organisasi.
Seorang mahasiswa dari sebuah universitas bahkan pernah bercerita bahwa seorang partner projek kuliahnya sering tidak hadir di laboratorium jurusan dengan alasan ada kajian organisasi. Akhirnya, si mahasiswa itu pun harus bekerja sendiri.
Ada pula mahasiswa jaman now yang mengatakan jarang hadir kuliah karena rapat organisasi biasanya selesai malam. Jadi ia tidak sanggup menghadiri kuliah pagi. Dulu di generasi jaman old, rapat selesai jam lima pagi pun harus tetap kuliah jam 7 pagi walaupun dengan mata merah. Jadi, mentalitas mahasiswa jaman now: kuliah adalah prioritas nomor kesekian.
Itulah ciri-ciri mahasiswa jaman now.
Harus diakui, mahasiswa jaman now dengan ciri-ciri ini memang ada di sekitar kita. Meraka adalah produk dari sistem pendidikan berbasis nilai instan di Indonesia yang dikombinasikan dengan sistem budaya masyarakat yang gagal menciptakan generasi yang dewasa pada waktunya. Mahasiswa hebat memang masih ada, bahkan jauh lebih banyak. Mereka dengan bijak menggunakan teknologi informasi dan menyaring nilai-nilai baik darinya serta bisa mengambil keuntungan scientific luar biasa dari teknologi informasi. Tapi, segelintir mahasiswa jaman now bisa merusak segalanya. Faktanya, merekalah yang paling dominan bersuara di kelas. Merekalah yang meneror dosen, melemparkan komplain saat nilai jatuh, dan mengeluarkan keluhan saat pertanyaan dari dosen sulit.
Dampak dari mahasiswa jaman now ini akan terasa saat mereka bekerja nanti. Konsultan seorang kolega pernah merekrut seorang lulusan jurusan arsitektur yang punya nilai IPK cukup tinggi, IPK 3 ke atas. IPK tinggi artinya highly qualitified, ya kan? Dulu mungkin iya. Tapi sekarang tidak. Rekrutan itu ternyata tidak bisa apa-apa. Menggambar dasar saja ternyata harus diajarkan ulang oleh staf yang lebih berpengalaman. Jadinya, puluhan juta gaji yang dibayarkan selama ia bekerja disanapun percuma. Itu baru satu perusahaan konsultan kecil. Bayangkan ketika mahasiswa jaman now ini bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta berbekal IPK tinggi dari hasil copy paste, nyontek, kemurahan hati dosen serta pamer nama orang tua. Bayangkan berapa banyak uang negara, swasta dan terutama para orang tua, yang terbuang sia-sia.