Hari ini sengaja datang lebih awal ke masjid Baiturahman, sambil menikmati sore di halaman dan berteduh di bawah payungnya. Matahari masih menampakan cahaya indah ketika menurun di ujung barat pulau sumatera. Kali ini sedikit berkurang garangnya, karena ada sedikit kabut menghalangi, namun masih saja tidak mengurangi kekaguman kepada pendaran yang membias di kaki langit ujung kota.
Suasana itu memancing imajinasi untuk merogoh saku celana, mengambil celuler android, langsung saja memanfaatkan fasilitas kameranya. Dan ibu jari seperti tidak mau berhenti menekan tombol kamera, terkesan terburu-buru menggunakan kesempatan, mengambilnya dari berbagai sudut agar terekam seperti yang diinginkan, berharap hasil yang artistik dan indah.
Ternyata bukan saya saja yang ingin memanfaatkan momentum itu, nyaris semua pengunjung seperti berlomba-lomba mengabadikannya dengan segala fasilitas yang mereka miliki. Seperti HP Android dari berbagai merek, begitu juga kamera foto profesional bermacam jenis. Sekilas teramati di halaman masjid raya seperti “fotografi berjamaah” atawa “fotografer massal” hehe. Tidak mudah memang, mencuri moment. Orang-orang berseleweran dan berselfi ria adalah salah satu gangguan alami. Ya harus bersabar.
Sudah banyak yang tahu sejarah panjang pembangunan Mesjid Raya Baiturrahman seperti saya kutip dari berbagai sumber.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda menyatakan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873.
Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira. Peperangan ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, dan Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler. Jenderal besar Belanda tewas ditembak oleh seorang pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian dibangun sebuah monumen kecil di bawah Pohon geulumpang yang berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman. sebagai bukti sejarah. Namun sekarang entah kemana? Atau di bawah payung mana tersimpan?
Tapi ya sudahlah, walau masih terasa miris pada pemugaran halaman masjid kebanggaan bangsa Aceh, ada bagian sejarah yang terhapuskan, bagaimana atawa apa kita lakukan, agar anak cucu tidak merasa tertipu, ketika bertanya di mana bukti sejarah itu, dan kita tergagap dan bingung menjelaskannya.
Matahari semakin menurun, lalu hilang di balik masjid dan bangunan ruko kota. Muadzin sudah kumandangankan azan. Dan android saya juga telah memberi tanda batre melemah. Lalu orang-orang bergegas ke tempat wudhuk yang berada di bawah lantai halaman mesjid. Perlahan halaman mulai sepi, hampir semua orang sudah berada di dalam mesjid melkasanakan shalat maghrib berjamaah, hanya beberapa orang wanita yang sedang tidak "boleh" beribadah shalat.
Harus saya akui, masih tersimpan kebanggaan kepada masjid Raya Baiturahman. Insya Allah semakin makmur dan sejahtera rakyatnya di Negeri Serambi Mekkah Berpayung Madinah.
Banda Aceh, 12 Februari 2018
Zulfikar Kirbi | @zulfikark-kirbi
mantap man (Y)
Terimakasih atas atensinya salam ya
sama sama man (Y)
Aku pikir, pohon Geulumpang protes ketika ditebang. Ia kan saksi. Setelah sekian lama kesaksiannya ....
Entahalah kak @idafitri0825 antara pemantapan religius atau prestise para penguasa dengan mengabaikan tanggung jawab sejarah ke depan. Entahlah. Homhai. Hekdeh hehe
Payungnya aja Madinah bang,, hati orang Aceh malah banyak yang nggak ke Madinah, tapi Barat,,,,, kayak awak,,, hahaha
Ssst kembali kepada diri. Apakah hati masih bertarung untuk menetapkan Keyakinan?
hehehe,,,,, siap bang