Benar adanya, kasih dan sayang orangtua tak berbatas waktu, tempat dan usia. Sangat berbeda dengan kasih dan sayang yang diberikan seorang anak kepada orangtuanya. Satu orangtua mampu mengurus 10 anaknya, namun, 10 orang anak belum tentu mampu mengurus satu orangtuanya.
Bahkan, seorang anak nyaris tidak dapat membaca apa yang dibutuhkan orangtuanya, apa yang dapat membuat orangtuanya bahagia lahir dan bathin. Umumnya, anak lebih menyodorkan duniawi untuk membahagiakan orangtuanya. Padahal tidak demikian.
Banyak dari kita memiliki orangtua tunggal oleh karena beberapa sebab, misalnya, ayah/ibu meninggal dunia atau karena sebab perceraian. Asbab kejadian itu membuat orangtua kita menjadi ‘jomblo’.
Pada dasarnya, walau usia orangtua kita sudah mencapai 50 tahun, 60 tahun bahkan usia diatas 70 tahun, tetap saja, mereka ditakdirkan untuk hidup saling berpasang-pasangan. Mereka membutuhkan pasangan seusia mereka. Bukan untuk urusan seks, bukan untuk urusan harta gono-gini, bukan untuk urusan masih ‘laris’, melainkan sebuah kebutuhan hakiki seorang manusia.
Mereka membutuhkan kebahagiaan, kesenangan, dan obrolan ‘indah’ yang hanya di dapat dari pasangannya sendiri.
Orangtua yang telah sendiri, akan sering kita dapati duduk dengan tatapan kosong (walau saat itu banyak cucu yang sedang bermain di hadapannya), sebelum tidur, berkhayal; seandainya ada istri/suami di sampingnya, saat piknik bersama anak dan cucu mereka juga berfikir bilasaja ada suami/istri disampingnya tentu piknik tersebut akan semakin indah.
Orangtua kita juga membutuhkan tempat bicara dan berbagi, butuh ruang yang privasi. Sebab banyak hal yang tidak bisa diungkapkan kepada anak apalagi cucu. Mereka tetap butuh sentuhan cinta yang tidak mungkin di dapat dari anak dan cucu.
Namun pada kenyataannya, banyak anak yang menolak dan marah saat orangtua mereka yang sudah duda atau janda akan menikah kembali. Anak-anaknya memberi argumen tak masuk akal dan lebih takut pada hal-hal yang tidak rasional. Bahkan tidak sedikit yang malu memiliki orangtua yang sudah berumur lebih 50 tahun menikah lagi.
Padahal, kita sendiri sebagai anak tidak mampu sepenuhnya memberi waktu untuk orangtua. Berapa banyak dari kita yang disibukkan dengan pekerjaan, mengurus suami, mengurus anak, belum lagi kesibukan di luar rumah. Berapa waktu yang bisa kita berikan, berapa bahasa yang bisa kita tuangkan untuk mereka?
Tidak sedikit pula, orangtua justru menjaga anak saat kita kerja. Walau ini tidak salah, namun, waktu kerja yang mencapai 6-8 jam sehari di kantor tentu tak elok perlakuan ini diberikan pada orangtua. Jangankan mereka, kita sendiri saat mengurus anak diusia balita dan batita bisa kewalahan apalagi orangtua kita?
Saya pribadi, ketika ibu hendak menikah lagi saat berumur 56 tahun, tidak pernah mempermasalahkannya, walau sempat ada penolakan dari kakak dan adik-adik. Saya berusaha menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya ibu menikah lagi dan akhirnya mereka menerima penjelasan saya. Kebetulan, usia ibu dan calon ayah tiri sama-sama 56 tahun.
Pun, sebagai anak, kita wajib mengetahui siapa calon pasangan baru orangtua agar tidak menjadi boomerang dikemudian hari. Perihal ini mutlak tanggungjawab seorang anak sebagaimana tanggungjawab orangtua terhadap calon pasangan anaknya yang hendak menikah.
Masalah riak-riak kecil dalam rumah tangga adalah hal lumrah. Riak-riak kecil pada pasangan usia 50 tahun ke atas tidaklah serumit yang terjadi pada pasangan muda. Jadi, jangan mengkhawatirkan hal tersebut. Justru kekhawatiran anak yang tersampaikan dalam ucapan, raut wajah, akan membuat orangtua kita menjadi tidak nyaman. Biarlah mereka menjalani kehidupan mereka, menikmati sisa-sisa hidup dengan bahagia. Kita sebagai anak hanya perlu mengontrol. Tidak lebih!
Kini, walau usia ibu saya sudah diatas 65 tahun, tapi tetap fresh dan semangat. Setiap shubuh, sepulang dari mesjid, mereka mengaji bersama. Setiap dua/tiga hari dalam sepekan mereka ke kebun, setiap akhir pekan atau hari minggu mereka jalan-jalan berdua kemana mereka mau. Apakah bersilaturahmi kepada sanak family, melihak cucu.
Bahkan, jika masakan ibu saya terlalu asin, bapak tiri saya tetap memakannya sambil tersenyum.
Bukankah kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kita?
Ket: Ibu saya saat bersama cucunya, Octara. Usia Ibu saat ini sudah 67 tahun.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".(Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Sungguh, sedikit yang berpikiran seperti ini. Lebih banyak yang memilih membiarkan ortu sendirian tanpa pasangan, lalu mereka dengan anak-anaknya yang tinggal bersama ortu atau ortu yang diboyong tinggal bersama mereka. Alasannya banyak. Kasus cerai pernikahan lansia juga banyak. Macam-macam sebab. Paling sering karena anak bawaan masing-masing.
Benar... beruntung juga anak-anak dari ibu dan ayah tiri sudah pada dewasa....
Supaya bapak kita mau nikah lagi ada rumusnya gak, eh maksut saya bapak saya. Soalnya udah capek kami jodohin kesana kemari ada - ada saja alasanya hehe