Kita tidak akan tahu betapa berartinya seseorang sampai dia meninggalkan kita.
Tidak asing ya dengan ungkapan seperti itu? Nah sekarang saya mau ganti sedikit sesuai dengan tema yang saya tulis di postingan kali ini.
Kita tidak akan tahu betapa nikmatnya hidup di Indonesia sampai kita tinggal di negara asing.
Saya tidak ingin membahas banyak hal karena nanti tulisan ini terlalu panjang. Jadi saya ingin berfokus pada satu aspek saja yaitu tentang iklim.
Cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini memang kerap membuat galau. Kadang hujan, kadang panas. Kalau lagi hujan bisa sampai banjir. Kalau sedang panas bisa membuat keringat mengucur sesukanya. Beberapa orang menjadi mudah marah saat cuaca sedang panas, terutama jika berada di jalan atau tempat-tempat umum lainnya. Ada yang merasa begitu? Saya termasuk salah satunya hehehe...Berada di pemberhentian lampu lalu lintas saat cuaca sedang panas menyengat, lalu pengamen datang silih berganti, lalu tiba-tiba ditabrak orang dari belakang adalah salah satu skenario yang bisa membuat cepat naik darah, langsung berstatus ‘senggol bacok’. Pendeknya, cuaca gerah dan panas sedikit saja sudah disumpah serapahi. Matahari yang tersenyum sumringah dijadikan obyek kemarahan sehari-hari.
Apa kita pernah mengkhayal bisa tinggal di negara empat musim di mana cuaca panas tidak segarang di negara kita? Membayangkan musim semi yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran, musim gugur di mana daun-daun yang gugur dan berserakan di tanah terlihat begitu cantik dan instagramable? Beda ya sama di tempat kita, daun-daun yang jatuh di tanah itu bikin sepet mata. Belum lagi bayangan kita tentang musim dingin yang seru. Bisa bermain ski, membuat bola salju, bisa pakai pakaian hangat dan sepatu boot yang modis, dan yang epik adalah, membayangkan salju yang dimasukkan ke dalam gelas lalu diberi air dan sirup hahaha...
Ya, ya, ya. Saya seperti itu juga.
Sampai akhirnya saya mengalami sendiri bagaimana rasanya tinggal di negara yang bukan beriklim tropis. Pergi ke tempat-tempat seperti ini dalam rangka piknik berbeda rasanya dengan kalau kita tinggal di sana. Piknik biasanya jangka waktunya pendek, semua terlihat indah, jadi hal-hal yang berbeda dianggap sebagai suatu petualangan. Tapi tinggal di sana berarti harus berhadapan dengan apapun keadaan yang terjadi di sana.
Memang tidak terlalu lama saya tinggal di Newcastle, Inggris. Hanya beberapa bulan saja, tapi sudah cukup membuat saya berkesimpulan bahwa ternyata selama ini, saya sangat kurang bersyukur tinggal di negara Indonesia. Merasa malu dan terasa ‘ditampar’ Plak! Plak! Plak! Karena selalu menggerutu dengan apapun yang membuat saya tidak nyaman, termasuk dengan cuaca panas, lembab dan gerahnya.
Bebas Beraktivitas
Negara kita cuma punya dua musim dan keduanya umumnya belum pernah sampai pada level ekstrim. Maksudnya kalaupun musim hujan lebat dan terus-terusan, kita masih bisa melakukan aktivitas meskipun tidak selancar biasanya. Sangat jarang pemerintah mengumumkan libur sekolah atau kantor karena ada hujan lebat. Memang sih, beberapa tempat dan kota besar ada yang kena musibah banjir atau longsor, tapi sejauh ini belum sampai menjadi bencana nasional. Untuk beraktivitas di luar ruangan kala hujan, kita hanya perlu payung atau jas hujan saja agar pekerjaan kita tidak terhambat.
Di musim kemarau, cuaca menjadi sangat panas. Tapi kita masih bisa melakukan aktivitas termasuk di luar ruangan meskipun harus berjibaku dengan suhu tinggi. Kalau merasa kepanasan di dalam ruangan, kita tinggal pakai baju yang nyaman, atau menyalakan AC atau kipas angin.
Di negara 4 musim, sering terjadi kondisi ekstrim. Saat musim dingin, salju bisa sangat tebal sehingga mengganggu aktivitas bahkan moda transportasi juga terganggu. Tak jarang pemerintah meliburkan sekolah dan kantor jika salju turun dengan lebatnya. Saat musim panas, penduduk di negara 4 musim kadang-kadang terserang heat stroke karena suhu yang sangat panas.
Saya sendiri kesulitan beradaptasi dengan suhu yang dingin saat berada di Newcastle. Padahal waktu itu baru musim gugur, tapi suhu sudah rendah dan menusuk tulang. Di luar rumah, suhu yang dingin berduet dengan angin yang berhembus cukup kencang dari Laut Utara yang membawa udara dingin kutub. Berjalan kakipun bisa menjadi lebay karena saat angin ada di belakang kita, badan kita seolah ada yang mendorong dari belakang. Saat kita berjalan menyongsong angin, yang ada dada kita bisa terasa sesak karena kuatnya angin.
Di dalam rumah udara juga terasa dingin karena kebetulan rumah yang saya tinggali tidak diinsulasi dindingnya. Karenanya saya harus memakai baju berlapis-lapis. Nah, kondisi yang demikian membuat saya mager alias malas gerak. Tapi yang paling menyebalkan buat saya adalah adegan saat saya harus berinteraksi dengan air. Keran mengalirkan dua macam air, panas dan dingin. Yang dingin itu seperti air yang ada di freezer. Nah yang panas itu terlalu panas buat saya. Jari-jari langsung keriput setelah mencuci piring.
Mencuci baju juga tak kalah menantang. Matahari sering menghilang dari peredaran, bahkan sering gerimis. Baju yang dijemur di luar tidak akan kering kena hujan dan udara dingin. Ditaruh di dalam rumah juga berhari-hari keringnya karena rumahnya juga dingin. Solusinya adalah menyalakan penghangat ruangan agar pakaian itu cepat kering.
Saya sekarang selalu bersyukur walau matahari di tempat kita sangat menyengat. Itu artinya, jemuran saya cepat kering. Ibaratnya ditinggal mengedipkan mata saja jemuran sudah kering.
Lebih Murah
Kita tidak memerlukan pakaian bermacam-macam sesuai musim layaknya penduduk di negara 4 musim. Musim hujan, kemarau, baju apa saja bisa kita pakai. Kalau hawa mulai dingin, tinggal memakai selapis jaket sudah beres.
Bayangkan jika kita harus tinggal di negara yang ada musim dinginnya. Kita harus membeli berbagai macam baju hangat mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Long john, jaket tebal, syal, sweater, sarung tangan, topi, sepatu hangat, kaos kaki, dsb adalah barang wajib yang harus kita punyai. Wah, berapa duit itu yang harus keluar dari kantong kita karena tidak mungkin beli hanya satu buah atau satu pasang kan?. Di Indonesia masih banyak orang kurang mampu. Bayangkan jika Indonesia punya 4 musim, alangkah berat beban orang-orang tersebut karena harus membeli keperluan menghangatkan badan. Dan iItu belum termasuk urusan perut lhooo... Cuaca dingin biasanya membuat kita tambah banyak makan camilan.
Rumah-rumah kita juga tidak memerlukan insulator di dindingnya. Pun kita tidak perlu penghangat ruangan. Alat-alat untuk membuat hangat rumah itu sangat tidak bagus untuk kesehatan dompet karena artinya kita harus membayar listrik yang sangat mahal.
Surga Hasil Bumi
Urusan bercocok tanam, iklim tropis juga sangat menguntungkan. Tetumbuhan bisa hidup sepanjang tahun. Kita bisa menanam hampir semuanya kapanpun. Tapi berbeda sekali dengan negara 4 musim. Bercocok tanam harus penuh perhitungan karena tumbuhan hanya bisa bertahan hidup di musim-musim tertentu.
Tanah yang subur juga dan intensitas matahari juga memudahkan kita bercocok tanam. Ibaratnya, kita lempar biji lalu kita tinggal tidur saja bisa hidup tanaman itu.
Mood yang Bagus
Berada di garis ekuator, membuat waktu 24 jam terbagi seimbang antara siang dan malam. Ini harus kita syukuri sekali terutama saat bulan puasa. Bayangkan saudara-saudara muslim kita yang ada di belahan bumi yang mendekati kutub, saat musim panas, jam puasa sangatlah panjang. Keseimbangan jumlah jam siang dan malam juga membuat pola tidur kita tidak terganggu. Di negara bermusim 4, di musim tertentu siang atau malam bisa terlalu panjang dan mempengaruhi jam tidur kita.
Bisa melihat matahari hampir sepanjang tahun itu juga sangat bagus untuk kesehatan mental kita. Beberapa waktu lalu ada berita seorang anggota boyband Korea yang meninggal karena bunuh diri. Konon, semasa hidup, dia menderita gangguan mental yang dipengaruhi perubahan musim (Seasonal Affective Disorder). Musim gugur dan dingin adalah masa di mana dia merasa sangat tertekan.
Gangguan SAD ini ditemukan di negara-negara 4 musim. Saat musim dingin, semua menjadi putih, tidak ada warna sama sekali dan itu membuat orang menjadi murung dan tidak bergairah.
Selain itu, matahari yang bersinar sepanjang tahun di Indonesia membuat kita tercukupi vitamin D-nya dan itu penting sekali sebab kekurangan vitamin D bisa memicu depresi.
Mungkin bagi yang belum mengalami tidak akan percaya bahwa musim tertentu bisa membuat depresi. Saya tidak sempat merasakan musim dingin di Newcastle, tapi saya sudah cukup depresi dengan cuaca di sana yang dingin, membuat saya malas bergerak, bahkan ‘membeku’. Bahkan untuk mandipun, saya hanya sanggup mandi tiga hari sekali. Ya ampun. Padahal itu sudah pakai air hangat tapi begitu keluar dari kamar mandi langsung disergap rasa dingin lagi dan itu sangat menyebalkan.
Sebagai penutup, saya cuma mau mengajak teman-teman untuk tidak lupa bersyukur hidup di tempat yang penuh anugerah ini (terlepas dari berbagai masalah di banyak aspek kehidupan lainnya). Jika hujan turun dengan sangat lebat, bersyukurlah bukan salju yang turun dengan hebatnya. Jika matahari sangat terik bukan kepalang, ingat-ingatlah bahwa saudara-saudara kita di belahan bumi yang lain sangat merindukan matahari.
Dan setidaknya, kita tidak akan mengalami hal-hal seperti ini di sini (ini contoh ekstrim).
Iya, orang Indonesia suka bilang: Oh ya enak ya tinggal di Belanda. Tapi kalau mereka tiba2 datang ke belanda mereka ingin pulang ke indonesia karena: tidak ada Mal, harus masak sendiri, tidak ada pembantu dan terlalu dingin :-). Tinggal di luar negri harus mandiri, tidak ada yang masak buat kita dan banyak ibu2 yang juga kerja(kantor) karena pada umunya kehidupan disini mahal dan kalau suami saja yang kerja, tidak cukup untuk bayar semua rekening. Lagian, disini selalu bayar pajak, tidak seperti di Indonesia, mau buka usaha bisa besok. DI sini harus isi kertas2 dan bayar pajak.
very true, @fathin-shihab. Apalagi kalo selama di indonesia mereka terbiasa hidup ala sosialita. begitu sampai negara maju, semua harus dikerjain sendiri krn mau bayar pembantu dan asisten mahal. jadilah tiap hari mengeluh dan baru sadar kalo tinggal di indonesia lebih enak. harus mandiri dan tertib hukum tinggal di negara seperti Belanda. Melanggar dikit dah kena denda yg ngga sedikit hehehe...
Setelah merasakan 2 minggu menginjakkan kaki di Eropa rasanya bener2 bersyukur tinggal di Indonesia yang cuma punya dua musim dan suhu nya sangat bersahabat. Di negara 4 musim, waktu saya datang padahal musim semi dinginnya bukan main apalagi kalau angin sedang berhembus, bagaimana kalau musim dingin. Dan betul, di negara tropis begini kita jadi nggak ribet dalam hal berpakaian, selapis sudah cukup, sangat berbeda bila disana yang harus berlapis2 sampai2 kalau mau ambil barang dari tas saja ribetnyaaaa bukan main hehe.
Thank you for sharing mba
iya kaaan....harus pergi keluar dari Indonesia dulu biar tahu betapa banyak anugerah di sini hehehe.. urusan pakaian aja ribet ya di sana, belum lagi yang lain2nya. Kebayang ngga sih klo pas winter gitu tiba2 ada musibah yg bikin listrik mati. Maaak.....bisa byk yang tumbang itu ya @dyasukma ...
Haha iyaa, makanya hal2 seperti ini nggak akan kita rasakan kalau kita cuma diem dirumah aja.
Kadang buat bersyukur emang harus ada pengalaman ga enak nya dulu di negri entah berantah haha. Jadi keinget selama di eropa kemarin tangan ngga pernah keluar dari kantong jaket, dan jarang bgt mainin hp diluar ruangan saking ademnya hahaha.
aih, 100@ setuju. iya tuh, karena dingin jadi numb ya jari2. mengkerut2 lagi. kalo saya lebih parah, sudut2 kuku itu pecah lalu berdarah. ish menderitanya...
Ih samaa, saya kalau mau pasang zipper celana jeans atau jaket sakitnyaaa bukan main ini jari2. Rasa seperti terjepit padahal enggak. Berbahagialah kita di Indonesia tercinta ini ya kaaa hihihi
Kita tidak akan tahu betapa berartinya seseorang sampai dia meninggalkan kita.Kata Kahlil Gibran: Cinta tak bisa diukur kedalamannya sampai tiba waktu perpisahan. Kata Rhoma Irama, kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya, sungguh beharga. Kata Bunda @horazwiwik:
Intinya sama saja. Sama maksdunya, Khalil Gibran, Rhoma Irama, dan @horazwiwik punya pikiran sama, meski beda nasib, hehehehe.
Oh ya, kenapa dibuat ke p_power up_ semuanya? Saya punya pengalaman, membuat ke power up semuanya. Totalnya ada sekitar 12 SBD dalam satu postingan. Entah gimana hitungannya, yang masuk ke power up hanya 3 koma sekian SBD ketika payouts. Memang sih, ada penurunan di hari ketujuh dan biasa begitu. Dari sekitar 12 SBD, potong sana-sana, saya hanya dapat 9 SBD koma sekian. Tapi yang masuk hanya 3 koma sekian. Mengapa tidak semuana masuk power up, 'kan tidak dibagi dua lagi?
(done).Bunda @horazwiwik tahu cara menghitungnya? Tapi sejak itu, saya tidak mau buat ke power 100 persen. Lebih baik tetap 50 persen - 50 persen, nanti kalau harga SBD naik, tinggal beli Steem di market atau pasang harga Steem yang rendah saat membeli dan kita tinggal menunggu harganya terjemput
Kiban Bunda @horazwiwik? Na pakat?
Memanglah, kalo seorang penulis tulen, bisa menyebutkan berbagai macam perumpamaan dari berbagai figur terkenal. Cap jempol deh. Iya bang, maksudnya sama, biarpun lagi2 nasipnya berbeda wkwkwk...
Perhitungan payout dlm bentuk steem power itu masih misteri kelam bang. Sy pikir bg Ayi tahu. Sebab saya amati kalao saya dapat payouts 9 katakanlah, 4 masuk SBD, to yg ke steem power cuma nol koma gitu. klo dapat payout 20an, sekitar 7 masuk sbd, steem power cuma satu sekian...itu yg korup divisi apa ya? Apa harga satu steem power itu sangat mahal? Apa 1 Steem tidak sama dengan 1 Steem power? Do you have any ideas? I am just clueless.Nah itu dia tuh, biasanya sy posting dr esteem bg @ayijufridar. Tp krn sering hang dan lemot, maka sy posting dr web. Kan belum terbiasa lg. Gak teliti saya rupanya waktu mau posting yg terpilih itu bukan 50, 50. Tp power up. nyadarnya telat.
1 Steem jelas tidak sama dengan 1 SBD. Kan berdasarkan nilai pasar. Kalau dulu, hitungannya lebih mudah, sekarang saya juga bingung kenapa terlalu jauh nilai untuk Steem, padahal SDB-nya sedang naik.
Tapi untuk rewards yang kita cairkan di hari ketujuh, ada kawan memberikan rumus yang mendekati, meski tidak sama persis. Postingan yang dapat $10.43 x 0.80 : 2 = $4.172 ini untuk SBD saja, ya. Tapi untuk Steem jauh lebih rendah.
Saya lihat bagi kali begitu sudah benar tetapi masih keliru di komanya. Kata si Ani, apalah arti cinta bagi Kak Rhoma. Apalah arti angka di belakang koma. Hehehehe...
Wah ini suatu misi untuk memecahkan misteri ini bang @ayijufridar, kenapa steem power yg kita dapat jauuuh lebih rendah dr hitung2an yg semestinya. Eh, mungkin bg abunagaya tahu? beliau kan ahli soal steemit.
Angka di belakang koma klo nilainya 0.999 mayan juga hahaha
yang bilang musim dingin itu enak, belum pernah ngerasaan kesemutan jari tangan pas jalan. 😂😂
atau musim panas buat bersanti, belum ngerasain rasanya mau pingsan hanya mengunggu sesuatu di luar ruangan. 😂😂
hahahha...you can say that again, @ekavieka! Pas musim dingin, jari2 kebas/numb. Pas summer mo pengsan :D :D
Ayo Follow saya, Mari kita nge vote bersama, bersama kita opit 🤝
thanks
Bersyukur tinggal di Indonesia.
Gak kebayang klau tinggal di negri org, tp tetap aja penasaran ama yang namanya salju. Bukannya ingin tinggal selamanya dinegeri orang, tapi tepatnya penasaran dengan hal yang berbeda. Ya tepatnya hanya untuk liburan seperti yang mbak @horazwiwik katakan.😊😊😊
luar negeri itu enaknya emang buat liburan @indazu. Kalo untuk tinggal, ngga semua orang Indonesia cocok hehehe
maka dari itulah bersyukur itu penting banget...
yeah....that's rite!
Duh setuju. Kemarin Ichsan baru juga sekali ke luar negeri, dan masih juga di Asia Tenggara, udah langsung kerasa, seperti dalam sebuah pepatah: "Hujan batu di negeri sendiri jauh lebih nikmat ketimbang hujan emas di negeri orang". Pepatahnya gak sama persis sih kak, lupa.
Btw, kapan ada ke Inggris mungkin boleh ajak Ichsan. Hehe. Soalnya, pengen banget ke sana.
Wah, ayo mana oleh2 cerita jalan2 ke luar negerinya hehehe...
pepatahnya iya semacam itulah bunyinya, sama kayak rumput tetangga lebih hijau.
Kumpulin sbd Ichsan, nanti traveling ke UK sendiri hehehe.