Kata Starling pertama kudengar di pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM), saat ngobrol tengah malam sesama penyair.
Pujangga Nusantara, dari pemula hingga penjaja kata ternama malam itu berkumpul dalam rangka merayakan Hari Puisi Indonesia.
Dan ketika pesta usai, aku dan mereka berjongkok di tangga batu menatap aspal Jalan Cikini, menyesap kopi sachet yang diseduh dengan air panas dari termos dalam gelas plastik racikan asal-asalan barista-barista bersepeda.
“Starling,” gumam seorang teman, penyair yang tak bisa ke lain hati dari larik dan bait puisi.
“Apa?”
“Starbuck keliling.”
Malam itu, para pencandu kopi merayakan kekalahan puisi Indonesia.
Aku namakan mereka coffeevora. Tak kena nasi tiga hari tak mengapa. Namun tanpa kopi, lebih memilih bunuh diri.
Starling di pemukiman Bintaro
Untung saja, hampir di setiap sudut tikungan dan kerumunan ada Starling, waralaba lokal bukan impor dari amerika.
Bandung, 7 Maret 2018
Dimanapun bisa menikmati kopi.
Salam penikmat kopi
Heheh
Selama air dalam termos masih panas, bang @tusroni.... hahaha
Keren
Terima kasih 😊
Pgen ngopi dsna
Yuuuuuuuk. Tunggu apa lagi? 🚴
Salam 😊👍
ngopi....ngopi..... hayooo ngopiiii
ngopi apa starling ?
ngopi bae ngopi......
hihiiiii
Kopi dulu, teh @ratuayu. Biar lancar gawe...hahaha
Salam haneut
hahaha...starling, mantap banget dan bikin penasaran, saya tadi menduga2 apa artinya,..ga nyangka. jadi pengen nyambangin TIM