Siang itu, cuaca di Kecamatan Mutiara timur, Kabupaten Pidie, didominasi oleh mendung, namun sesekali matahari bersinar melewati awan-awan kelabu yang terus mengintari sebagian Aceh, Kamis (11/2) lalu. Saya terus mengendarai sepeda motornya menuju Gampong Meunasah Dayah, bersama seorang sahabat, setelah bertanya-tanya dengan sejumlah warga disana, sampailah disebuah rumah adat Aceh yang masih tergolong sangat bagus. Meskipun rumah tersebut sudah dimodifikasi sebagian bawahnya dengan beton sehingga membentuk ruangan-ruangan baru, pada dasarnya rumah tersebut merupakan rumah Aceh yang khas dengan bilik-biliknya.
That afternoon, the weather in East Mutiara Sub-district, Pidie District, was dominated by cloudy, but occasionally the sun shone through the gray clouds that continued to sway across Aceh, on Thursday, February 11, 2015. I continued to ride his motorbike to Gampong Meunasah Dayah, , after wondering with a number of residents there, came disebuah Aceh traditional house which is still very good. Although the house has been modified partly underneath with concrete to form new rooms, basically the house is a typical Aceh house with its chambers.
Lantai bawahnya sudah tersemen rapi, pagarnya terbuat dari kawat beronjong biasa, tapi halamannya yang luas masih sangat indah untuk dipandang. Terlihat dua wanita muda dan dewasa berada dibawahnya, kami disambut dengan baik saat tiba didepan rumah.
Perempuan dewasa itu duduk diatas sebuah tempat tidur bekas yang dijadikan tempat tongkrongan bagi mereka, disampingnya tersusun banyak penutup kepala yang sering digunakan kaum pria untuk melaksanakan ibadah shalat dan sering juga dipakai untuk aktifitas sehari-hari. Di Indonesia penutup kepala tersebut dinamai Kupiah Riman, kupiah yang hanya ada di Indonesia dan tentunya hanya dibuat di Gampong Meunasah Dayah, Kemukiman Adan, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh. Kini, Kupiah riman telah menjadi warisan budaya Indonesia sejak disahkan oleh Menteri Pendidikan Indonesia, 2015 silam.
The lower floors have been neatly cemented, the fences made of ordinary wire, but the vast courtyard is still very beautiful to look at. Seen two young and adult women under it, we were greeted well upon arrival in front of the house.
The adult woman sits on a secondhand bed that is used as a tongkrongan place for them, besides being arranged many head cover which is often used by men to perform prayer worship and often also used for everyday activities. In Indonesia, the head cover is called Kiman Riman, the only rupiah in Indonesia and certainly only made in Gampong Meunasah Dayah, Adan Settlement, East Mutiara Subdistrict, Pidie District, Aceh. Now, Kiman Riman has become Indonesia's cultural heritage since it was approved by the Minister of Education of Indonesia, 2015 ago.
Kepada saya, wanita tersebut mengaku bernama Maryani, berumur 45 tahun, dia adalah pemimpin di kelompok kerajinan Riman Beutari. Dia mengaku telah menjalankan aktifitas kerajinan tangannya sejak duduk di sekolah menengah pertama, sekarang dia telah memiliki 30 orang pekerja yang membantunya memproduksi Kupiah Riman, katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa, kerajinan tangan membuat kupiah tradisional Aceh tersebut telah ada turun temurun di Gampongnya, bahkan dia mengatakan disekitar dia tinggal sekarang, anak-anak Sekolah Dasar sudah bisa membuat Kupiah Riman.
“Kupiah riman, sudah ada sejak masa kesultanan Aceh, yang dipakai oleh laki-laki Aceh dari kaum bangsawan dan masyarakat biasa, berbeda dengan Kupiah Meukutob yang hanya dipakai oleh raja dan ulama saat itu,” Ceritanya.
To me, the woman claimed to be Maryani, 45 years old, she is the leader in Riman Beutari craft group. He claimed to have run his handicraft activities since he was in junior high school, now he has 30 workers who help him produce Riman, he said.
He also explained that the handicrafts make the traditional Acehnese heritage has been hereditary, even she said that around her live now, elementary school children can make Riman.
"Kiman riman, has existed since the time of the sultanate of Aceh, which is used by Acehnese men of the nobility and ordinary people, in contrast to the Meukutob Means only used by kings and clerics at the time," the story.
Maryani mengatakan, dirinya mampu membuat satu kupiah riman selama 3 hari, biasanya dia memproduksinya untuk kebutuhan toko-toko souvenir di ibukota. Dalam sebulan, dia mengirimkan barangnya sebanyak dua kali sebanyak 50-70 Kupiah Riman. Adapun harganya juga bervariasi, mulai dari Rp. 150 ribu – Rp. 500 ribu per kupiah, sehingga dia mengaku mendapatkan omset penjualan mencapai Rp. 15 juta setiap kali pengiriman barang.
“Saya biasanya menjualnya ke Banda Aceh pak, ke toko-toko souvenir langganan saya, saya kirimnya dalam sebulan dua kali, sekali pengiriman 50 sampai 70 kupiah, kalau harganya bervariasi pak, bisa Rp. 150 ribu sampai Rp. 500 ribu, tergantung tingkat kesulitan membuatnya,” Jelas wanita lulusan SMA 1 Negeri Bereunuen tersebut.
Maryani said that she was able to make one kadar riman for 3 days, usually he produce it for souvenir shops in the capital. Within a month, he sends his goods twice as much as 50-70 Riman Rupiah. The price also varies, ranging from Rp. 150,000 - Rp. 500.000 per kupiah, so he claimed to get sales turnover reached Rp. 15 million each time delivery of goods.
"I usually sell it to Banda Aceh pack, to my souvenir shops subscription, I send it in a month twice, once the delivery of 50 to 70 rupiah, if the price varies pack, can Rp. 150,000 to Rp. 500,000, depending on the level of difficulty to make it, "explained the woman graduated from SMA Negeri 1 Bereunuen.
Untuk pembuatannya sendiri, kupiah Riman terbuat dari serat pelepak Aren yang membutuhkan waktu lama untuk menjadi seperti benang kemudian baru disulam. Kupiah riman sendiri harus dibuat menggunakan tangan, jadi tidak bisa menggunakan mesin meskipun teknologi sekarang semakin canggih. Dewasa ini, Maryani, tidak lagi produktif membuat kupiah, seiring aktifitasnya yang melambat dan umurnya yang menjelang lanjut, pandangan matanya juga sudah terbatas, sehingga dia lebih banyak menerima hasil sulaman dari anggota kelompoknya yang sudah terdidik dengan baik. mengenai harganya, kupiah riman tergantung sulamannya, apakah halus dan kasar, motif kupiah juga menentukan nilai jualnya.
“Biasanya yang sedikit mahal itu yang pesanan pak, karena biasanya yang pesanan ada yang menetukan motifnya, apalagi motif Pinto Aceh, tingkat kerumitannya berbeda. Selain itu, sulaman halus dan kasar juga menetukan harga dalam penjualan Kupiah Riman,” Pungkasnya.
For its own manufacture, kiman riman is made from the sticking fiber of Aren which takes a long time to become like thread then newly embroidered. Kiman riman itself must be made by hand, so can not use the machine even though technology is now more sophisticated. Today, Maryani, no longer productive in making the rupiah, as her activity slows down and her age is too limited, her eyes have also been limited, so she is more receptive to the embroidery of her well-educated group members. about the price, the rupiah depends on embroidery embroidery, whether smooth and rough, the motive of the rupiah also determine the selling point.
"Usually a little expensive that the order pack, because usually the order is a decisive motive, especially Pinto Aceh motif, the level of different complexity. In addition, fine and rough embroidery also determines the price in the sale of Riman Dollar, "he concluded.
Adapun kendala yang dialami kelompoknya, dia megaku kewalahan dengan jumlah yang diproduksi dengan jumlah permintaan pasaran, sehingga banyak souvenir yang tidak merata terbagi. Selain itu, meskipun kupiah riman sudah masuk dalam warian budaya Indonesia, dia mengaku banyak kelompok kerajinan kupiah di Gampongnya yang tidak diakui oleh Pemerintah, sehingga mereka sulit mengembangkan usahanya.
“Kami sudah banyak mengirimkan proposal ke Dinas Perindustrian Pidie, tapi tidak pernah di gubris, makanya sekarang kami mendingan mandiri sendiri. Padahal dengan permintaan banyak, tapi tenaga terampil yang kurang menjadi kendala besar untuk pengembangan industri kami. Jadi penghargaan warisan budaya tersebut sama sekali tidak berefek pada kami dari pemerintah,” Terangnya.
Pun demikian, Maryani, berharap Pemerintah Kabupaten Pidie, serius dalam mengembangkan industri kupiah riman, baik dari segi pengembangan sumber daya manusianya dan pengembangan industrinya. Jika sudah banyak pengarajinnya nanti setelah di didik, bagusnya lagi Pemerintah Pidie, membantu mendongkrak penjualan, baik skala lokal dan nasional, bila diperlukan bisa mengekspor keluar negeri, harapnya sambil tersenyum sembari menyulam kupiah yang belum siap jadi ditangannya.
As for the constraints experienced by his group, he megaku overwhelmed with the amount produced by the amount of demand for the market, so many souvenirs are not evenly divided. In addition, despite the fact that the Indonesian Rupiah has been included in Indonesian culture, he admitted that many of the craft groups in Gampong are not recognized by the Government, so they are difficult to develop their business.
"We've sent many proposals to the Pidie Industry Office, but never in gubris, so now we are better off alone. Whereas with a lot of demand, but less skilled workers become a major obstacle to the development of our industry. So the award of the cultural heritage has absolutely no effect on us from the government, "he explained.
Even so, Maryani, hopes Pidie District Government, is serious in developing the Indonesian Rupiah industry, both in terms of human resource development and the development of its industry. If there are many pengarajinnya later after the students, good government Pidie, help boost sales, both local and national scale, if necessary can export abroad, please smiling while embroidering a hat Pidie not ready to be in his hands.
Do not forget to visit my blog at: http://www.zianmustaqin.com/
My Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCZLu2J4XjeJq71h7Rlbb00w?view_as=subscriber
Pidie punya cerita, mantap
Tulisan yang bagus. Semoga Pemerintah Pidie mampu untuk mendongkrak semangat usaha serta mempublisnya ke manca negara.
Saleum Bg @zianmustaqin