Ditulis Khusus Untuk Para Perempuan, Bacaan Wajib Kaum Laki-laki

in #life7 years ago (edited)

images (13).jpg

Terlebih dahulu saya ingin mengucapkan selamat menikmati hari libur untuk perempuan-perempuan pejuang nafkah semua yang kebeulan hari ini merupakan hari libur Anda. Dan tetaplah semangat untuk yang masih harus bekerja bahkan tanpa hari libur. Yakinlah Allah selalu bersama orang-orang yang bersabar dan senantiasa berikhtiar.

Selanjutnya, mengapa saya tulisakan judul demikian? Selain karena saya perempuan dan mengapresiasi segala sesuatu yang menjadi kehidupan dan keseharian perempuan maka saya ingin menuliskan sesuatu yang selalu menggelitik dalam hati saya. Jujur, ketika saya melihat betapa kerasnya perjuangan para istri dan ibu dalam mencari penghasilan, sementara suaminya dengan santai bersenang-senang dengan kawan-kawan satu kelompoknya. Nongkron, ngobrol bahkan ngerumpi sementara istrinya banting tulang pergi pagi pulang petang karena tugas mencari nafkah seolah berpindah ke pundaknya. Makanya tulisan ini penting untuk dibaca oleh kaum laki-laki.

Saya selalu merasa sedih, ketika beberapa teman dekat dan orang-orang yang saya kenal harus bekerja sekuat tenaga. Menjalani sebuah profesi yang saya tahu itu tidaklah mudah. Menjadi guru, pekerja bank, kasir, perawat, bidan, tenaga kesehatan, pekerja pabrik, sampai kepada buruh dan pembantu rumah tangga. Di mata saya mereka adalah pahlawan-pahlawan hebat. Orang-orang yang sangat luar biasa.

Akan saya kisahkan beberapa orang yang saya kenal, tanpa harus saya sebutkan namanya.

Pertama, kisah ini saya dengar dari seorang siswa yang saya tangani karena kasus pelanggaran yang sudah terlalu banyak di sekolah. Usut punya usut, ternyata ia adalah korban dari kurangnya perhatian orangtua. Ia sering bolos sekolah, nongkrong di warnet ketika jam pelajaran. Ketika saya tanya mengapa dia melakukan hal tersebut, ia menjawab dengan sangat mudahnya bahwa ia tidak pernah merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan. Karena kedua orangtuanya pun tidak lagi memperhatikannya. Keduanya selalu bertengkar.

Dengan niat membantu memperbaiki kepribadian anak dan agar tidak membolos lagi, saya akhirnya membuat janji dengan orantua anak tersebut. Kemudian ia datang pada hari yang telah ditentukan. Dan tanpa saya sangka sebelumnya, sang ibu dari anak tersebut menangis sejadinya di hadapan saya. Ia mengaku sangat lelah. Bekerja apa saja yang bisa ia lakukan demi untuk mendapatkan uang untuk makan dan biaya anak-anaknya sekolah. Anaknya tiga dengan berbagai karakter yang saya sendiri tidak akan sanggup setagguh itu jika memiliki anak yang demikian. Anak pertama di DO karena banyak bolos. Anak kedua itu yang kasusnya saya tangani, dan yang ketiga terancam dikeluarkan karena menunggak beberapa bulan belum bayar SPP.

Mendengar penjelasan sang ibu, dengan ragu-ragu saya memberanikan diri untuk bertanya. "Di mana suaminya?" . Tangisannya semakin menjadi. Saya pun semakin merasa bersalah. Dan hati saya begitu terisis ketika mendengar jawabannya jika suaminya sehari-hari hanya nongkrong di tempat mancing. Dan menafkahi dengan uang Rp. 12.000 per hari itupun tidak selalu.

Ya Allah, mendengar penjelasan sang ibu saya jadi ingat pembicaraan sebelumnya dengan sang anak. Memang benar, ayahnya hanya mancing, tidak bekerja. Dan ibunya setiap hari selalu berkeliling untuk mendatangi rumah-rumah menanyakan kepada pemilik rumah apakah ada cucian yang mau dicuci? Apakah ada piring kotor untuk dibersihkan? Apakah ada baju-baju yang harus disetrika? Miris saya mengetahui hal itu. Hingga habis waktunya tidak ada lagi untuk memperhatikan anak-anaknya, memeriksa PRnya atau lebih dekat lagi untuk memberikan perhatian seorang ibu seperti yang dilakukan ibu lain. Di kepalanya penuh dengan pikiran bagaimana caranya mencari uang untuk makan sehari-hari.

Kedua, Kisah seorang pegawai negri sipil. Yang bekerja pergi pagi pulang petang. Ia adalah seseorang yang berkedudukan penting di tempat kerjanya. Orang-orang segan kepadanya, namun di rumahnya, ia memiliki beban yang sangat berat. Suaminya hanya duduk diam tanpa mau peduli dengan kelelahan yang ia rasakan sepulang kerja. Masalah pekerjaan rumah terbengkalai, sang suami tidak bersedia membantu. Alasannya karena ia juga berbisnis. Akan tetapi kabar yang mendarat di kuping saya sendiri adalah, uang gaji habis untuk menutupi utang akibat kerugian yang sering dialami sang suami dalam berbisnis yang lebih sering hanya baru mencoba-coba. Akhirnya ia hanya mendapatkan rasa lelah saja setiap kerja. Karena gajinya hanya berupa angka. Ia hanya mendapatkan sebagian kecil saja, itupun untuk ongkos dan makan sehari-hari. Sementara cucian, rumah yang berantakan masih menjadi kewajibannya untuk menyelesaikan semuanya.

Ketiga, Ini cerita yang membuat saya tidak berhenti geleng kepala. Seorang perempuan, Ia terbilang sangat beruntung karena mendapatkan jodoh orang yang berada. Ketika menikah, rumah dan mobil sudah tersedia dari kekayaan orangtuanya. Akan tetapi sangat disayangkan, lelakinya sama sekali tidak suka bekerja. Sehari-hari hanya diam, tidur dan bermalas-malasan. Sang istri yang menyadari bahwa rumah dan mobil tidak bisa dimakan, dan sadar betul jika anak-anaknya perlu jajan, biaya sekolah dan membeli susu, bekerja keras setiap hari. Banting tulang, berangkat dengan mengendarai motor sendiri. Di pundaknya, tersimpan beban berat. Biaya makan sekeluarga, biaya pengasuh anak-anak, dan sekolah anak pertama yang sudah mulai masuk ke sekolah tingkat dasar.

Dari tiga kisah yang saya ceritakan di atas, saya hanya ingin memberikan kritikan kepada para suami yang tega membiarkan istrinya kelelahan mencari nafkah. Bukankah kewajiban mecari nafkah itu adalah kewajiban para suami? sejak para lelaki bersalaman dengan wali perempuan di akad nikah, dengan menyebut nama Allah secara tidak langsung telah bersumpah akan bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan rumahtangga yang akan dijalani. Termasuk menafkahi semua orang tang ada dalam tanggungannya. Dalam hail ini anak dan istrinya.

Lantas, ketika istrinya lelah bekerja dan dia hanya main, nongkrong-nongkrong dengan teman-temannya (sesama pengangguran), atau malah asik mancing sampai hari gelap, apa kata dunia? Cacing dalam tanah pun sepertinya benci akan hal itu. Burung di pohon juga pasti tahu, seharusnya jika memang tidak bisa membantu meringankan nafkah, maka ringankan rasa lelahnya. Antar dan jemput ia ke tempat kerja dengan perhatian yang luar biasa. Karena sungguh perempuan itu untuk dijaga, diperhatikan dan dimuliakan. Sehebat-hebatnya perempuan yang terlihat mandiri, ia masih tetap butuh orang yang bisa dijadikan sandaran dan tempat ia mencurahkan segala keluhan. Dan satu lagi, perempuan itu lebih lemah fisiknya daripada laki-laki.

Sekali lagi, bagi saya perempuan pejuang nafkah adalah pahlawan. Mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Bagi Anda kaum lelaki, wibawa Anda ada pada sikap Anda. Istri Anda yang salihah tidak akan banyak menuntut tentang uang dan harta yang berlebihan. Cukup tunjukkan keseriuasan Anda dalam mengemban tugas sebagai kepala keluarga. Seorang pemimpin bukan hanya bisa memerintah atau memutuskan sebuah perkara. Akan tetapi wajib menaungi dan menjadi pelayan sesiapa yang menjadi tanggungjawabnya.

Anda pernah bekerja dan kemudian menganggur, belum mendapatkan pekerjaan lagi? Tidak mengapa. Istri Anda pasti bisa mengerti, dan tidak pernah berhenti mendo'akan. Tapi setidaknya tunjukkan rasa penyesalan Anda kepada istri Anda bahwa seharusnya Andalah yang mencari nafkah. Maka antarkan ia ke tempat kerja dengan sangat hati-hati. Pastikan ia selamat sampai di rumah sepulang kerja dengan kawalan Anda. Sampai di rumah layani dan manjakan dia. Jangan lupa bantu ia mengurus rumah, dan anak-anak, sampai Anda mendapatkan pekerjaan lagi dan bisa membayar pembantu untuk meringankan beban pekerjaan istri Anda. Dengan begitu istri Anda akan semakin iklas dan bersemangat membantu dan menggantikan peran Anda sebagai pencari nafkah.

Wahai kaum lelaki yang berani berpangku tangan ketika sang istri kelelahan, berubahlah. Jangan lagi seperti itu. Jika ingin dihargai istri, maka bekerja keraslah.

Dan untuk kaum lelaki yang mengeluh karena istrinya berubah menjadi jelek lalu berpikir untuk mencari pengganti dengan yang lebih cantik dan segar. Bercerminlah terlebih dahulu. Tanyakan kepada orang yang ada di cermin. Apakah ia sudah memberikan perempuanmu istirahat dan memanjakan dirinya? Apakah sudah memberikan jatah uang untuk ia mempercantik diri dan memantaskan pakaiannya? Apakah ia sudah mendapatkan pengganti kelelahan karena menyiampak makanan, mengurus anak-anak, membantumu mencari nafkah, dan melayani keperluanmu yang lain?

Jika belum semua terpenuhi, maka buang pikiran untuk mengganti dengan yang lebih cantik. Karena jika tabiatmu masih sering membebani pikiran istri dan belum bisa membuat istrimu tetap cantik, belum bisa memberi waktu luang untuk istirahat dan mengajaknya jalan-jalan dan belanja di akhir pekan, maka dia yang Anda anggap cantik sekarang, akan berubah menjadi jelek setelah berdampingan hidup dengan Anda.

Ingat, yang pantas sering-sering bersantai dan nongkrong dengan kawan-kawannya itu hanya mereka yang telah sukses membahagiakan anak dan istrinya. Ia pergi menjalani hobi bersama kawan-kawan meninggalkan anak-anak yang sedang bermain main dengan keceriaan, dan istri cantik yang duduk manis di sova membaca majalah dan menikmati teh sepulang belanja dan perawatan.

Fine, jadilah suami yang baik dan bertanggungjawab.

Demikian tulisan saya yang ditulis khusus untuk menyemangati para perempuan dan merupakan bacaan wajib bagi para laki-laki. Semoga bermanfaat. Salam hangat dari @diantikaie untuk Indonesia.

Image source : pixabay.com

Sort:  

Zaman sekarang entah kenapa, perempuan yang sepertinya harus jadi orang paling tangguh ya di keluarga

Iya teh. Secara perempuan itu lebih penyayang dan lebih gak tegaan. Jadi perempuan lebih pekerja keras daripada laki-laki. Mungkin begitu kira-kira. He he

Tadinya saya mau komentar begini;

Ajak gabung di Steemit aja, kalau serius pasti dapat rewards.

Tapi rasanya kok ngak etis ya, kesannya seperti kurang serius gitu. Padahal, dari tulisan yang saya baca di atas, ini betul-betul ditulis dengan serius, ada emosi di dalamnya.

Seperti sedang berontak dan berteriak, woi lakik, bangun kerja....! Tapi ya begitulah hidup, satu sisi ada perempuan-perempuan perkasa yang berjuang mati-matian untuk menafkahi keluarga, sementara suaminya asik bergadang malam, pagi tidur, di sisi lain ada juga lelaki yang bekerja banting tulang, sementara istri asik sibuk belanja dan belanja (no offense), intinya menurut saya adalah tidak pukul rata.

(putarlaguiwanfalsberjudulibu)

Ha ha iya... Nanti diajakin gabung steemit. Iya memang gak jarang juga lelaki yang bekerja keras buat menafkahi. Tapi itu gak aneh, karena memang tugas nafkah ada pada laki-laki. Saya salut juga buat mereka yang masih bisa bertanggungjawab. Tulisan ini saya tulisa karena miris aja, ada lho... yang begitu... he he .

Terimaksih sudah berkunjung ke blog saya kak @iqbaladan :-)

Betul memang ada yang seperti itu, saya juga sering melihatnya, kadang ya geram saja, kalau kenal orangnya saya coba ajak bicara juga.

Saya juga berterima kasih karena tulisan ini bisa dijadikan motivasi bagi laki-laki yang lain, khususnya saya, karena saya juga laki-laki :D

Sukses selalu buat @diantikae.

He he. Iya Kak, sama-sama... Sukses buat Kak @iqbaladan juga. :-)

Yaampun...Sedih bacanya...

Iya teh. Dan banyak lagi yang lebih dari itu. Beruntunglah kita yang suaminya bertanggung jawab menjalankan kewajiban.
Oiya, terimakasih sudah berkunjung ke sini.:-)

Terharu bacanya

Ayo semangat terus benahi diri biar kita layah diperjuangkan oleh seseorang yang baik dan pernuh tanggungjawab. :-)

Amiin makasih teh @diantikaie
Semoga seseorang itu bisa datang secepatnya hehe.

Ekheum... sedikit pencerahan untuk yang masih single juga

Maka bertanggungjawablah :-)