Saat ini setiap perolehan atas benda apapun sepertinya memiliki pajak tersendiri, mulai dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bahkan pajak atas tanah dimana memberatkan untuk sebagian masyarakat. Seperti halnya pajak bumi dan bangunan, pajak dikenakan kepada penjual dan juga kepada pembeli, dimana kalau saya kira sedikit tidak masuk akal karena penjual saat pertama kali membeli tanah tersebut sudah pasti telah membayar pajak penghasilan, sehingga penetapan tersebut membuat dia membayar dua kali.
Bagi masyarakat kelas menengah, biaya semacam ini bisa dianggap sebagai pengeluaran kecil karena memang masih dapat dijangkau dan dapat dianggap sebagai bagian pengeluaran sehari-hari.
Baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana untuk menetapkan pajak dalam transaksi online dimana saya kira dapat memberatkan perkembangan ekonomi mikro online dalam negeri. Fenomena semacam ini membuat seolah olah kita atau pengeluaran negara kita terlalu bergantung pada pajak rakyat, sehingga pemasukan dari hasil sumber daya alam menjadi terabaikan, dan malah membiarkan pihak asing berkuasa atas sumber daya domestik.
Jika kebijakan semacam ini terus berlanjut, maka kita sebagai rakyat seakan akan sedang hidup di negara orang, dan kita menjadi orang asing di negeri sendiri.