Senin, 6 Februari 2018
Saya termasuk orang yang, terkadang, tidak suka menunggu. Misalnya, duduk berlama-lama di warung kopi sambil menunggu pelayan yang tidak peduli akan kehadiran saya, atau mengantri di restoran makanan cepat saji—melakukan hal-hal demikian sangat membosankan.
Jika saya akan berhadapan dengan kondisi seperti itu, biasanya saya akan membawa ‘obat’nya: menutup telinga saya dengan earphone dan memutar lagu-lagu Linkin Park, Eminem, Kendrick Lamar, dan 2000 lagu lainnya di android saya, membaca buku, atau sekedar berseluncur di media sosial ketika saya mendapatkan wi-fi gratis.
Malam ini, saya harus berhadapan dengan hal yang membosankan itu lagi—menunggu. Nampaknya kawat gigi yang mengikat gigi-gigi adek saya rindu dengan dokter gigi yang memasang mereka di gigi-gigi adek saya. Saya membawa adek saya ke ‘dua-buah-ruko-bertingkat-berwarna-hijau-yang-digabung-menjadi-satu’: klinik dokter gigi, berlokasi di kawasan Keutapang, Aceh Besar, tempat adek saya biasanya ‘mengontrol gigi-giginya’.
Sampai sekarang saya masih bingung mengapa klinik ini menempatkan ruang Unit Gawat Darurat (UGD) di samping tempat administrasi dan langsung berhubungan dengan udara jalanan di luar ruko. Bahkan, ruang UGD hanya sebatas tempat tidur pasien, beberapa peralatan medis, dan pintu masuk ke ruang UGD hanya selembar gorden. Saya bersyukur ruang dokter gigi untuk adek saya tidak demikian.
Hal yang paling membosankan itu akhirnya tiba: duduk di sebuah sofa panjang-bersandarkan-dinding hingga mendengar nama adek saya dipanggil masuk ke ruang dokter oleh perawat. Beruntung, buku Jared Diamond yang saya bawa dapat membius rasa bosan kira-kira satu jam sampai adek saya benar-benar dipanggil. Kalau tidak, saya hanya dapat bertahan disana 15 menit saja.
Adek saya mengajak saya ikut masuk ke dalam, menyaksikan bagaimana dokter itu merapikan kembali kawat gigi-gigi adek saya. Ternyata, membaca kisah tentang kehidupan di Montana, Amerika Serikat—buku Jared Diamond yang saya bawa—lebih menarik daripada menyaksikan mulut adek saya ‘dimasuki’ peralatan dokter gigi yang saya tidak tahu untuk apa gunanya. Saya menemani adek saya di dalam dan terus membaca.
Sekitar 20 menit kemudian, dokter gigi selesai mengerjakan gigi-gigi adek saya. Bagus, saya bisa keluar dari sini.
....
Perut saya lapar—saliva saya merindukan mie aceh. Setelah saya mengantarkan adek saya pulang ke rumah, saya bergegas menuju warung kopi yang menjual mie aceh di sekitar Keutapang. Biasanya, saya membeli “Mie Keumala”—merek dari mie aceh tersebut—yang berada di Zakir Kupi. Mie goreng kering adalah kesukaan saya dan saya selalu membeli itu.
Sedikit berbicara tentang mie aceh, kita sudah tahu kalau kita—orang Aceh—tidak pernah menyebut “Mie Aceh” dengan sebutan “Mie Aceh” karena mie tersebut memang ada di Aceh, banyak sekali di jual, terutama di warung kopi, dan terdengar aneh jika menyebutnya demikian. Kita lebih sering—mungkin selalu—menyebut “Mie Aceh” dengan bagaimana cara mie tersebut dimasak: mie basah, mie goreng basah, dan mie goreng kering.
Mie basah adalah mie kuah—lebih tepatnya sepiring mie yang penuh dengan kuah. Mie goreng basah adalah mie goreng, namun mie nya terasa berkuah atau ‘basah’ ketika dimakan. Mie goreng kering adalah mie yang ‘benar-benar di goreng’—tanpa kuah dan tidak ‘basah’. Mie yang digunakan untuk memasak pun adalah, atau sebut saja, “mie mentah khusus”. Saya kurang tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan mie tersebut. Yang jelas, kualitas dari struktur mie sangat berpengaruh terhadap citarasa mie tersebut—menurut saya. Ada mie yang berstruktur tebal maupun tipis. Itulah kenapa setiap warung kopi menjual mie aceh dengan rasa yang berbeda-beda.
Namun, jika “mie mentah khusus” itu habis karena sudah dimasak semua, biasanaya para tukang masak mie akan menggantinya dengan Indomie. Jadi, mie basah akan berubah menjadi “Indomie basah”.
Balik lagi ke perjalanan saya mencari mie aceh. Saya tertarik dengan warung kopi yang bertuliskan “Free Wi-fi dan buka 24 jam” di papan reklame nya. Lokasinya berada persis diseberang klinik tempat saya membawa adek saya tadi, masih di Keutapang. Saya tidak mengingat nama warung kopi nya—sampai sekarang—dan saya kesana.
Ketika saya memakirkan motor di depan warung kopi tersebut, saya baru sadar ternyata disana ada dua warung kopi yang berbeda: mereka bersebelahan, berada pada deretan ruko yang sama, dan tembok setinggi dada menjadi batas wilayah dari kedua warung kopi ini. Saya parkir didepan “KW Kopi”, namun saya tidak tertarik dengan nasi goreng yang mereka jual—saya butuh mie goreng kering. Warung kopi “Free Wi-fi dan buka 24 jam”, persis berada disebelahnya, mengabulkan permintaan saya.
Saya pesan secangkir kopi dan sepiring mie goreng kering. Mie selesai dimasak dalam beberapa menit, lalu dibawa ke meja saya. Ini hasilnya
Sepiring mie goreng yang dicampur dengan udang dan daging, ditaburi sayuran dan bawang, dengan rasa yang sedikit asam jika jeruk nipis yang ada disamping mie diperas ke seluruh permukaan mie. Tidak lengkap rasanya tanpa potongan timun,wortel. bawang, dan kerupuk. Ini adalah gambaran umum tentang mie goreng kering yang biasa saya temui.
Coba perhatikan apa yang berbeda dari gambar diatas. Ya, ada sepotong semangka yang diletakkan diantara kerupuk. Pemandangan semangka pada piring ‘kerupuk-timun-wortel-bawang’ mie aceh sangat tidak lazim. Entah mereka yang berinisiatif untuk memberikan semangka, saya yang jarang keluar rumah, atau mie aceh memang seharusnya diberikan sepotong semangka, saya kurang paham.
Walaupun demikian, mereka cukup cerdas memberi semangka sebagai pencuci mulut. Saya sangat menyukai inovasi ini. Sayangnya, lagi-lagi, saya lupa nama dari mie yang saya makan ini. Saya hanya mengingat ujung dari nama nya, yaitu “....C.S”. Hanya itu.
Mie goreng kering ini dapat dibeli dengan harga 10 ribu rupiah dan, tentunya, bersama semangka.[]
Congratulations @adzbessania! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
You published your First Post
You made your First Vote
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Congratulations @adzbessania! You received a personal award!
Click here to view your Board
Congratulations @adzbessania! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!