TRANSFORMASI SOSIAL

in #life6 years ago

njyl0hpm8w.png
source image

Dalam sistem ekonomi Islam, wakaf belum banyak dieksplorasi semaksimal mungkin, padahal wakaf sangat potensial sebagai salah satu instrument untuk pemberdayaan ekonomi ummat Islam, karena itu wakaf yang sifatnya memberdayakan ummat merupakan suatu amal jariah yang pahalanya tidak pernah putus, walupun si wakif (orang yang mewakafkan hartanya) telah meninggal dunia. Dalam sejarah Islam, wakaf mengalami kemajuan pesat selama abad ke 9 M dan 10 M, kemajuan ini ditandai dengan berkembangnya jenis-jenis wakaf. Wakaf tidak hanya berperan dalam kebutuhan yang sifatnya kebutuhan keagamaan semata, tetapi juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dengan berbagai sarana dan kebutuhan pendidikan, membangun sarana publik seperti jalan, jembatan, rumah sakit dan madrasah sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah. Meskipun dalam sejarah Islam wakaf mengambil peran penting tetapi juga dalam pengelolannya tidak luput dari penyelewengan. Oleh karena itu perlu pengurusan (management) yang benar sehinggga wakaf benar-benar bisa memberikan hasil yang diharapkan.
Karena itulah wakaf diharapakan mampu memegang kendali sebagai “lahan produktif” dalam mendongkrak ekonomi Ummat Islam, khususnya di Indonesia apalagi dengan lahirnya undang-undang yang mengatur perwakafan di Indonesia yaitu UU No. 41 Tahun 2004 tentang Perwakafan. Oleh karena itu penulis akan memaparkan tentang Pengertian wakaf produktif, Dasar hukum wakaf produktif, Ketentuan wakaf menurut Islam, Wakaf di Negara-Negara Islam dan Wakaf produktif di Indonesia dalam tinjauan Hukum Nasional yang berlaku .

B. PEMBAHASAN

  1. Pengertian Wakaf Produktif
    Secara etimologi, wakaf berasal dari Bahasa Arab waqf yang berarti al-habs (الحبس). Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-’ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa’ah). Sedangkan dalam buku-buku fiqih, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf.
    Secara Terminologis, para ahli fiqih dalam tataran pengertian wakaf secara rinci masih berbeda pandangan dalam memaknai hakikat wakaf itu sendiri, baik dari aspek kontinuitas waktu (ikrar), zat yang diwakafkan, pola pemberdayaan dan pemanfaatan harta wakaf. Lebih lanjut dapat dilihat beberapa pendapat sebagian ulama’ dalam mendefinisikan wakaf sebagai berikut :
  1. Menurut Imam Abu Hanifah: Wakaf adalah: “menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.” .
  2. Menurut Imam Malik: wakaf adalah “tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya”..
  3. Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal: wakaf adalah “melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan”..
    Sedangkan dalam UU No. 41 disebutkan wakaf adalah Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
    Bertolak dari pengertian etimologis dan terminologis di atas, dapat dipahami bahwa wakaf adalah upaya menahan harta pribadi untuk digunakan oleh orang banyak (al-mashlahat al-’ammah) dengan mengharapkan ridho Allah Swt dan amal jariyah. Dengan maksud untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
    Sedangkan produktif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi mampu menghasilkan, mendatangkan mamfaat dan mampu menghasilkan terus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur-unsur baru. Jika kalimat ini disandangkan pada wakaf, maka memiliki pengertian sebagai upaya menahan harta pribadi untuk digunakan oleh orang banyak (al-mashlahat al-’ammah) dengan mengharapkan ridho Allah Swt dengan maksud untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam dan harta tersebut mampu menghasilkan hasil dan mamfaat.
    1.2. Dasar-Dasar Pambahagian Metode Tafsir dan Corak Ragamnya
    Seiring dengan putaran waktu, ilmu tafsir terus berkembang, dan kitab-kitab atau buku yang berkenaan dengannya terus bertambah dalam beraneka corak ragamnya masing-masing sesuai dengan perkmbangan masanya sendiri.
    Para ulama tafsir belakangan kemudian memilah kitab-kitab itu berdasarkan metode penulisannya kedalam empat bentuk tafsir, yaitu: metode tahlili, ijmali, muqarin dan mawdhu’i. 5
    Selanjutnya dalam memberikan pengertian metode tahlili yang termasuk dalam salah satu dari empat pembahagian bentuk tafsir, sekelompok tim penulis Prof. Dr.M. Qiraish Shihab dan kawan-kawannya menjelaskan dalam buku nya Sejarah dan Ulumul Qur’an bahwa: Tafsir metode tahlili adalah tafsir yang menyoriti ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung didalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam al-Qur’an Mushaf ‘utsmani. 6
    Melihat dari definisi tafsir tahlili diatas dapat dipahamii bahwa: seorang pentafsir yang menempuh jalan ini diharuskan mampu memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkait dan terkandung dalam sebuah ayat yang di tafsirknya.
    Maka dari bentuk tinjauan dan kandungan informasi yang terdapat dalam tafsir tahlili yang jumlahnya sangat banyak, dapat dikemukakan ada tujuh metode tafsir yang terkandung didalam tafsir tahlili, salah satu diantaranya adalah: Al-tafsir bi al-Ma’tsur, (yang dikaji dalam makalah ini), sedangkan yang lainnya yaitu: Al tafsir bi al-ra’yu, Al tafsir al-faqih, Al tafsir al-sufhi, Al tafsir al-falsafi, Al tafsir al-‘ilmi dan Al tafsir al-ijmali.
    1.3. Pengertian Tafsir Bi-Al Ma’tsur
    Pada dasarnya Al-Tafsir bil al-ma’tsur adalah terdiri dari dua gabungan kata ( al-tafsir dan al-ma’tsur ) yang bila dipisahkan mengandung makna masing-masing yang berbeda.
    1.3.1. Defenisi al-Tafsir
    Alimin Mesra menulis dalam bukunya Ulumul Qur’an, Secara etimologi kata tafsir adalah bentuk taf’il dari kata fassara yang artinya menerangkan, membuka, dan menjelaskan (al-bayan). 7
    Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Selebihnya DR. Rosihon Anawar menjelaskan, menurut Al-Jurjani kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kaysf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. 8
    Alimin Mesra menuliskan pandangan Jalaluddin Assayuthi yang menjelaskan, pengertian at-tafsir dari sisi terminology, adalah: Ilmu mengenai tentang turunnya ayat-ayat dan hal ihwalnya, cerita –cerita dan sebab turunnya, makkiyah dan madaniyah, muhkam dan mutasyabihat, nasikh dan mansukhnya, khusus dan ummnya, mutlak dan muqayyadnya, mujmal dan mufassarnya, haram dan halalnya, janji dan ancamannya, perintah dan larangannya, dan megnenai ungkapan dan perumpamaan-perumpamaannya. 9
    Lebih dari itu Alimin mesra juga memandanga bahwa At-tafsir dan ta’wil adalah kata yang lazim digunakan untuk menggambarkan proses atau cara memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
    1.3.2. Defenisi al-Ma’tsur
    Pengertian Al-ma’tsur adalah berasal dari kata atsar yang berarti bekas, yakni segala sesuatu yang ditinggal oleh generasi sebelumnya. 10
    Kata al-ma’tsur adalah isim maf’ul (obyek) dari kata atsara ya’tsiru atau yuastiru atsran wa-atsaratan yang secara etimlogi berarti menyebutkan atau naqal (mengutip), memuliakan atau akrama (menghormati). al-atsara juga berarti sunnah, hadits, jejak, bekas, pengaruh dan kesan, dimana Pada hakikatnya mengacu pada makna yang sama yaitu: mengikuti atau mengalihkan sesuatu yang ada pada orang lain atau masa lalu. 11
    1.3.3. Defenisi al-Tafsir bil al-Ma’tsur
    Sejalan dengan pengertian harfiah tafsir bil al-ma’tsur yang dikenal juga dengan tasir bi al-riwayah, tafsir bi al-manqul, adalah: penafsiran yang dilakukan dengan cara menafsirkan al-Qur’an dengan petunjuk al-qur’an itu sendiri, menafsirkan ayat al-qur’an dengan al-sunnah al-mubayyinah, dan atau menafsirkan al-Qur’an dengan kalam (pendapat) Sahabat, bahkan Tabi’in menurut sebahagian Ulama. 12
    Dalam buku Ilmu Tafsir (DR. Rosihan Anwar), Al-farmawi menjelaskan, tafsir bi al-ma’tsur (disebut pula bi ar-riwayah dan an-naql) adalah penafsiran al-Qur’an yang mendasarkan pada penjelasan al-Qur’an itu sendiri, penjelasan Nabi, penjelasan para Sahabat melalui ijtihatnya, dan pendapat (aqwal) tabi’in.
    Dengan demikian dari pemahaman sejumlah literatur diatas yang menjelaskan pengerian tafsir bi al-ma’tsur, dapat disimpulkan bhawa al-tafsir bil al-ma’tsur adalah penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dengan mempergunakan a) ayat-ayat Al-Qur’an, b) riwayat yang berasal dari Rasulillah Saw, c) riwayat dari sahabat, atau d) riwayat dari para tabi’in menurut sebahagian Ulama.
  1. Bentuk-Bentuk Tafsir Bi Al-Ma’tsur
    Perkembangan metode tafsir ini dapat dibagi menjadi dua priode, yaitu priode lisan ketika penafsira dari nabi SAW dan para sahabat disebarluaskan secara periwayatan. Dan priode tulisan ketik riwayat-riwayat yang sebelunya tersebar secara lisan itu mulai dibukukan.13
    Dalam pertumbuhannya, tafsir bil al-ma’tsur menempuh tiga priode: priode pertama yaitu masa Nabi, sahabat dan permulaan masa tabi’in ketika tafsir belum ditulis, pada priode ini, periwayatan tafsir secara umum dilakukan dengan lisan ( musyafahah ). Priode kedua dimulai dengan masa mengodifikasikan hadits secara resmi, yakni pada pemerintahan Umar Abd Al-‘Aziz ( 95-110.H. ), tafsir bi al-ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab hadits, dan pada priode ketiga dimulai dengan penulisan kitab tafsir bi al-ma’tsur dan berdiri sendiri.14
    Jadi dapat kita pahami bahwa, tafsir bi al-ma’tsur tumbuh dan berkembang dalam dua bentuk tahapannya: yang pertama adalah tahapan periwayatan (lisan), dan yang kedua adalah tahapan dalam bentuk pen-tadwinan (pembukuan).
    2.1.Tafsir bi al-ma’tsur dalam bentuk periwayatan (lisan).
    Pada tahap pertama, (tafsir bi al-ma’tsur dalam bentuk periwayatan), maksud atau tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw.
    Rasulullah sendiri sebagai penerima wahyu menjelaskan maksud al-Qur’an kepada para sahabat yang kemudian menyebarkannya kepada para sahabat lain yang tidak hadir mengikuti majlis Nabi Saw. 15
    Jadi situasi yang demikian rupa terus berlangsung dan berkelanjutan dikalangan para sahabat, yakni penafsiran dalam bentuk periawayatan dari mulut kemulut (syafahiy) sampai pada masa para tabi’in yang kemudiannya berkembang dalam bentuk tadwin (tulisan).
    2.2.Tafsir bi al-ma’tsur dalam bentuk pen-tadwinan (pembukuan)
    Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa pada masa tabi’in Tafsir bi al-ma’tsur mulai berkembang dalam bentuk pentadwinan (pembukuan), yakni pengumpulan terhadap riwayat-riwayat yang berkenaan dengan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an.
    Hanya saja masih menyatu dengan yang lain, sampai pada periode ini tafsir belum mempunyai bentuk yang spesifik. Jadi konkritnya, tafsir dalam tahap ini riwayat-riwayat mengenai al-Qur’an yang dikumpulkan dalam satu bab tersendiri. 16
    Dalam dua masa tersebut (masa sahabat dan tabi’in), banyak melahirkan tokoh-tokoh tafsir dari kalangan sahabat dan tabi’in itu sendiri. Tokoh tafsir dari kalangan sahabat dapat disebutkan seperti: Abdullah ibn Abbas, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Abu Bakar, Aisyah binti Abu Bakar, Zaid ibn Tsabit dan lain-lain. Sedangkan tokoh tafsir dari tabi’in dapat disebutkan seperti: Mujahid, Atha ibn Rabah, Ikrimah, Sa’id ibn Jubir, Zaid bin Aslam, Qatadah, Hasan AL-Bashri dan lain-lain.
    Seiring dengan maraknya kemajuan ilmu pada akhir Bani Umayyah dan awal periode Bani Abbasiyah, tafsir lahir dan berkembang menjad ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari hadits. Sejak saat ini kajian tafsir yang membahas seluruh ayat al-Qur’an, ditulis dan disusun sisuai dengan susunan yang terdapat di dalam al- mushaf. 17
    Maka dimasa khalifah Abbasiah inilah usaha penulisan kitab-kitab tafsir terwujud dan berkembang dikalangan tokoh-tokoh cendikiawan islam seperti kitab at-Tafsir ibn Katsir (Ibnu Katsir), kitab atiTafsir Aththabari (at-Thabari).
    Lebih dari itu Rosihan Anwar merincikan, diantara kitab-kitab yang dipandang menempuh corak tafsir bi al-ma’tsur adalah sebagai bsrikut:
    a. Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’annya Ibn Jaris Ath-Thabari (w. 310/923).
    b Anwar At-Tanzil karya Al-Baidhawi (w. 774/1286).
    c. Ad-Dur Al-Mansur fi At-Tafsir bi al-Ma’tsur karya Jalal Ad-Din As-Saythi (w.911/1505).
    d. Tanwi Al-Miqbas fi At-Tafsiar Ibnu Abbas karya Fairud Zabadi (w.817/1414)
    e. Tafsir Al-Qur.an al-azhim karya Ibnu Katsir (w.774/1373)
  2. Sumber-Smber Tafsir Bi Al-Ma’tsur Dan Urutan Penggunaannya
    Yang dimaksud dengan sumber tafsir di sini adalah referensi-referensi yang dijadikan sebagai rujukan oleh seorang pentafsir dalam menafsirka ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini agar dalam meksd dan isi kandungan al-Qur’an tidak ada kekeliruan, atau asal menafsirkan tanpa landasan rujukan referensi-referensi yang jelas.
    Empat sumber tafsir bi al-ma’tsur
    Sebagaimana defenisi tafsir bi al-ma’tsur diatas, yakni dengan memperhatikan batasan wilayah cakupannya. Maka: Bila merujuk defenisi tafsir bi al-ma’tsur daiatas, ada empata otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.18 Yaitu:
    a. Al-Qur’an. Sebagai pemahannya bahwa, jika kita hendak mengetahui makna atau maksud dari suatu ayat al-Qur’an, maka langkah yang pertama sekali yang harus kita tempuh adalah mencari makna yang telah di jelaskan oleh al-Qur’an itu sendiri. Sebagai contoh dalam surat Al-Maidah ayat 1.
    Jadi ayat diatas bercerita tentang binatang ternak yang halal, tanpa pambatas kehalalannya. dijelaskan oleh ayat lain yang artinya Diharamkan begimu (memakan) bangkai,darah dan daging babi…(QS. Al-Ma’idah: 3). Dan banyak ontoh-contoh ayat lain-nya.
    b. As-Sunnah (al-Hadits). Karena tidak semua nash al-Qur’an dijelaskan oleh al-Qura’n, maka keberadaan as-Sunnah menjadi sangat penting untuk menjelaskan tujua-tujuan atau maksud yang dikehendaki oleh al-Qur’an.
    Sebagai contoh: Para sahabat tidak memahami betul makna kata-kata “asy-syirk” dalam rangkaian ayat berikut yang artinya Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adaukkan iaman mereka dengan kedhaliman.
    Para sahabat bertanya, siapakah diantara kami yang tidak pernah melakukan kedhaliman ya Rasulullah? Lalu Rasulullah menjawab bahwa kaedhaliman tersebut maksudnya adalah kemusyrikan, dan membaca ayat yang artinya dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya disaat mmberikan pelajaran kepada anaknya itu, “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedhaliman yang sangat besar. (QS, Luqman: 13)
    c. Penjelasan Sahabat. Sebagaimana kita ketahui, para sahabat adalah satu-satunya otoritas yang sangat dekat dengan Rasulullah, dan selalu bergaul dengannya. Karena itu, otoritas penjelasan sahabat tentang maksud dan arti al-Qur’an, dipandang sebagai pernyataan yang di dasari pengetahuannya dari Rasulullah.19
    Hal ini kita ketahui sesuai dengan penjelasan Alimin Mesra sebagai berikut: Kredibelitas para Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an didasarkan pada kenyataan bahwa mereka menerima penjelasan al-Qur’an langsung dari Rasulullah.
    d. Penjelasan para Tabi’in. Para tabi’in adalah kelompok orang yang bertemu langsung dengan para sahabat, dan berguru atau memperleh ilmu pengetauan tentang al-Qur’an dara shabat. Karena itu, penjelasan tabi’in di anggap juga sebagai salah satu referensi sumber tafsir bi al-ma’tsur.
    Tatapi kendatipun demikian, sebahagian Ulama mufassir lainnyaberpendapat bahwa aqwal (pendapat) orang tabi’in di golongkan kedalam tafsir bi al-ra’yi, jadi ia tidak dapat dijadikan sebagai salah satu daftar referensi rujukan tafsir bi al-ma’tsur.
  3. Thabaqah Masing-Masing Sumber Tafsir Bi Al-Ma’tsur
    3.2 Al- Qur’an, Bagi para Ulama penafsiran ini (al-Qur’an dengan al-Qur’an) menduduki posisi yang paling utama , atau model penafsiran yang terbaik. 20
    Para Ulama mengemukakan illah (alasan) nya, karena yang paling mengerti dan mengetahui makna ayat-ayat al-Qur’an adalah penuturnya sendiri yakni al-Qur’an itu sendiri. Jadi, al-Quran merupakan sumber terbaik dan paling sahih untuk menafsirkan al-Qur’an. 21
    3.3 As-Sunnah. Karena tidak semua nash al-Qur’an dijelaskan oleh al-Qur’an, maka keberadaan as-Sunah sangat penting sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an. 22 Sebagai rujukan referensi tafsir bi al-ma’tsur
    3.4 Penjelasan Sahabat. Sealin al-Qur’an dan as-Sunnah pandangan para sahabat juga berfungsi sebagai rujukan reperensi tafsir bi al-ma’tsur yang berada pada urutan yang ketiga setelah as-Sunnah.
    3.5 Pendapat Tabi’in. Aqwal (pendapat) para tabi’in sejalan dengan sebahagian pandapat Ulama, maka ia termsuk rujukan referensi sumbertasir bi al-ma’tsur yang berada pada urutan menyusul aqwal ata penjelasan para sahabat
  4. Biografi Singkat Tentang Ibnu Katsir, At-Thabari Dan Tafsirnya
    4.1. Riwayat singkat kehidupan Ibnu Katsir
    Nama kecil Ibnu katsir adalah Isma’il, sedangkan nama lengkapnya adalah ‘Imad ad-Din Abu al-Hafida’ Isma’il ibn ‘Amr ibn Katsir ibn Zara’ al-Bushra al-Dimasyqi. Beliau lahir didesa Majdal dalam wialyah Bushra (Bushrah) tahun700 H/ 1301 M.23
    Ibnu katsir adalah sosok cendikiawan yang berasal dari keluarga terhormat, ketika Ia masih kecil Ayahnya juga dikenal sebagai seorang Ulama besar yang terkemuka di masanya. Ayahnya memiliki naa lengkap: Syihab ad-Din Abu Hafsh Amr Ibnu katsir ibn Dhaw’ ibn Zara’ al-Quraisyi.
    Seakalipun Ibnu Katsir dilahirkan di sebuan Desa Mijdal (al-Bushrah), tetapi semenjak usia kanaknya setelah Ayahnya wafat Ia telah ikut bersama Kakaknya (Kamal al-Din Abd al-Wahhab) ke Damaskus. Dikota inilh Ia tumbuh dan menetap sampai akhir hayatnya.
    Karena kemaherannya dalam bidang khazana ilmu keislamannya, oleh para Ahli (Ulama) yang hidup dimasanya pernah memberikan bebepa gelar keilmuan kepada Ibnu Katsir seperti: al-Mifassir (ahli tafsir), al-Hafidh (penghafal yang baik), al- Muhaddisin (ahli hadits) al-faqih (ahli Hkum Islam).
    4.2. Kemasyhuran Kitab Tafsir Ibnu Katsir
    Pada Umumnya para Ulama yang meneliti dan menulis tentang Ulumul qur’an sering memberikan sebutan terhadab Kitab Tafsir kariyanya Ibnu Katsir dengan nama “ Tafsir al-Quran al-‘Azhim”. Namun demikian ia lebih popular dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir.24
    Para Ulama-Ulam yang semasa dengannya atau yang hidup kemudiannya memberikan perhatian besar terhadab karya tilis Ibnu katsir ini, dapat dibuktikan dengan banyaknya tulisan “Ikhtisar-Ikhtisar” (ringkasan dari hasil penelitian terhadap kitab Tafsir Ibnu Katsir), seperti kariya Ahmad Muhammad Syakir (‘Umdah at-Tafsir an al-Hafizh Ibnu Katsir ) sebanyak enam jilid, dan kariya, Muhammad Ali as-Shabuni (Mukhtasar Ibnu Katsir) sebanyak tiga jilid.
    4.3 Karakteistik singkat tafsir Ibnu Katsir
    Sebahagian dari tanda dan karakter tafsir Ibnu Katsir, sebagaimana umumnya kitab-kita klasik atau kitab kuning yang kaya terhadap banyak kandunga ulasan meteri, Kitab Tafsir Ibnu Katsir termasuk kitab yang kaya materi, didalamnya bukan hanya memuat materi tafsir saja, namun dapat dikatakan berisi beberapa cabang keislaman lain seperti Hadits, Fiqh, sejarah (kisah) ilmu qiraah dan lain-lain. Bahkan, karena tafsir ma’tsur, maka hadits yang disampaikan dilengkapi dengan ilmu seluk beluk atau perangkat kelmuan yang berkaitan dengan hadits. Seperti Rijalul Hadits dan lain-lain.25
    4.4. Riwayat singkat kehidupan Imam At-Thabari
    Beliau adalah Imam dan seorang Ahli Tafsir, Sejarawan yang bernama Abu jakfar Muhammad bin Jarir al-Thabari. Beliau dilahirkan di Negeri Amil pada tahun 225 H.26
    Imam al-Thabari sering berpergian kebannyak daerah dan tempat-tepat demi memperoleh ilmu pengetahuan, kerena itu beliau pernah berkunjung ke Basrah dan berguru padaMuhammad bin Mua’lla, ke Kuffah berguru pada Hana’a bin al-Syari, ke daerah Ray berguru pada Muhammad bin Hamid al-Razi, kenegeri Syam belajar qiraat syam dengan al-Abbas al-walid al-Bairuni. Dan daerah-daerah lain.
    Selanjutnya Imam mengajar di Baghdad sampai meninggal dunia pada hari Ahad Akhir Syawal dua hari sebelum Zulqa’adah pada tahun 310 H.
    4.5. pandangan Ulama terhadap Imam al-Thabari
    Para ulam banyak membicarakan tentang kepiawakan Imam dari banyak sisi, Al-Khatib berkata: “Ibn al-Jarir al-Thabari adalah salah satu Imam dan pemimpin ummat. Beliau adalah seorang yang hafidh (hafal) Al-Qur’an, mengetahui makna ayat-ayat-nya serta paham dan mengenal hukum-hukum Al-Qur’an. 27
    Imam al-Thabari banyak menulis kitab-kitab, diantaranya: Kitab al-Tafsir, Kitab al-Tarikh, Kitab Ikhtilaf al-fuqaha, Tafshi al-Tsabit dan lain-lain. Diantara kitab yang dicetak adalah Tafsir dan Tarikh, dan juga kitab-kitab lainnya.
    C. PENUTUP
    Dari semua uraian makalah ini dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: pertama, Karena kebergaman pola penafsiran yang berkembang, perlu kiranya mengenal bentuk tafsir yang lebih sedikit kemungkinan tersalahnya.. Kedua, tafsir bi Al-ma’tsur adalah salah satu model tafsir yang aman dari keterslahan dalam menjelasakan makna dan maksud al-Qur’an, ini karena rujukannya adalah al-Qur’an itu sendiri, hadits, perkataan sahabat dan qaul tabi’in. dan yang ketiga, menurut jumhur Ulama tafsir, metode tafsir bi al-Ma’tsur berada pada martabat (tingkat) yang tertinggi dari semua metode tafsir lainnya.
Sort:  

Congratulations @yusfriadi: this post has been upvoted by @minnowhelpme!!
This is a free upvote bot, part of the project called @steemrepo , made for you by the witness @yanosh01.
Thanks for being here!!

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by yusfriadi from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.