Berawal dari keinginan orang tua yang berujung pada anak sebagai pewujud mimpi itu. Hanya ikhlas dan sabar karna aku yakin aku bisa menjalaninya, karena yakin dengan ridha orang tua aku bisa melaluinya. Lima tahun berlalu, mimpi itu menjadi kenyataan. Senyum dan airmata haru jatuh di lapangan parade IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) yang saat itu sedang berlangsung pelantikan pamong muda lulusan angkatan XXIII. Sang RI 1 sebagai instruktur upacara berdiri di podium untuk memberi amanatnya. Setelah beberapa menit berlalu, dilanjutkan dengan upacara Victory yaitu melempar topi (pad) ke langit sebagai tanda telah usainya pendidikan selama 4 tahun di IPDN. Selanjutnya orangtua menghampiri kita untuk mengucapkan selamat. Senyuman dari papa tergambar jelas di wajahnya dan kemudian ia berbisik di telingaku “selamat ya wuk (panggilan anak perempuan di Jawa)”, mama pun juga melakukan demikian sembari mengusap airmata yang terus mengalir di pipinya. Akupun tak bisa menahannya, ku peluk kedua orangtuaku dan berkata dalam hati “Fiona sudah mewujudkan mimpi mama papa semoga ini menjadi penembus kebaikan kalian selama ini” air mataku pun tak bisa menahan rasa kebahagiaan, terharu, dan kesedihan ini. Kebahagiaan bisa membuat mereka tersenyum dan bangga, kesedihan yang harus memisahkanku pada almamater ini.
IPDN, yang selama ini orang mendengarnya dengan sebutan STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negara) merupakan sekolah pemerintahan dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri dimana lulusannya langsung diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Awalnya sekolah ini dinamakan APDN (Akademik Pemerintahan Dalam Negeri) yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Lalu bersatu menjadi STPDN yang berpusat di Jatinangor, Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Dengan adanya peristiwa kematian seorang praja (sebutan mahasiswa/mahasiswi di IPDN), sesuai amanat Presiden Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu mengubah STPDN menjadi IPDN.
Aku diterima di IPDN setelah lulus SMA pada tahun 2012. Ada beberapa tes dan ritual yang harus dilalui, seperti harus menjaga pola makan dan selalu berlatih fisik. Berat badan yang melebihi batas tidak membuatku putus asa melawan tantangan ini. Alhasil aku diterima menjadi seorang praja dengan embel-embel nama Fiona kontingan Jawa Tengah sebab praja yang diterima dari berbagai daerah di penjuru nusantara. Supaya mempermudah dikenal kami menyebut asal kontingen daerah tempat pendaftaran. Sebenernya berasa seperti ikut kejuaraan olahraga yang membawa nama kontingen tapi ya sudahlah.
Bercerita tentang pendidikan selama 4 tahun di IPDN tidak akan ada habisnya. Setiap tempat pasti ada kisah dibaliknya. Kisah tentang suka duka menjadi seorang praja, kejadian tidak masuk akal tapi tetap terjadi, kisah horor yang selalu membuatku merinding dan susah tidur, dan masih banyak lagi cerita disana. Kita kupas satu per satu ya biar nggak membingungkan. Bagaimana sih cerita suka dukanya jadi seorang praja. Kalau dibilang suka duka, perbandingannya sekitar 30%:70% lebih banyakan dukanya. Mungkin bisa dibilang aku anak yang manja karena ada faktor anak paling bontot. Jadi aku belum bisa jauh dari kedua orangtuaku. Saat itu kami tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi sepeti handphone dengan model dan type apapun intinya sangat diharamkan. Selain bisa mendapat hukuman, handphone akan dikembalikan dalam keadaan tidak bisa dipakai alias hancur karena dibanting berulang-ulang. Mungkin kalian berpikir, yaudah sih beli lagi aja atau handphonenya diumpetin aja biar nggak ketawan. Semua solusi udah dilakuin tapi namanya bangkai pasti tercium juga, jadi selalu ketangkap basah oleh pengasuh kami kalau ada yang coba-coba melawan. Sehingga para pengasuh selalu men-doktrin kami yaitu “Ragu-ragu, Balik Kanan”, apa sih maksudnya? Maksudnya adalah apabila kita udah give up buat menjalani aktivitas menjadi seorang praja, lebih baik pulang ke daerah masing-masing dan lepas semua atribut di badanmu. Hari demi hari akhirnya kami diperbolehkan membawa hondphone dengan syarat tidak boleh yang berkamera. Tidak dijelaskan secara rinci mengapa tidak boleh yang berkamera, tapi aku percaya peraturan itu bisa membuat almamaterku terhindar dari bahaya.
Hukuman yang diberikan oleh pengasuh mulai dari teguran secara lisan sampai dikeluarkannya dari kampus. Namun, hukuman yang sering aku jalani adalah TBO (Tenaga Bantuan Operasional). Hukuman ini ada yang ringan dan berat tergantung dari kesalahan yang diperbuat. Aku sering menjalani hukuman yang ringan seperti lari siang, bersih-bersih kamar mandi, dan hukuman fisik lainnya. Semua hal yang berhubungan dengan TBO pasti tidak boleh keluar dari kampus termasuk pesiar (aktivitas untuk keluar kampus yang ditentukan hari dan batas waktu keluar). Memang betul kalau tidak ada pesiar bisa menghemat, tetapi apa jadinya jika kita di kampus selama sebulan dan tidak boleh keluar? Pasti muncul rasa jenuh dan bosan.
Ini masih secuil cerita dari Kampus IPDN, dan masih banyak lagi cerita-cerita yang tentunya bakal aku share di steemit. Menurut kalian, cerita apalagi yang bakal aku share? Komen dan vote terus ya steemit aku.😊😊
Amazing...
Kalo kami dulu masa konflik donkrinnya ragu ragu mundur @fionakirana
iya karna itu udah mempertaruhkan nyawa bang..its been a long time..Lets get up!! 💪🏼💪🏼
Dan setelah luluspun tantangan masih berlanjut dengan penempatan yg bukan di daerah asal, tp semua layak disyukuri, paling tidak di Aceh kita dipertemukan sebagai teman sekaligus keluarga baru.. semangat ya @fionakirana.. Steem On.. huhuhu
Iyalah kaaak apalagi ketemu sama orang2 bappeda acut..syukur lah Fiona ditempatin di yg enak lingkungannya hehe..makasih ya kak 😘😘 @rayfa
wah bisa tahu seluk beluk ipdn secara langsung nih. Dulu sy hampir aja disuruh masuk sekolah ginian. Pakdhe itu semangat banget ngomporin. tp setelah dipikir2 ga mau saya karena males ah sekolah semi militer gitu, mana pasti sering mengalami adegan dibentak2 gitu. bisa trauma saya hahaha..
btw, itu penempatan diundi ya ato gimana sistemnya? tetangga ada juga kayaknya lulusan ipdn juga, skrg kerja di acut juga, tp ga tahu lembaganya apa
Hahaha kayak kuis aja diundi kak? 😆😆 iya sih kami random kak, tapi orang jawa gak ada yg dapat penempatan Papua kak.. siapa namanya kak?
Kalo adegan dibentak bentak itu pasti kak, gakpapa nglatih mental kak kalo pas kerj nanti dibentak sama atasan jadi gak kaget lagi hehe..
kenapa org jawa ga dapat di papua? atas pertimbangan apa tuh? duh, siapa ya, ngga kenal langsung sama orangnya, cuma kenal sama mamaknya aja. tapi itu juga jarang banget ketemu mamaknya.
hooh sih, nek wes kulino dibentak2 lama ora kaget maneh. tapi yang rada bikin kuatir itu adalah kebiasaan senior yang mbentak juniornya. trus kalo juniornya nanti dah jadi senior, gantian mbentak juniornya. semacam lingkaran setan yg tak akan putus.
haha sampe saat ini fiona belum tau atas dasar apa penyebaran ini.. iya kak, memang begitu kak, tapi ada saatnya terputus saat junior menjadi atasan seniornya di dunia kerja kak.. hehehe..
hahaha, wah epik banget itu kalo juniornya jadi atasan senior di dunia kerja. tp kan rantai itu ga terputus di insitusi STPDN sendiri kan hehe
@fionakirana, tadi siang ketemu sama tetangga yang anaknya lulusan STPDN juga, namanya kalo ga salah ingat oktrina syahyanti gitu deh. tadinya dinas di acut, tp sekarang pindah ke jambi. lulusnya setahun ato dua tahun yang lalu gitu deh. kenal?
iya itu satu angkatan dengan saya kak.. iya dia dapat dijambi, fiona dapat di aceh hehe.. dekat rumah dengan okta ya kak?
Iya, dekat rumah. Tp mgkn dia ngga kenal saya krn sy jg pendatang kan di sini. Klo di sini panggilan dia rina.
oalahh gitu hehe.. salam ya kak buat dia kalo okta pulang kampung..
hahaha, kusampaikan aja salamnya ke emaknya. secara aku ngga kenal okta secara langsung yes..